Informasi Terpercaya Masa Kini

Review Borderland: Ketika Adaptasi Game Menjadi Tantangan Besar di Layar Lebar

0 19

Film Borderland adalah adaptasi live-action dari game populer Borderlands. Film ini telah dinanti-nanti oleh para penggemar game dan disebut sebagai “Absolute Cinema” oleh beberapa kritikus. 

 Namun, apakah film ini berhasil memenuhi ekspektasi para penggemarnya? Artikel ini akan membahas secara mendalam elemen-elemen penting dari film ini, termasuk sinopsis, kritik, dan observasi subjektif dari sudut pandang saya. 

Sinopsis dan Elemen Cerita 

Borderland berpusat pada karakter Lilith, seorang pemburu hadiah yang disewa untuk menyelamatkan anak dari tokoh bernama Atlas. Dalam perjalanannya, Lilith bertemu dengan karakter lain seperti Roland, Krieg, dan Tannis. Alih-alih menyelamatkan anak tersebut, mereka memutuskan untuk membuka “vault” yang ternyata memberikan kekuatan baru, berbeda dari versi game yang menampilkan monster. Lilith digambarkan mahir menggunakan senjata api dengan gaya yang estetis.

Film ini mendapat kritik terutama pada beberapa aspek berikut: 

Pengembangan Karakter dan Dialog: Karakter seperti Kevin Hart dianggap kurang menonjol dibandingkan dengan versi game. Dialog dan humor dalam film ini juga dianggap kurang kreatif, tidak secerdas dan se-komedik versi game. Pemilihan Aktor: Cate Blanchett yang memerankan Lilith dianggap terlalu tua untuk peran tersebut. Beberapa adegan menunjukkan ketidakcocokan fisik dengan karakter yang dimainkan, yang dapat mengganggu penonton yang sudah familiar dengan game. Teknis dan Efek Visual: Efek visual film ini dianggap kurang matang, terutama pada adegan kejar-kejaran. Beberapa adegan alihsuara juga tidak sinkron, yang menunjukkan kurangnya perhatian terhadap detail teknis. 

– 

Film Borderland adalah sebuah usaha ambisius untuk menghidupkan dunia game Borderlands ke layar lebar. Namun, seperti banyak adaptasi game ke film lainnya, Borderland menghadapi tantangan besar dalam memenuhi ekspektasi penggemarnya.

Adaptasi game ke film sering kali menghadapi dilema, antara tetap setia pada materi sumber atau membuat sesuatu yang baru dan segar. Borderland tampaknya terjebak di antara kedua pilihan ini.

Film ini mencoba menghadirkan elemen-elemen ikonik dari game, seperti karakter Lilith dan dunia Pandora, tetapi gagal menangkap esensi dari apa yang membuat game ini begitu dicintai.

Dalam teori adaptasi, Linda Hutcheon menyebutkan bahwa sebuah karya adaptasi harus mampu berdiri sendiri sebagai karya seni yang otonom, bukan hanya sebagai replika dari materi sumber.

Sayangnya, Borderland tampaknya lebih seperti sebuah proyek fan service yang setengah hati, di mana elemen-elemen game dimasukkan tanpa konteks yang kuat atau pengembangan karakter yang mendalam.

Hollywood sepertinya tidak pernah lelah dengan formula klise mereka. Dalam Borderland, kita dapat melihat bagaimana film ini mengikuti pola cerita yang sudah usang: pahlawan yang enggan, misi penyelamatan, dan pengkhianatan yang bisa ditebak.

Ini mengingatkan kita pada sindiran klasik bahwa “jika Anda pernah melihat satu film aksi Hollywood, Anda telah melihat semuanya.”

Karakter seperti Kevin Hart, yang diharapkan membawa humor segar, malah terjebak dalam dialog-dialog yang terlalu terbaca polanya. Hal ini tidak menambah kedalaman atau daya tarik. Ini adalah contoh bagaimana Hollywood sering kali menganggap remeh kecerdasan penonton dengan menyajikan humor yang dangkal dan tidak kreatif.

Borderland adalah contoh dari peluang yang terlewatkan. Dengan materi sumber yang kaya dan basis penggemar yang besar, film ini seharusnya bisa menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar adaptasi biasa. Namun, dengan pengembangan karakter yang dangkal, efek visual yang setengah matang, dan dialog yang klise, film ini gagal untuk benar-benar mengesankan.

Sebagai penonton, kita dihadapkan pada pilihan: apakah kita akan terus mendukung adaptasi yang setengah hati ini, atau kita akan menuntut lebih dari Hollywood? Mungkin sudah saatnya bagi industri film untuk benar-benar mendengarkan penggemar dan memberikan adaptasi yang tidak hanya setia pada materi sumber, tetapi juga inovatif dan berani mengambil risiko.

Leave a comment