Slow Living Di Area Eco Friendly
Slow living adalah cara hidup yang lebih santai dan membuat nyaman dalam menjalani kehidupan. Konsep hidup yang tak perlu membuat seseorang terburu-buru apalagi instan mengejar target pekerjaan.
Kondisi demikian tentunya akan membuat bahagia jiwa karena tubuh merespon sisi ketenangan. Tambahan pula, tak ada tuntutan kerja yang harus on time.
Wilayah atau kota yang cocok untuk menjalani slow living adalah yang menerapkan konsep eco friendly. Bagaimanapun juga, slow living idealnya akrab dengan lingkungan dan berdampingan harmonis dengan alam.
Berbicara praktik baik slow living ini, saya sangat terkesan dengan suasana di Sanbangsan dan dan Yongmeori, Seogwipo, Pulau Jeju, Korea Selatan.
Kota kecil yang tepatnya disebut desa di pesisir tenggara Pulau Jeju ini sangat ramah lingkungan. Hamparan luas lahan pertanian sayuran dan jeruk Jeju berpadu harmonis dengan bangunan dan fasilitas pendukung mobilitas warga.
Sumber makanan dari hasil pertanian dan laut yang masih fresh adalah impian menjalani slow living. Bertani di sekitar rumah, halaman, pekarangan, sistem hidroponik, dll.
Untuk menikmati sayuran sangat segar versi saladponic bisa dinikmati dari hasil tanam rumah sendiri.
Teknologi modern ada, tetapi tak mengganggu apalagi merusak kenyamanan lingkungan di sekitarnya.
Jalur pejalan kaki tersedia di mana-mana. Kendaraan umum yang tersedia hanya bus dan beberapa taksi.
Di Indonesia sendiri, banyak daerah yang bisa menjadi tujuan slow living. Area Pulau Jawa dengan konsep hidup ala Suku Baduy bisa dicontoh.
Idealnya, slow living tak lepas dari pola hidup yang bisa berkontribusi untuk sustainable development goals (SDGS). Warga hidup nyaman dan santai, lingkungan sekitar menerima manfaatnya.
Tak ada budaya buang sampah sembarangan. Artinya manajemen pengolahan sampah benar-benar berdampak untuk kelestarian lingkungan.
Makan secukupnya dan tak berlebihan. Makanan sederhana tapi bergizi dan segar dari alam.
Sayuran hijau dari lingkungan sekitar rumah dihasilkan dari tanaman yang bebas zat kimia. Demikian pun dengan sumber buah-buahannya.
Kalaupun berbicara slow living di saat masih kerja, opsi work from home bisa jadi alternatif. Hidup santai di depan laptop dari emper rumah sambil menuntaskan pekerjaan.
Jadi, tak perlu terburu-buru kejar bus, taksi atau nyetir sendiri menembus kemacetan mengejar target pekerjaan.
Slow living tak membutuhkan target konsumsi uang yang berlebihan. Aktifitas fisik dominan, alam terlindungi dan sumber makanan dari lingkungan sekitar.