Ini Jenis Game yang Paling Diminati Gen-Z Menurut Riset
KOMPAS.com – Peneliti pasar game, video, audio, dan musik, MiDiA Research merilis studinya terkait genre game yang digemari pemain berusia 16 hingga 55 tahun ke atas.
Laporan ini menyurvei 9.000 gamer dari beberapa negara termasuk Amerika Serikat, Inggris Raya, Jerman, dan Korea Selatan. Riset ini mempelajari preferensi gamer pada kuartal kedua 2023 (sekitar April hingga Juni 2023).
Studi MiDia Research menemukan bahwa anak muda berusia 16 hingga 24 tahun (Gen Z), lebih menyukai game online Player vs Player (PvP) ketimbang game singleplayer.
Sebanyak 68 persen gamer tersebut ingin bermain game online atau couch co-op, sedangkan hanya sebanyak 30 persen di antaranya ingin bermain game singleplayer.
Sebagai informasi, game online PvP adalah game kompetitif yang mempertemukan sejumlah gamer sungguhan (bukan bot), misalnya Fortnite, Valorant, Call of Duty, dan Counter-Strike 2.
Baca juga: Jumlah Pekerja Indonesia yang Pakai AI Meroket, Mayoritas Gen Z
Sementara itu, game singleplayer adalah game yang dimainkan sendiri seperti Black Myth: Wukong, Elden Ring, dan The Legend of Zelda: Tears of the Kingdom. Game seperti ini lebih menekankan aspek mekanisme permainan (gameplay) atau alur cerita yang dalam.
Lalu, game couch co-op adalah game kooperatif yang bisa dimainkan secara offline dalam satu layar televisi atau monitor, contohnya game Halo dan A Way Out.
Kembali membahas survei, peneliti MiDia Research mengatakan ada sejumlah faktor di balik kepopuleran game PvP di kalangan anak muda.
Gamer muda mungkin lebih tertarik dengan keterlibatan sosial dan sensasi kompetisi dari permainan PvP, yang dapat mereka alami bersama teman-teman. Oleh sebab itu, gamer tersebut akan sulit didorong untuk berpindah ke permainan singleplayer.
Beda preferensi
Berbeda dari gamer muda, gamer dengan usia yang lebih tua justru lebih menyukai game singleplayer.
Tercatat bahwa sebanyak 74 persen dari gamer yang berusia 55 tahun ke atas, lebih memilih untuk bermain game singleplayer tanpa komponen atau mekanisme online.
Hanya sebanyak 22 persen gamer di antaranya yang gemar bermain game PvP, sedangkan 33 persen responden berusia 55 tahun ke atas menyukai game couch co-op.
Permainan singleplayer tidak hanya populer untuk gamer berusia 55 tahun ke atas saja. Berdasarkan survei, gamer berusia 25 tahun hingga 54 tahun juga lebih memilih game singleplayer ketimbang game multiplayer.
Lebih rinci, sebanyak 41 persen gamer berusia 25 tahun hingga 34 tahun lebih memilih game singleplayer (game multiplayer 40 persen), diikuti 49 persen gamer berusia 35 tahun hingga 44 tahun (game multiplayer 35 persen), dan 65 persen pemain berusia 45 hingga 54 tahun (game multiplayer 30 persen).
Baca juga: Mengapa Googling Ditinggalkan Gen Z?
Kepopuleran game couch co-op tampak menurun dari kalangan berusia 35 tahun, padahal gamer dengan usia itu kemungkinan rutin bermain game couch co-op pada masa kecilnya.
Secara keseluruhan, sebanyak 53 persen responden survei lebih memilih game singleplayer, sehingga game multiplayer PvP hanya lebih populer di kalangan Gen Z saja. Gamer dengan usia lebih tua tampaknya lebih menyukai penceritaan naratif singleplayer.
MiDia Research menjelaskan bahwa meskipun ada banyak game online yang sukses, seperti Fortnite, League of Legends, dan Roblox, pasar game PvP ini makin jenuh, sehingga menyisakan banyak ruang untuk game singleplayer.
Untuk mempertahankan kepopuleran game singleplayer, analis MiDia Research menyarankan pengembang (developer) dan penerbit (publisher) game, untuk memilih tanggal perilisan yang cerdas, sebagaimana dikutip KompasTekno dari TechSpot, Senin (7/10/2024).
Sebagai contoh, developer dan publisher dapat merilis game terbarunya ketika tidak ada game online yang dirilis pada saat itu.
Hal ini memungkinkan game singleplayer tersebut bersinar, terutama saat pemain mulai jenuh dengan game PvP dan berusaha mencari perubahan tempo.