Viral Video Kepala BMKG Sebut Gempa Megathrust Lumpuhkan Jakarta, Ini Penjelasan Dwikorita

Dwikorita meluruskan, video yang viral itu telah dipenggal oleh pihak tidak bertanggung jawab sehingga dapat dimaknai berbeda oleh warganet.

Viral Video Kepala BMKG Sebut Gempa Megathrust Lumpuhkan Jakarta, Ini Penjelasan Dwikorita

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati membantah narasi dalam video di TikTok yang menyebutkan bahwa DKI Jakarta akan mengalami kelumpuhan akibat gempa megathrust.

Dwikorita meluruskan, video yang viral itu telah dipenggal oleh pihak tidak bertanggung jawab sehingga dapat dimaknai berbeda oleh warganet. Hal itu dinilai mampu menimbulkan keresahan masyarakat.

“(Video) itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 di Senayan, Jakarta," ungkap Dwikorita dalam keterangan tertulis, Minggu (17/3/2024).

"Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di Bali,” lanjut dia. 

Baca juga: Guncang Selatan Jawa, Apa Itu Gempa Megathrust?

Dwikorita menjelaskan, kata lumpuh yang dimaksudkan di hadapan Anggota Komisi V DPR RI adalah terputusnya jaringan komunikasi yang disebabkan oleh rusaknya berbagai infrastruktur komunikasi, yakni Base Transceiver Station (BTS), akibat gempa megathrust.

Hal itulah yang coba diantisipasi oleh BMKG dengan membangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami atau InaTEWS sebagai fungsi back-up atau cadangan di Bali, meskipun di Jakarta sudah ada.

Keberadaan gedung InaTEWS di Bali ini merupakan sebagai bagian dari mitigasi dan manajemen risiko dalam kondisi darurat apabila sewaktu-waktu operasional InaTEWS di Kemayoran, Jakarta, mengalami kelumpuhan.

Menurut Dwikorita, pembangunan Gedung InaTEWS didasarkan pada skenario terburuk, yaitu apabila gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak kurang lebih dari 250 kilometer dari tepi pantai.

Dalam skenario terburuk tersebut, gempa megathrust berkekuatan M 8.7 diperkirakan dampaknya mampu melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta lantaran terputusnya atau lumpuhnya jaringan komunikasi, ataupun robohnya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan tahan gempa dan likuefaksi.

"Maka, sebagai upaya manajemen risiko demi keberlanjutan operasional sistem peringatan dini, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980 an," papar Dwikorita. 

Baca juga: Sejarah Gempa Mentawai di Zona Megathrust hingga Memicu Tsunami

"Sementara Gedung Operasional Cadangan yang ada di Denpasar perlu disiapkan dengan desain khusus Tahan Gempa. Gedung di Bali sebagai back up jika sewaktu-waktu InaTEWS yang di Jakarta benar-benar mengalami kelumpuhan," lanjut dia.

Dwikorita berharap, penjelasan ini dapat meredakan rasa khawatir masyarakat akibat beredarnya potongan video pada aplikasi TikTok dengan narasi yang tidak sesuai konten dan konteksnya.

Ia pun berharap masyarakat lebih jeli dan hati-hati serta tidak menelan mentah-mentah isu atau kabar yang bersumber dari media sosial.

"Pastikan informasi yang diperoleh hanya dari BMKG. Karena hanya BMKG lah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika," ucap Dwikorita.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow