Informasi Terpercaya Masa Kini

Nikahi Pria Biasa Bukan dari Kalangan Bangsawan, Inilah Sosok GKR Bendara Putri Bungsu Sultan Hamengkubuwono X, Kisah Cintanya Disorot

0 22

Grid.ID – Putri bungsu Sultan Hamengkubuwono X diketahui nikahi pria biasa bukan dari kalangan bangsawan.

Inilah sosok GKR Bendara, Putri bungsu Sultan Hamengkubuwono X.

Kisah cinta GKR Bendara dengan pria yang bukan dari kalangan bangsawan disorot.

Melansir dari Tribun trends.com, GKR Bendara adalah putri bungsu Sultan Hamengkubuwono X yang menikah dengan seorang pria bernama Achmad Ubaidillah pada tahun 2011.

Pernikahan mereka saat itu menarik perhatian publik karena Achmad Ubaidillah bukan seorang bangsawan dan bukan berasal dari Jawa.

Achmad Ubaidillah, yang biasa dipanggil Ubay, berasal dari Bengkulu.

Saat akan menikahi putri raja, ia diberi gelar oleh Keraton Yogyakarta sebagai KPH Yudanegara.

GKR Bendara dan Ubay bertemu ketika sang putri sedang menempuh pendidikan tinggi.

Pada tahun 2006, GKR Bendara sedang menyusun skripsi tentang Trans Jakarta.

Saat itu, usianya 21 tahun dan ia tidak memiliki kenalan di ibu kota yang bisa membantunya mendapatkan data untuk skripsinya.

Ia lalu meminta bantuan kerabat untuk dikenalkan pada seseorang yang bisa membantu.

Baca Juga: Aksi Demonstrasi di Yogyakarta Berujung Ricuh, Sultan Hamengkubuwono X Angkat Bicara

“Namanya Mbak Yanti, waktu itu, dia sedang kuliah S2 bersama suami saya. Akhirnya, dikenalkan lah Si Cowok (suami) ini,” kenang GKR Bendara pernah bercerita.

Saat itu Ubay berusia 26 tahun dan bekerja sebagai PNS di Jakarta. Ia membantu kebutuhan riset GKR Bendara tentang Trans Jakarta. Dari pertemuan itu, keduanya menjadi dekat dan terus berkomunikasi secara intens.

Akhirnya, Ubay dan GKR Bendara menjalani hubungan yang berujung pada pernikahan. 

GKR Bendara lahir di Yogyakarta pada 18 September 1986, dan kini berusia 38 tahun.

Sebelum menikah, ia memiliki nama kecil Gusti Raden Ajeng Nurastuti Wijareni.

Nama GKR Bendara ia dapatkan ketika akan menikah dengan suaminya, KPH Yudanegara.

Meski seorang putri raja, ia tidak sungkan membaur dengan warga dan hidup layaknya rakyat biasa.

GKR Bendara beberapa kali viral di media sosial karena potret kesederhanaannya.

Melansir dari Kompas.com, Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB X) lahir dengan nama Bendara Raden Mas (BRM) Herjuno Darpito pada 2 April 1946 di Yogyakarta.

Ia menghabiskan seluruh hidupnya di kota kelahirannya tersebut.

Baca Juga: Sri Sultan Hamengkubuwono X dan GKR Hemas Hadiri Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono, Senyum Semringah sang Pengantin jadi Sorotan

Saat dewasa, HB X ditunjuk oleh ayahnya sebagai Pangeran Lurah, yaitu tokoh yang dituakan di antara semua pangeran di Keraton Yogyakarta.

Mas Jun, panggilan akrabnya semasa muda, kemudian dianugerahi gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH) Mangkubumi.

Sebelum naik tahta sebagai Sultan Yogyakarta, KGPH Mangkubumi sudah berpengalaman dengan berbagai urusan pemerintahan.

KGPH Mangkubumi sering diminta membantu ayahandanya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.

Selain itu, KGPH Mangkubumi juga aktif dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan.

Beberapa jabatan yang pernah diembannya antara lain Ketua Umum Kadinda DIY, Ketua KONI DIY, dan Presiden Komisaris PG Madukismo.

Pada 2 Oktober 1988, Sri Sultan Hamengku Buwono IX wafat, menjadikan KGPH Mangkubumi sebagai calon paling tepat untuk menjadi Sultan berikutnya.

Proses suksesi ini merupakan hal baru dalam sejarah Keraton Yogyakarta. Pada era sebelumnya, setiap Sultan yang akan dilantik harus mendapat persetujuan dari Belanda.

Sesaat sebelum dinobatkan, KGPH Mangkubumi mendapat gelar Kanjeng Gusti Pangeran Arya Adipati Hamengku Negara Sudibyo Raja Putra Nalendra Mataram, yang bermakna sebagai putera mahkota.

Setelah itu, beliau secara sah dinobatkan sebagai Sultan di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada 7 Maret 1989 atau Selasa Wage, 29 Rajab 1921 berdasarkan penanggalan Tahun Jawa.

Sultan HB X baru menjabat sebagai Gubernur DIY pada 1998, menggantikan Paku Alam VIII yang meninggal dunia.

(*)

Leave a comment