Kejagung soal Ronald Tannur Bebas: Ini Ada Orang Meninggal Siapa Tanggung Jawab?
Ronald Tannur divonis bebas oleh majelis hakim PN Surabaya terkait kasus pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai hakim tidak melihat kasus ini secara utuh, sehingga memutus demikian.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan, majelis hakim beralasan tidak adanya saksi di kasus tersebut menjadi alasan vonis bebas.
“Hakim tidak melihat ini secara holistik, tapi hakim justru melihat sepotong-potong,” kata Harli saat ditemui awak media di Kejagung, Kamis (25/7).
Menurut Harli, seharusnya majelis hakim mempertimbangkan fakta lain yang muncul di persidangan.
“Mempertimbangkan misalnya fakta yang menyatakan ada korban meninggal, ada hubungan antara korban dan pelaku, pada waktu yang bersamaan korban dan pelaku itu bersama-sama, ada percek-cokan, ada bukti CCTV yang menggambarkan bahwa korban ada bekas terlindas, ada visum et repertum yang menjelaskan bahwa ada luka yang dialami oleh korban,” ujar Harli.
Harli juga menilai bahwa dalam mengambil keputusan, hakim PN Surabaya hanya melihat kasus ini sepotong-sepotong.
“Ini ada yang meninggal, lalu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap orang yang meninggal? Apakah hanya bisa didasarkan pada bukti yang menyatakan bahwa karena pengaruh alkohol atau karena tidak ada saksi?” tanya Harli.
“Nah, itulah yang menjadi tugasnya majelis hakim dengan kewenangan, dengan kekuasaan yang dimilikinya untuk mengungkap ini selengkap-lengkapnya berdasarkan alat bukti yang ada,” sambung Harli.
Harli mengacu pada pasal 184 KUHP. Pasal ini bicara tentang lima alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana. Lima alat bukti tersebut yakni: keterangan saksi; keterangan ahli; surat; petunjuk; dan keterangan terdakwa.
“Tentu ahli menjelaskan posisinya surat. Apa suratnya? Visum et repertum. Apa suratnya selain visum et repertum tadi? Di CCTV ada petunjuk, ada rangkaian yang bersesuaian antara keterangan saksi, ahli, dan surat itu. Ada peristiwa ini dan memang orang meninggal,” jelas Harli.
Kini, Kejagung masih menunggu salinan putusan dari PN Surabaya untuk mempelajari secara utuh putusan hakim. Di sisi lain, jaksa memastikan akan menempuh kasasi dalam kasus tersebut.
“Kami sedang menunggu salinan putusan dari pengadilan untuk melakukan kajian dan untuk membaca, meneliti, mencermati pertimbangan-pertimbangan yang ada dalam putusan itu sehingga hakim mengambil putusan membebaskan terdakwa,” ujar Harli.
Sebelum putusan bebas, jaksa menuntut Ronald hukuman 12 tahun penjara dan membayar restitusi kepada keluarga korban atau ahli waris sebesar Rp. 263,6 juta subsider 6 bulan. Dia dituntut karena terbukti menghilangkan nyawa kekasihnya.