Sosok Jaksa Jati Pahlevi yang Ngegas ke Ahli di Sidang PK Saka Tatal,Ucap: Sampean,,Ahli Apa Ini,
SURYA.CO.ID – Sosok jaksa Novriantino Jati Pahlevi menjadi sorotan luas usai mendebat keras Ahli Pidana Azmi Syahputra yang dihadirkan di sidang Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal di Pengadilan Negeri Cirebon pada Rabu (31/7/2024).
Dalam perdebatan itu jaksa Jati Pahlevi sempat mengeluarkan kata-kata kurang pantas hingga menyebut ahli dengan kata ‘sampean’ di dalam persidangan.
Perdebatan bermula saat jaksa Jati Pahlevi bertanya tentang pembuktian pidana di Indonesia.
Azmi Syahputra yang menjadi dosen Fakultas Hukum, Universitas Trisakti Jakarta menjelaskan bahwa pembuktian di hukum acara pidana di Indonesia menggunakan pembuktian negatif yang tercantum dalam Pasal 184 KUHAP.
“Di KUHAP ada 6 alat bukti yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Bukan pengakuan terdakwa atau tersangka,” sebut Azmi.
Baca juga: Yakin PK Saka Tatal Dikabulkan Hakim Meski Hanya 1 Novum, Pakar Hukum: Yang Penting Ada
Jaksa Jati lalu bertanya, apakah di dalam undang-undang negatif, sekonyong-konyongnya seorang hakim akan menjatuhkan putusan dengan kekhilafannya tanpa memperhatikan alat bukti-alat bukti yang sah, bukan berdasarkan tulisan-tulisan kecil untuk memutuskan suatu perkara.
“Atau seperti apa pak? apakah cukup dengan alat bukti bisa menyimpulkan ini salah, atau berdasatkana lat bukti bisa mendapatkan keyakinan untuk memutuskan perkara bersalah?,” tanya Jati.
Azmi pun menjawab bahwa terkait putusan itu ada di Pasal 197 KUHAP poin d.
Namun jawaban itu langsung disanggah Jati.
“Pertanyaan saya belum kesana. Apakah pertanyaan hakim bisa sekonyong-konyongnya,” sela jaksa.
Azmi kembali menerangkan bahwa hakim tentu melakukan pemeriksaan yang menyeluruh, sampai pemeriksaan itu selesai.
Namun, belum selesai Azmi menerangkan, jaksa langsung menyela dengan mencecar pertanyaan serupa.
Saat itu Azmi keberatan menjawab karena sudah diterangkan sebelumnya.
Jawaban Azmi malah membuat jaksa naik pitam.
“Berarti ahli tidak bisa menjawab,” seru jaksa.
Melihat gelagat jaksa tersebut. Azmi dengan sabar kembali mengulang jawabannya.
Setelah itu, jaksa kembali mencecar dengan berusaha menyanggah jawaban ahli.
Bahkan jaksa menudinng ahli tanpa menguji alat bukti, dan hanya berdasarkan catatan kecil sebagai seorang ahli menyimpulkan ini salah.
“Sebagai ahli pidana yang mempunya ilmu sebagai doktor, menurut saudara ini benar atau salah,” seru jaksa.
Saat itu lah Azmi mengajak jaksa untuk menyandingkan putusan pengadilan dengan catatan-catatan kritis yang telah dibuatnya.
“Kalau kita dihadapkan dengan kata-kata tidak selesai. tapi tolong dihadapkan bendanya. Saya kebetulan membawa,” ujar Azmi.
Jaksa lalu menyimpulkan bahwa catatan ahli itu bukan alat bukti.
Ucapan jaksa ini pun langsung disanggah ketua majelis hakim Rizqa Yunia.
“lain lagi ceritanya,” kata hakim.
Bukannya mengakui kesalahannya, jaksa justru menuding ahli.
“Pertanyaan saya itu yang mulia, yang membuat ribet kan ahli sendiri,” seru jaksa.
Tak terima dikata-katai depan pengadilan, Azmi akhirnya menjawab lantang.
“Tolong dicabut kalimat itu tidak baik lho. Jadi jaksa yang baik. Hakim saya merasa terintimidasi lho kalau kalimatnya begitu. Anda tidak menyampaikan kode etik lho kalau begitu,” protes Azmi.
