Kekecewaan Ahmad Dhani Pendapatan Royalti Musik Hanya Rp 900 Juta di 2023, LMKN Dinilai Gagal Mengelola
JAKARTA, KOMPAS.com – Musisi dan pencipta lagu Ahmad Dhani membahas tentang tata kelola royalti musik di Indonesia yang masih menghadapi berbagai permasalahan.
Ahmad Dhani juga menyoroti kinerja Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang dinilai belum maksimal dalam pengumpulan royalti pertunjukan musik (performing rights) atau live event.
Pembahasan tersebut langsung disampaikan di hadapan Menteri Ekonomi Kreatif (Ekraf) Teuku Riefky Harsya.
Baca juga: Ahmad Dhani: LMKN Gagal Kelola Royalti Pertunjukan Musik
Kompas.com merangkumnya sebagai berikut
Kecewa dengan Angka Royalti Live Event
Dhani mengungkapkan kekecewaannya terhadap pendapatan royalti musik, khususnya dari pertunjukan musik atau live event, yang pada tahun 2023 hanya mencapai Rp 900 juta.
Angka ini jauh dari harapan, terutama dibandingkan dengan total pendapatan royalti dari televisi, radio, dan sektor lainnya yang mencapai Rp 140 miliar.
“Dari keseluruhan royalti Rp 140 miliar sekian, yang dari pertunjukan musik hanya Rp 900 juta. Itu di bawah 1 persen,” kata Ahmad Dhani dalam konferensi pers acara Forum Group Discussion (FGD) Tata Kelola Royalti Musik di Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2024).
Personel Dewa 19 ini menegaskan bahwa angka tersebut menjadi bukti bahwa LMKN dan LMK belum efektif serta membutuhkan transparansi.
Baca juga: Sebut Pengumpulan Royalti Pertunjukan Musik Hanya Rp 900 Juta, Ahmad Dhani: yang Lain Bisa Rp 140 Miliar
“Jadi itu data yang sesungguhnya membuat para pencipta lagu menjadi murka, karena kenapa hanya Rp 900 juta per tahun dari seluruh konser di Indonesia. Sementara dari sektor lain bisa Rp 140 miliar. Itu di bawah 1 persen; royalti pertunjukan musik hanya berhasil dikumpulkan 1 persen,” tutur Dhani.
“Selama ini LMK dan LMKN sudah 10 tahun ada di Republik ini, tetapi sepertinya tidak berniat menciptakan sistem yang lebih baik untuk pertunjukan musik,” tambah Dhani.
LMKN dan LMK Dinilai Gagal Kelola Royalti Musik
Dhani melanjutkan, LMKN dan LMK dinilai gagal dalam mengelola royalti, khususnya untuk pertunjukan musik.
Ia menegaskan bahwa hal ini harus menjadi perhatian serius agar para pencipta lagu dapat memperoleh kesejahteraan atas karya mereka.
“Untuk tahun 2024 dan 2025 ini, kita fokus pada tata kelola pertunjukan musik dulu. Ini yang kita sanggup ambil alih dari LMKN supaya mereka sadar bahwa mereka tidak perform dalam menarik royalti pertunjukan musik,” ungkap Dhani.
Baca juga: Menteri Ekonomi Kreatif Terima Masukan soal Permasalahan Royalti Musik
“Kesimpulannya, LMKN gagal dalam mengelola royalti pertunjukan musik sehingga sangat dibutuhkan sebuah peraturan baru,” tambah Dhani.
Tanggapan Menteri Ekonomi Kreatif
Menteri Ekonomi Kreatif Teuku Riefky Harsya mengaku akan berupaya mencari solusi untuk permasalahan royalti yang belum terselesaikan.
Ia menegaskan segera melakukan pembenahan agar lebih transparan dan memastikan royalti tersebut tepat sasaran.
“Spiritnya semuanya sama, yaitu bagaimana masalah royalti dan tata kelola musik di Indonesia perlu dibenahi agar akuntabel dan lebih efisien,” ujar Riefky.
Baca juga: Sistem Manajemen Royalti Hadir, Terobosan Baru Pendistribusian Royalti Musik
“Sehingga bisa benar-benar tepat sasaran sampai kepada pengarang lagunya,” tambahnya.
Teuku Riefky juga menegaskan bahwa penyelesaian masalah royalti musik membutuhkan kerja sama lintas kementerian.
“Kami bersama DPR RI, Mas Dhani, juga akan menyuarakan hal ini dan memfasilitasi. Kenapa? Karena ini domainnya tidak hanya di satu kementerian, perlu kolaborasi antara Kementerian Ekonomi Kreatif, Kementerian Hukum, Kementerian Kebudayaan, dan mungkin beberapa kementerian lainnya,” ucap Riefky.
“Semangatnya adalah bagaimana solusi yang ditawarkan dari ekosistem musik ini bisa didengar dan digunakan sebagai kebijakan pemerintah,” tambah Riefky.