Informasi Terpercaya Masa Kini

Usai Dilantik, Trump Bersumpah Lancarkan Perang Tarif, Sebut daripada Bebani Warga AS

0 4

WASHINGTON DC, KOMPAS.com – Presiden AS Donald Trump bersumpah akan melancarkan perang tarif, dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden ke-47 Amerika Serikat pada Senin (20/1/2025).

Pada dasarnya, tarif adalah pajak impor yang bertujuan melindungi industri lokal. Tetapi, penerapannya seringkali membawa konsekuensi tak terduga.

Di AS, pada era pemerintahan Trump yang lalu, konsumen dan pelaku usaha harus menghadapi kenaikan harga-harga akibat perang tarif yang dilancarkan politikus Partai Republik itu.

Baca juga: Ragam Ucapan Selamat untuk Trump dari Para Pemimpin Dunia, Termasuk Netanyahu dan Putin

Dengan kata lain, proteksionisme justru menciptakan tekanan besar pada ekonomi domestik.

Trump kali ini menyampaikan, perang tarif diberlakukan tidak lain untuk melindungi para keluarga AS.

“Saya akan segera memulai perombakan sistem perdagangan kita untuk melindungi para pekerja dan keluarga Amerika. Daripada membebani warga negara kita untuk memperkaya negara lain, kita akan membebani tarif dan pajak negara asing untuk memperkaya warga negara kita,” jelas Trump di Gedung Kongres AS, dikutip dari AFP.

Sejak kemenangannya dalam Pilpres AS 2024 pada bulan November, Trump telah membidik sekutu dan musuhnya.

Ia mencoba meningkatkan prospek tarif baru untuk mendorong negara-negara lain mengambil tindakan lebih keras terhadap kekhawatiran AS.

Sebelum kembali ke Gedung Putih, Trump bersumpah untuk memberlakukan tarif 25 persen untuk impor Kanada dan Meksiko, dan tambahan 10 persen untuk barang-barang China, jika mereka tidak berbuat lebih banyak tentang imigrasi ilegal dan aliran fentanil ke Amerika Serikat.

Pada masa kampanye, Trump juga melontarkan gagasan tentang tarif yang lebih tinggi untuk impor China.

Namun, Trump pada Senin tidak jadi mengumumkan tarif baru, yang diterapkan pada barang-barang impor ketika pembeli AS membelinya dari luar negeri.

Dalam pidatonya, dia menegaskan kembali rencananya untuk membentuk “Layanan Pendapatan Eksternal” untuk mengumpulkan tarif, bea, dan pendapatan, di samping pembentukan “Departemen Efisiensi Pemerintah” yang bertujuan untuk memangkas pengeluaran federal.

Baca juga: Donald Trump-JD Vance Resmi Jadi Presiden dan Wapres AS, Ini Bunyi Sumpah Pelantikannya

Bisa hambat Indonesia?

Sementara itu, pakar menilai, kebijakan perang tarif yang akan dikenakan oleh Trump berpotensi akan menekan aktivitas produksi di negara-negara produsen utama seperti China, Meksiko, dan Kanada.

Kondisi tersebut, pada gilirannya bisa menghambat Indonesia untuk menuai manfaat dari keanggotaan BRICS atau kelompok dari negara-negara yang semula hanya beranggotakan Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan.

Pengamat kebijakan hubungan internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Nur Rachmat Yuliantoro, mengatakan adanya kebijakan perang tarif dapat mengganggu stabilitas ekonomi global dengan meningkatkan ketidakpastian perdagangan.

Bahkan, iklim investasi juga mungkin akan terganggu, karena investor cenderung menghindari risiko.

Sebagai konsekuensinya, kondisi ini dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia.

Pasalnya, keanggotaan penuh Indonesia di BRICS berpotensi menaikkan nilai tawar Indonesia dalam menghadapi kebijakan proteksionis Amerika Serikat di masa pemerintahan kedua Trump.

Maka dari itu, Rahmat menyaankan, Pemerintah Indonesia dapat memperkuat kerja sama perdagangan dan investasi dengan para anggota BRICS lainnya sehingga bisa mengembangkan pasar lebih jauh.

“Bergabung dengan BRICS diharapkan bisa meningkatkan postur kekuatan dan daya saing Indonesia di kancah global,” kata Rachmat dalam keterangan kepada wartawan pada Selasa (14/1/2025), dikutip dari laman resmi UGM.

Ketua Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada juga menilai rencana kebijakan Trump terkait perang tarif berisiko pada pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, karena terganggunya aliran investasi dan perdagangan.

Baca juga: Ini 2 Alkitab yang Dipakai dalam Pelantikan Donald Trump sebagai Presiden AS

“Perlu adanya penguatan dasar-dasar ekonomi, termasuk menjaga tingkat inflasi dan meningkatkan cadangan devisa negara,” terang dia.

Belum selesai di situ, kebijakan perang dagang Amerika Serikat dengan China, Meksiko, dan Kanada tentu akan memberikan peluang, tetapi juga terdapat adanya tantangan bagi ekonomi Indonesia.

Jika tarif tinggi dikenakan pada produk China, Indonesia salah satunya dapat menawarkan alternatif produk. Namun, jika kebijakan Donald Trump membuat ekonomi global melambat, permintaan untuk produk alternatif itu juga bisa turun.

“Inovasi adalah kata kunci untuk membuat produk Indonesia semakin berkualitas sehingga daya saing global juga meningkat,” ungkapnya.

Leave a comment