Nyinyiran Netizen Malaysia Soal Medali Olimpiade Indonesia, Ini Kata Pakar Olahraga
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Olimpiade Paris 2024 yang digelar sejak 26 Juli lalu telah selesai pada 11 Agustus kemarin. Kontingen Indonesia yang berkekuatan 29 Atlet dari 12 cabang olahraga akhirnya meraih dua medali emas dan satu medali perunggu.
Dua medali emas dipersembahkan cabor angkat besi melalui lifternya Rizki Juniansyah dan panjat tebing via Veddriq Leonardo. Sementara satu perunggu diraih tangkis melalui tunggal putri Gregoria Mariska Tunjung.
Dengan hasil tersebut, Indonesia menempati posisi 39, terbaik kedua di Asia Tenggara. Filipina dua tingkat di atas Indonesia dengan dua emas dan dua perunggu. Thailand sendiri yang meloloskan 51 atlet hanya bercokol di posisi 44, dengan satu emas, tiga perak dan dua perunggu.
Capaian tersebut ternyata mendapat nyiyiran dari tetangga berisik, Malaysia. Ramai di media sosial, dengan jumlah penduduk yang sangat besar yakni lebih dari 278 juta jiwa, Indonesia seharusnya bisa lebih banyak lagi membawa pulang medali.
Pakar Manajemen dan Prestasi Olahraga Djoko Pekik mengatakan, nyiyiran tersebut jangan terlalu diambil hati. Namun justru harus dijadikan motivasi untuk ke depannya lebih berprestasi lebih tinggi lagi.
Guru Besar FIKK UNY Yogyakarta ini menyatakan, pertama kita bersyukur lebih dulu dan bangga atas prestasi yang dicapai oleh kontingen Indonesia lewat panjat tebing, angkat besi dan bulu tangkis
“Ini menjadi momentum untuk pijakan lebih jauh lagi ke depan. Pembinaan kita agar road to olympic seperti yang dicanangkan di Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) agar meraih posisi lima Olimpiade pada 2044 itu bisa terwujud,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (13/8/2024).
Suara-suara yang nyinyir dan sebagainya, lanjutnya dapat menjadi bagian untuk menambah motivasi Indonesia untuk lebih sungguh-sungguh menciptakan atlet berprestasi level dunia. Ini dapat dicapai melalui pembinaan yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur.
Menurut Djoko, momentum angkat besi dan panjat tebing mendapat medali emas membuka mata kita bahwa tidak hanya bulu tangis saja yang bisa meraih medali emas di Olimpiade, melainkan juga cabor lain.
“Oleh sebab itu maka capaian ini harus membuka mata seluruh federasi cabor bahwa kalau kita kelola dengan sungguh-sungguh, pasti bisa mencapai prestasi level dunia,” kata dia.
Menuju target itu, strategi…
Menuju target itu, strategi harus disiapkan dengan matang. Pembinaan bisa difokuskan pada cabor yang menyediakan banyak medali seperti atletik (46 emas), renang (37 emas), dan menembak (15), tanpa mengabaikan cabor lain yang sudah berprestasi emas seperti angkat besi dan panjat tebing. Skala prioritas untuk pembinaan ke depan adalah terlebih dahulu meloloskan sebanyak-banyaknya atlet ke Olimpiade berikutnya.
“Kita tahu bahwa 2012 di London kita hanya meloloskan 22 atlet, di Rio de Janeiro, Brasil 2016 kita hanya 28 atlet, Olimpiade Tokyo 2021 juga hanya 28. Paris memang tambah 1 atlet jadi 29 atlet dari 12 cabang olahraga. Ini belum cukup menurut saya untuk menapak sukses di Olimpiade ke depan. Harus lebih banyak lagi atlet yang lolos. Coba lihat kita Thailand di Olimpiade Paris sudah mampu meloloskan 51 atletnya,” kata Djoko.
Djoko mengatakan, pemilihan cabor prioritas mesti dilakukan dengan cermat. Misalnya, kata dia, atletik baru meloloskan satu atlet melalui Lalu Muhammad Zohri di nomor lari 100 meter. Itu pun karena mendapatkan wild card.
Indonesia, kata dia, bisa mengganti strategi dengan memilih nomor-nomor lain di atletik, misalnya nomor lempar cakram, tolak peluru, atau nomor lari jarak menengah dan jarak jauh. Nomor prioritas ini disiapkan betul pada saat kualifikasi olimpiade.
“Jadi yang terpenting perjalanan menuju Olimpiade-nya. Langkah awal adalah kualifikasi Olimpiade. Atlet tidak akan bisa berlaga di Olimpiade kalau kualifikasi Olimpiade saja tidak lolos,” ujarnya menegaskan.
Oleh sebab itu, ia meminta federasi cabor bersama stakeholder yang lain, termasuk pemerintah, menyiapkan atletnya dengan cara terbaik pada kualifikasi Olimpiade. Caranya dengan menyediakan sarana prasarana dan fasilitas utamanya. Anggaran juga menjadi bagian strategi teknis yang harus dilakukan.
Ia menekankan kembali, jika kita mengelola dengan sungguh-sungguh, pada 2044 bukan mimpi di siang bolong Indonesia bisa membidik peringkat lima Olimpiade seperti yang dicanangkan lewat DBON.
“Data yang saya kumpulkan paling tidak pada gelaran tiga Olimpiade terakhir, sebuah negara bisa menduduki peringkat lima itu minimal harus meloloskan 248 atlet dengan perolehan 13 sampai dengan 16 medali emas,” ungkapnya.
“Dengan angka kuantitatif itu, kita masih jauh ke empat besar. Ini menjadi bagian dari catatan kritis kita bagaimana kita bisa meraih hasil yang lebih bagus lagi di Olimpiade-Olimppiade yang akan datang. Itu beberapa catatan dari saya yang mudah-mudahan bermanfaat,” pungkasnya