Informasi Terpercaya Masa Kini

Ada Faktor Ahok di Balik Alasan Megawati tak Pilih Anies, Ini Penjelasan Petinggi PDIP

0 16

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan mengakui ada faktor Ahok, sapaan akrab Basuki Tjahjapurnama yang membuat Ketua Umum Megawati Sukarnoputri tak jadi menunjuk Anies Rasyid Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) untuk Pilkada DKI Jakarta 2024.

Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Pemenangan Pemilihan Umum (Pemilu) Deddy Yevri Sitorus mengungkapkan, ada risiko kerenggangan dua kutub yang tajam di internal partai jika Megawati tetap memilih Anies untuk diusung.  Di antara masa pendukung Anies dan Ahok, kata Deddy, masih ada ketegangan.

Deddy pun mengakui Ahok sejatinya merupakan salah-satu pilihan yang ada di kantong Megawati.  Tetapi, belum meyakinkan untuk disorongkan maju, lantaran memiliki latar belakang yang dinilai memiliki permasalahan. . Megawati, kata Dedy, pada akhirnya memilih jalan yang bijaksana untuk menutup risiko  ketegangan yang menajam itu. Di antaranya dengan memanggil Pramono Anung pulang ke partai, untuk menjadi cagub dengan Rano Karno sebagai cawagub.   “Iya akhirnya, Ibu Ketua Umum memutuskan untuk menunjuk Pak Pramono Anung, dan Bung Rano Karno sebagai jalan tengah dari dua pilihan (Anies atau Ahok) yang saling berada di dua kutub yang saling berbeda,” begitu kata Deddy.   Aspirasi kader Menurut Deddy, nama Pramono dalam kantong Megawati, pun berasal dari aspirasi kader.  Pramono, adalah kader tulen, dan terbilang senior di PDI Perjuangan, yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Sekretaris Kabinet (Seskab) Presiden Joko Widodo (Jokowi).   Sedangkan Rano, pun juga kader Banteng Mocong Putih yang memilik popularitas mapan di Jakarta terkait lantaran latar belakangnya sebagai pemeran Si Doel Anak Betawi. Rano, juga memiliki kapasitas mapan di pemerintahan daerah, karena pernah menjadi wakil gubernur, dan gubernur di Banten. Dan saat ini, Rano masih aktif sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan kembali terpilih untuk periode 2024-2029.   “Jadi Pak Pramono ini, sebenarnya selain jalan tengah, sembari kita mencoba mengelaborasi potensi-potensi untuk katakanlah kalau kita memasangkan Pak Anies Baswedan, atau Ahok,” kata Deddy.   Dia mengungkapkan, PDI Perjuangan sebenarnya sudah melakukan penjajakan mendalam untuk ‘mengikat’ Anies. Megawati, pun kata Deddy memahami Anies, bisa menjawab kebutuhan psikologis politik, dan juga psikologis sosial yang terjadi di Jakarta belakangan ini. Bahkan, kata Deddy, pun Megawati memahami Anies, merupakan salah-satu jalan bagi PDI Perjuangan dalam kebuntuan elektoral di Jakarta.   Akan tetapi, dalam catatan PDI Perjuangan, Anies, sebagai pejawat juga memiliki latar belakang rivalitas elektoral dengan Ahok pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017 silam.   Dalam Pilgub DKI Jakarta 2017 PDI Perjuangan salah-satu partai yang mendukung Ahok, meskipun ketika itu belum bergabung menjadi kader. Rivalitas dengan Anies ketika itu dinilai mengundang sentimen keagamaan, yang berawal dari ungkapan penistaan agama oleh Ahok. Rivalitas elektoral yang terjadi lima tahun lalu itu, dinilai PDI Peruangan memunculkan polarisasi yang dampaknya masih dirasakan hingga kini.    “Oleh karena itu, kita mencoba juga melakukan pendalaman dengan Pak Ahok, sampai hari Senin (26/8/2024) itu. Pendalaman melihat tentang bagaimana, apakah Pak Anies itu, bisa membrijing (menjembatani), antara kelompok yang katakanlah dalam tanda kutip sebagai kelompok Islamis, dengan kelompok-kelompok lain (pendukung Ahok), dan kelompok-kelompok nasional,” kata Deddy.   Menurut Deddy, dalam pembicaraan dengan Anies, PDI Perjuangan, pun sebetulnya sudah tak ada permasalahan konteks ideologi. Meskipun PDI Perjuangan memahami paham politik Anies yang bernuansa rohaniah ke-Islaman, tetapi tetap menyandingkan paham-paham partainya.   “Ada banyak pembicaraan yang sudah menjadi kesepakatan bersama dengan Pak Anies, tentang nasionalisme PDI Perjuangan, pikiran Bung Karno, Pancasila, dan yang lain-lain, termasuk soal keberpihakan terhadap pengusaha-pengusaha pribumi. Yang hingga akhirnya dalam berbagai kesempatan, kita bisa merumuskan poin-poin yang menjadi kesepakatan bersama,” ujar Deddy.   “Misalnya, Pak Anies yang katakanlah bisa menjadi menyambung lidah tentang bagaimana sebenarnya kohesi antara kelompok-kelompok nasional, dengan kelompok-kelompok yang berbasis agama ini,” kata Deddy menambahkan.    Namun pada sisi lain, kelompok kuat pendukung Ahok, juga tak bisa diabaikan oleh PDI Perjuangan. Termasuk aspirasi internal yang menghendaki agar Megawati, tetap mengusung kader sendiri dalam Pilkada Jakarta.   “Nah, kemudian kita menyadari, bahwa dua kutub ini sangat ekstrim perbedaannya. Kelompok-kelompok Ahok, kelompok-kelompok yangmendukung Pak Anies. Sehingga kemudian, Ketua Umum (Megawati) mengambil alternatif jalan tengah itu, dengan menjadikan Pak Pramono sebagai jalan dari perbedaan dua kutub ekstrim ini,” begitu ujar Deddy.   Keputusan sudah bulat, Megawati menunjuk Pramono-Rano. Meskipun tanpa pengumuman resmi, pasangan cagub-cawagub dari PDI Perjuangan itu, pada Rabu (28/8/2024) resmi digelandang ke Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta untuk mendaftarkan diri sebagai peserta dalam Pilkada Jakarta 2024. Pasangan tersebut, akan melawan Ridwan Kamil – Suswono pasangan cagub-cawagub yang diusung oleh 12 partai Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus. 

Leave a comment