Informasi Terpercaya Masa Kini

Biskuit dan Bubuk Kelor, Inovasi dari Manggarai Timur NTT untuk Indonesia demi Atasi Stunting

0 2

KOMPAS.com – Di tengah hujan lebat yang mengguyur Desa Nanga Labang, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur, mahasiswa Universitas Katolik Santo Paulus Ruteng terlihat sibuk mengolah daun kelor menjadi biskuit dan bubuk kelor.

Kegiatan ini berlangsung di Rumah Wunut, Senin (16/12/2024), sebagai bagian dari upaya mengatasi masalah stunting yang masih mengancam generasi muda di daerah tersebut.

Meskipun kelor melimpah sebagai tanaman lokal yang kaya gizi, angka stunting di Manggarai Raya, yang mencakup Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur, dan Manggarai Barat, tetap tinggi.

Baca juga: Proses Stunting Terjadi Bertahap, Kenali Tanda Awalnya

Doni Parera, pendiri LSM Insan Lantang Muda (Ilmu), mengungkapkan bahwa hasil survei lembaganya menunjukkan banyak ibu di wilayah tersebut belum memahami manfaat kelor dan enggan mengonsumsinya.

“Beberapa di antaranya bahkan mengaitkan kelor dengan hal-hal mistis,” ungkap Parera, yang juga menyebutkan bahwa aroma khas kelor menjadi alasan lain mengapa banyak yang tidak mengonsumsinya.

Menanggapi tantangan tersebut, LSM Ilmu berinovasi mengolah kelor menjadi produk yang lebih menarik dan mudah diterima, terutama oleh anak-anak.

“Setelah serangkaian uji coba, biskuit ini ternyata disukai oleh anak-anak,” kata Parera.

Meskipun lembaganya tidak dapat beroperasi secara komersial, mereka membentuk Koperasi Perempuan Desa Maju (Kopersama) untuk memproduksi dan memasarkan produk tersebut.

Setelah dua tahun berjalan, produk biskuit dan bubuk kelor dari Kopersama berhasil menembus pasar yang lebih luas, termasuk toko suvenir di Labuan Bajo.

“Permintaan untuk produk kelor semakin meningkat, bahkan beberapa pemerintah daerah mulai menghubungi kami untuk memperoleh bubuk dan biskuit kelor sebagai bagian dari proyek pengentasan stunting,” kata Parera.

Baca juga: Cegah Stunting di Daerah Rawan Banjir Semarang Lewat Rumah Anak SIGAP

Stok bubuk kelor di Rumah Wunut mencapai 1,2 ton, dengan bahan baku daun kelor didatangkan dari Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada, yang mengikuti program penanaman pohon kelor.

Parera menjelaskan proses pembuatan biskuit dan bubuk kelor, yang melibatkan perempuan dalam pengeringan dan penggilingan daun kelor untuk menghasilkan bubuk yang kemudian diolah menjadi biskuit.

“Kami melibatkan kaum perempuan dalam Kopersama demi asupan gizi anak-anak mereka,” tambahnya.

Untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat, LSM Ilmu mendirikan PT Flores Tanah Bora, sebuah perusahaan yang dikelola secara profesional untuk memproduksi dan mendistribusikan produk kelor dalam skala besar.

“Kami mendirikan perusahaan karena kebutuhan semakin tinggi dan pemerintah daerah di Pulau Flores membutuhkan produk kami untuk mendukung program penanggulangan stunting,” ungkap Parera.

PT Flores Tanah Bora juga mengajak masyarakat, khususnya petani, untuk menanam kelor secara massal.

“Ini adalah bagian dari strategi untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang cukup untuk masa depan,” kata Parera, yang menambahkan bahwa mereka ingin berkontribusi dalam memerangi stunting dan mendukung visi Indonesia Emas 2045.

Produk biskuit dan bubuk kelor diberi merek CAP TANJUNG BENDERA, dengan tujuan mengangkat tempat wisata lokal di Manggarai Timur.

Baca juga: Makanan Khusus untuk Memperbaiki Kondisi Anak Stunting

Kelor dinobatkan oleh Badan Pangan Dunia PBB dan WHO sebagai satu dari delapan superfood karena kandungan gizinya yang luar biasa.

Parera berharap, dengan meningkatnya kesadaran akan manfaat kelor, semakin banyak perempuan di NTT yang menyajikan kelor di meja makan keluarga.

“Kami ingin membantu pemerintah dalam mencegah kasus stunting di daerah ini dengan mempromosikan dan membeli produk biskuit dan bubuk kelor,” tutupnya.

Leave a comment