Review ‘The Last Breath’: Satu Lagi Film yang Bikin Kamu Sesak Nafas
Jika kamu ragu-ragu dalam melakukan sesuatu, ada baiknya urungkan niatmu dan batalkan. Sebab, jika kamu masih nekat untuk menjalaninya tapi di dalam hatimu masih ada keraguan, bencana bisa jadi datang mengikutimu sampai sisa nafas terakhir di paru-paru.
Sinopsis: kelalaian yang berakibat fatal
Noah (Jack Parr) merasa sangat bahagia karena telah berhasil menemukan kapal perang USS Charlotte yang telah karam selama lebih dari 80 tahun. Kebahagiaannya tersebut tak bisa ia tutupi sampai-sampai teman-temannya, Brett (Alexander Arnold), Sam (Kim Spearman), Riley (Erin Mullen), dan Logan (Arlo Carter) penasaran.
Brett, Sam, Riley, dan Logan adalah teman masa kuliah Noah yang secara ekonomi jauh lebih berhasil dari Noah. Pada acara reunian tersebut, Noah akhirnya menceritakan penemuannya kepada mereka. Teman-teman Noah yang memang suka diving pun penasaran. Mereka memaksa Noah untuk menemaninya melihat penemuan tersebut dengan iming-iming uang. Noah yang saat itu butuh uang, akhirnya mengalah dan menemani teman-temannya diving.
Siapa sangka, kapal tersebut menyimpan bahaya yang luar biasa. Satu per satu teman-teman Noah menemui ajalnya karena makhluk yang bersembunyi di kapal itu. Akankah ada yang selamat? Atau semuanya harus menghadapi kematiannya?
Kisah yang basic, tapi tetap bikin deg-degan
Sebenarnya melihat kisah dari film ini, jalan cerita yang ditawarkan cukup basic. Yakni, ada sebuah kapal misterius yang sebenarnya terlarang untuk dieksplorasi, tapi kemudian ada sekelompok anak muda yang suka melanggar aturan memasuki tempat tersebut. Dan ya, seperti yang sudah bisa ditebak, musibah demi musibah dengan taruhan nyawa menghampiri mereka. Plot yang hampir sama dengan semua film thriller, bukan?
Meski basic, kamu akan tetap bisa merasakan deg-degan hingga nyaris nggak bisa bernafas saat menyaksikan menit demi menit film berjalan. Tim scriptwriter, Andrew Prendergast dan Nick Saltrese berhasil menuliskan plot dari bagaimana keadaan yang baik-baik saja kemudian berubah drastis menjadi mencekam hanya dalam hitungan menit.
Jika kamu salah satu yang nggak bisa menonton film dengan jumpscare yang mengagetkan setengah mati, lebih baik hindari film ini, deh.
Delapan puluh persen adegan dilakukan di bawah air
Satu hal yang menjadi kelebihan dari film ini adalah hampir delapan puluh persen adegan dari film ini dilakukan di bawah air. Mengambil latar dasar laut lepas–di mana kapal perang USS Charlotte tenggelam–kamu akan bisa merasakan keindahan sekaligus kengerian dasar laut yang belum banyak dieksplorasi.
Bagi sang sutradara, menggarap film di bawah air bukanlah hal baru. The Last Breath merupakan film ketiga Joachim Hedén yang menggunakan latar tempat bawah air. Sebelumnya, ia sudah pernah menggarap Breaking Surface (2020) dan Dive (2023) yang semuanya berlatar di bawah air. Semua filmnya pula mendapat review cukup positif dari para kritikus film. Misalnya, Breaking Surface yang mendapat rating 6.1/10, Dive 5.6/10, sementara The Last Breath mendapat 6.3/10 di situ IMdB.
Terlepas dari kisahnya yang terbilang cukup sederhana dan plot yang mudah tertebak, tetap saja The Last Breath menawarkan pengalaman menonton yang berkesan. Dijamin kamu bisa ikut menahan nafas saat film ini berjalan bahkan sampai nyaris di akhir film. Berani coba?
Baca Juga: Review ‘A Quite Place: Day One’: Berubahnya Dunia Dalam Waktu Semalam
Baca Juga: Review ‘The Watchers’: Duplikasi Manusia yang Membahayakan Peradaban
Baca Juga: Review ‘Lahn Mah’: Film dengan Premis Sederhana, Bikin Banjir Air Mata