Protes Azmi ini kembali dijawab jaksa dengan kalimat pedas.
“Saya menyampaikan ke yang mulia, bukan ke sampean ahli,” serunya yang kembali diprotes Azmi.
“Ditujukan ke saya. Kalau senggolnya tidak ke saya kan tidak masalah,” ujarnya.
Debat panas kembali terhadi saat jaksa mempertanyakan tentang asas legalitas.
Jaksa kembali mempertanyakan pendapat ahli mengenai putusan kasus Saka Tatal mulai dari tingkat pengadilan pertama hingga mahkamah agung.
Namun, pertanyaan ini justru dimentahkan hakim.
“Berarti saudara tadi tidak menyimak,” ujar hakim Rizqia.
Azmi lalu meminta agar diperkenankan menunjukkan catatan-catatannya di depan persidangan.
“Yang mulia, dia tidak tahu. Kalau saya dosen, bukan bohong-bohongan, saya baca,” ujarnya kemudian menunjukkan catatan-catatan itu di depan meja hakim.
Jaksa Jati yang mengetahui itu kembali memprotes.
“Izin yang mulia, maksudnya apa ini. Maksudnya apa?
Ahli apa ini? Maksudnya apa,” kata jaksa Jati sambil terus menggerutu.
Siapa sebenarnya jaksa Jati Pahlevi?
Sejak sidang pertama PK Saka Tatal, jaksa Kejaksaan Negeri Cirebon ini sudah menarik perhatian.
Jaksa Jati yang membacakan penolakan terhadap novum yang disodorkan kuasa hukum Saka Tatal.
Jaksa Jati juga yang menolak novum berupa keterangan tokoh masyarakat Dedi Mulyadi.
Jaksa Jati mengatakan keterangan Dedi Mulyadi dalam bentuk flashdiksk itu tidak relevan serta tidak ada hubungannya dengan pembuktian perkara Saka Tatal.
Sebab, rekaman tersebut dibuat sebagai pendapat pribadi saja, dan menurut Pahlevi keterangan Dedi Mulyadi itu tidak diperlukan JPU dan penyidik untuk melakukan pembuktian, sehingga novum kedelapan itu ditolak.
“Mulai dari novum enam dan delapan haruslah ditolak. Karena keterangan para saksi yang disampaikan oleh pemohon tersebut tidak diperlukan oleh penyidik dan jaksa penuntut umum dalam melakukan pembuktiannya,” kata Gema saat membacakan jawaban mengenai novum kedelapan berupa keterangan dari politikus Dedi Mulyadi, dilampirkan dalam bentuk flashdisk yang diajukan oleh tim kuasa hukum Saka Tatal di Pengadilan Negeri Cirebon pada Jumat, 26 Juli 2024, melalui siaran langsung.
Pahlevi menegaskan 10 novum yang diajukan oleh penasihat hukum Saka Tatal bukan termasuk bukti baru. Ia juga meminta agar majelis hakim menolak alasan Peninjauan Kembali (PK) tersebut.
Seperti diketahui, tim kuasa hukum Saka Tatal mengajukan 10 novum.
Bukti baru tersebut mencakup foto kondisi Eky dan Vina di Rumah Sakit Daerah (RSD) Gunung Jati, Cirebon, serta foto kondisi motor Eky di Polsek Talun.
Selain itu, terdapat pidato Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengenai investigasi ilmiah, pernyataan saksi Liga Akbar yang mencabut kesaksiannya dan mengaku diperintahkan oleh Iptu Rudiana, serta pengakuan Dede Riswanto tentang kesaksian palsu.
Bukti lainnya adalah pernyataan politikus Dedi Mulyadi, keputusan bebasnya tersangka Pegi Setiawan, dan pernyataan Polda Jawa Barat terkait penghapusan dua DPO.
Dalam sidang PK Saka Tatal, Pahlevi hadir bersama tiga jaksa lainnya: Bambang Tejo, Mustika Darayuanti, dan Gema Wahyudi.
Mereka secara bergiliran membacakan jawaban penolakan novum.
Sebelumnya, tim kuasa hukum mantan terpidana kasus Vina Cirebon Saka Tatal, yang terdiri dari Titin Prialianti, Farhat Abbas, Riswanto, serta beberapa orang lain, resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kliennya ke PN Cirebon.