Bahtera Perkawinan nan Tangguh
“Apa yang disatukan Allah janganlah diceraikan oleh manusia.”
Itulah satu sabda Yesus yang tertulis dalam Injil Matius, agar ikatan suami istri yang telah disatukan Allah Sang Maha Kasih melalui tangan tertahbis para imam gereja Katolik, tidak diceraikan oleh manusia. Apa pun alasannya.
Hidup adalah pilihan, demikian juga kesatuan dua pribadi perempuan dan laki-laki yang membentuk lembaga keluarga dalam ikatan cintakasih tak terbatas.
Hidup berkeluarga adalah panggilan suci dua insan laki dan perempuan yang menyatukan diri, hati, dan jiwa sehidup semati di hadapan Allah Sang Maha Kasih.
Cinta kasih Allah wajib dilanjutkan oleh seluruh umatnya.
Dalam sakramen perkawinan cinta kasih penuh ketulusan dan kerendahan hati menerima pasangan sepenuhnya dalam suka dan duka, untung dan malang.
Dinamika kehidupan, juga dalam perkawinan, pasang surut hubungan suami istri tidak lepas dari masalah yang bisa menjadi tabir penyekat.
Kecewa bahkan sakit hati bisa timbul saat ada perselisihan pendapat sekecil apapun.
Hal ini pastilah pernah menjadi riak dan gelombang saat bahtera keluarga mengarungi samudra kehidupan perkawinan.
0 0 0
Kasih itu sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan tetapi ia bersukacita karena kebenaran.
I Korintus.
0 0 0
Saat bahtera keluarga mengarungi samudra kehidupan dan menghadapi gelombang dan badai hanya keteguhan nahkoda dan mualim yang bisa menghindarkan kapal untuk karam.
Tanpa saling merasa paling benar dan kuat. Tanpa saling menyalahkan saat perahu terombang-ambing gelombang dan angin serta menyenggol karang.
Mengarungi samudra hidup perkawinan dengan bahtera yang penuh muatan harapan dan cita-cita menuju pelabuhan kebahagiaan sesuatu yang sangat luar biasa.
Badai dan gelombang di depan kapal bisa terlihat. Angin sakal dari buritan yang tak terduga. Gunung atau gugusan karang yang tertutup riak gelombang bisa saja memecah dan mengaramkan bahtera sebelum pelabuhan terakhir.
Hanya keteguhan hati dua insan seperti kala mereka mengucapkan janji perkawinan di altar suci saat diberkati oleh imam dengan para saksi.
0 0 0
Enam puluh tahun lalu, seorang pemuda ganteng nan enerjik mengucapkan janji perkawinan:
Di hadapan Allah, imam, orangtua, para saksi, dan segenap umat beriman yang hadir di sini, saya: Tjiptadinata Efendi, dengan setulus hati menyatakan bahwa saya memilih engkau
Rosalina menjadi istri saya.
Saya berjanji untuk setia mengabdikan diri kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit.
Saya mengasihi dan menghormati engkau sepanjang hidup saya.
Sesaat kemudian, seorang gadis cantik nan sederhana juga mengucapkan janji:
Di hadapan Allah, imam, orangtua, para saksi, dan segenap umat beriman yang hadir di sini, saya: Roselina, dengan setulus hati menyatakan bahwa saya memilih engkau Tjiptadinata Efendi menjadi suami saya.
Saya berjanji untuk setia mengabdikan diri kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit.
Saya mengasihi dan menghormati engkau sepanjang hidup saya.
0 0 0
Imam pun memberkati dengan tanda salib lalu berseru:
Yang dipersatukan Allah janganlah diceraikan manusia.
Seluruh umat dan juga dua mempelai menjawab: Amin.
Setelah mengucapkan janji perkawinan kedua mempelai saling mengenakan cincin di jari manis. Cincin lambang cinta kasih yang tak terputus.
0 0 0
Riak, gelombang, angin kencang, hujan badai banyak dihadapi sebagai tantangan yang bisa saja menghempaskan ke gugusan karang atau tebing curam di pinggir pantai.
Semua telah terlewati berkat keteguhan dua insan Tjiptadinata Efendi & Rosalina Efendi dalam lembaga perkawinan yang tulus.
Berkat doa mereka juga diberikan kekuatan oleh Allah yang maha kasih.
0 0 0
Di keremangan senja yang tenang, perahu yang mengantar Tjiptadinata Efendi dan Rosalina Efendi mengarungi samudra kehidupan perkawinan kini telah tiba di pelabuhan terakhir yang tenang dan penuh kebahagiaan.