Bank Konvensional Rama-ramai Go-Digital, ATM dan Kantor Cabang Mulai Berkurang?
Perkembangan teknologi yang begitu pesat membuat perbankan tanah air melakukan transformasi digital untuk menghadapi tantangan bisnis di masa mendatang.
Awalnya, bank digital hadir menawarkan fasilitas dan layanan perbankan secara digital termasuk pembukaan rekening yang dilakukan secara online melalui aplikasi digital perbankan.
Seiring berjalan waktu, manfaatnya dirasakan oleh masyarakat secara luas. Melihat perkembangan tersebut, bank konvensional pun turut mengembangkan sistem perbankan digital untuk memudahkan nasabah melakukan transaksi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae mengatakan, fenomena perbankan konvensional yang beralih ke layanan digital merupakan respons strategis terhadap perubahan perilaku konsumen dan kemajuan teknologi.
“Nasabah semakin menginginkan layanan yang cepat, mudah, dapat diakses kapan saja, dan di mana saja,” kata Dian kepada kumparan, dikutip Jumat (19/7).
Hal ini sejalan dengan perubahan kebiasaan masyarakat Indonesia yang juga semakin cashless dalam melakukan transaksi sehari-hari.
“Layanan digital menawarkan kenyamanan, kecepatan, dan aksesibilitas yang lebih baik bagi nasabah, sehingga memberikan customer experience yang lebih baik,” -Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae-
Adapun manfaat bagi bank konvensional membentuk platform digital yaitu jangkauan pasar yang lebih luas. Dian mengatakan, layanan digital memungkinkan bank menjangkau nasabah di lokasi yang lebih luas, terutama generasi muda yang terbiasa menggunakan smartphone dan internet serta nasabah yang sebelumnya sulit dijangkau oleh layanan konvensional
“Secara personalisasi, bank dapat memanfaatkan data untuk memahami kebutuhan nasabah dan menawarkan produk serta layanan yang lebih personal. Layanan digital memungkinkan bank untuk lebih cepat meluncurkan produk baru yang inovatif,” kata Dian.
ATM dan Kantor Cabang Bank Mulai Berkurang
Meski demikian, hadirnya layanan digital telah membuat jumlah ATM dan kantor cabang semakin berkurang. OJK mencatat, jumlah kantor cabang mengalami penurunan baik secara bulanan maupun tahunan.
Berdasarkan data OJK, jumlah kantor cabang bank per April 2024 sebanyak 12.377 atau sudah berkurang 405 unit secara tahunan. Pada periode yang sama tahun sebelumnya jumlah kantor cabang tercatat sebanyak 12.782.
Dari awal tahun 2024, jumlah kantor cabang terus menurun. Pada bulan Januari 2024, tercatat sebanyak 12.394, Februari ada 12.392, dan Maret sebanyak 12.391 kantor cabang.
Jika termasuk kantor cabang Bank Pembangunan Daerah (BPD), bank swasta nasional, dan bank yang berkedudukan di luar negeri, maka jumlahnya 24.209.
Angka ini Dian menilai, tren penurunan jumlah ATM dan kantor cabang pun merupakan hal yang wajar. Menurutnya, bank tengah mengoptimalkan jaringan fisik mereka dengan mengurangi titik layanan yang kurang efisien dan mengalihkan kepada investasi pengembangan platform digital.
“Hal ini sejalan dengan perubahan kebiasaan masyarakat Indonesia yang juga semakin cashless dalam melakukan transaksi sehari-hari,” kata Dian.
Namun demikian, industri perbankan juga tetap menyediakan akses yang memadai bagi masyarakat terutama di daerah terpencil serta nasabah-nasabah yang belum terbiasa dengan layanan digital.
Sementara itu, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan memandang bahwa digitalisasi merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari oleh bank. Menurutnya, bank akan terlambat dalam memberikan layanan bila tidak masuk ke layanan digitalisasi.
“Itulah kenapa bank konvensional juga masuk ke digital. Selain itu, karena efisien dan memudahkan serta mempercepat layanan ke nasabah,” kata Trioksa.
Respons Perbankan
Dari sisi bisnis juga akan lebih efisien dan dapat menjangkau nasabah lebih luas tanpa perlu mendirikan kantor cabang baru. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA misalnya, melalui anak usahanya, PT BCA Digital menghadirkan bank digital bernama Blu by BCA.
Executive Vice President (EVP) Corporate Communication and Social Responsibility BCA Hera F. Haryn mengatakan, perseroan melakukan investasi secara berkesinambungan untuk memperkuat ekosistem hybrid banking, dari kanal mobile dan internet banking, point of sales, kantor cabang, ATM, hingga contact center.
“Investasi strategis ini dilakukan untuk memberikan layanan berkualitas bagi beragam jenis segmen dan kebutuhan nasabah,” kata Hera.
Saat ini, hampir seluruh transaksi BCA, atau sekitar 99,7 persen dari total frekuensi transaksi telah dilakukan secara digital. Pada kuartal I 2024, total frekuensi transaksi BCA naik 20,8 persen secara tahunan atau year on year (YoY) mencapai 8,3 miliar.
Meskipun frekuensi transaksi via channel digital terus meningkat seiring dengan pertumbuhan nasabah BCA, nilai transaksi di kantor cabang masih berkontribusi sekitar 32 persen dari total nilai transaksi BCA pada kuartal I 2024.
“Oleh karena itu, kami menilai kehadiran kantor cabang masih memiliki peran penting dalam memberikan pelayanan kepada nasabah, dan tidak seluruh transaksi dapat digantikan sepenuhnya dengan digital,” kata Hera.
Hingga Maret 2024, BCA memiliki 1.258 kantor cabang yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Dari jumlah tersebut, lebih dari 80 persen di antaranya telah menerapkan inovasi perangkat dan aplikasi pendukung digital.
Adapun saat ini jumlah kantor cabang BCA tersebut masih mencatatkan tren peningkatan dari Maret 2023 yang sejumlah 1.247.
Selanjutnya, ada PT Bank Hibank Indonesia adalah anak usaha dari PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNl) yang bergerak di bidang perbankan digital.
Direktur Utama BNI, Royke Tumilaar mengatakan, saat ini kebutuhan dari nasabah sudah beralih ke digital. Sehingga layanan secara digital sudah menjadi keharusan untuk bank mengakuisisi nasabah yang berkualitas.
“Digital terbukti memudahkan transaksi nasabah, bisa dilihat dari saldo tabungan per nasabah yang sudah menggunakan channel digital mencapai 160 persen lebih tinggi dibandingkan nasabah yang tidak menggunakan channel digital, serta frekuensi transaksi yang lebih tinggi. Hal ini tentunya mendorong kinerja bisnis bank,” kata Royke.
Royke mengakui bahwa adanya keuntungan bisnis ketika perusahaan menghadirkan layanan digital. Menurutnya, nasabah yang bertransaksi di channel digital memiliki saldo tabungan lebih tinggi. Hal ini dapat membantu bank untuk menekan cost of fund atau biaya dana.
“Sehingga engagement Nasabah dengan bank karena mereka nyaman bertransaksi bukan karena special rate yang tidak sustain,” ujar Royke.
“Kami melihat ruang untuk memenuhi kebutuhan Nasabah masih cukup banyak, kemudahan dan kenyamanan bertransaksi sudah menjadi hygiene factor, sehingga added value yang saat ini dicari yaitu pengelolaan keuangan dan personalisasi yang dapat diberikan kepada nasabah,” katanya.