Ukraina Diklaim Kehilangan 111.000 Tentara Tahun Ini,Pasien AIDS and TBC Dipaksa Ikut Wajib Militer

- Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu mengklaim sudah ada lebih dari 111.000 tentara Ukraina yang tewas sejak awal tahun ini. Klaim itu disampaikan Shoigu saat rapat kabinet pada hari Jumat, (4/5/2024). Dikutip dari Russia Today, Shoigu mengatakan pasukan terus menghancurkan pertahanan Ukraina di sepanjang garis pertahanan. Menurut dia, sepanjang tahun ini Rusia sudah merebut wilayah seluas 547 km persegi. Shogu berujar Amerika...

Ukraina Diklaim Kehilangan 111.000 Tentara Tahun Ini,Pasien AIDS and TBC Dipaksa Ikut Wajib Militer

TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu mengklaim sudah ada lebih dari 111.000 tentara Ukraina yang tewas sejak awal tahun ini.

Klaim itu disampaikan Shoigu saat rapat kabinet pada hari Jumat, (4/5/2024).

Dikutip dari Russia Today, Shoigu mengatakan pasukan terus menghancurkan pertahanan Ukraina di sepanjang garis pertahanan.

Menurut dia, sepanjang tahun ini Rusia sudah merebut wilayah seluas 547 km persegi.

Shogu berujar Amerika Serikat (AS) dan sekutunya mendesak Ukraina untuk mengabaikan kerugian dalam pertempuran.

Hasilnya, Ukraina kehilangan 1.000 tentara tiap hari sepanjang bulan April lalu.

Di samping itu, Shoigu mengklaim beberapa warga Ukraina dipaksa bertempur di garis depan meski enggan bertempur.

Dia menuding para pemimpin Ukraina tega mengorbankan rakyatnya agar terus mendapatkan bantuan keuangan dan militer dari Barat.

Selain menewaskan banyak tentara Kiev, Rusia juga sudah menghancurkan 21.000 senjata berat yang dioperasikan tentara Ukraina.

Pada bulan April lalu Shoigu memperkirakan jumlah tentara Ukraina yang tewas sejak perang atau "operasi militer khusus" di Ukraina dimulai.

Paksa pasien HIV/AIDS ikut wajib militer

Baca juga: Prajurit Kiev: Tak Ada yang Sudi Gabung Pasukan Ukraina, Banyak yang Kabur Lewat Sungai & Tenggelam

Kementerian Pertahanan Ukraina mengeluarkan aturan baru dalam kebijakan wajib militer.

Menurut aturan ini, penderita HIV/AIDS, TBC, dan kanker serta pecandu obat-obatan akan dipaksa ikut berdinas dalam ketentaraan Ukraina.

Aturan terbaru ini menghilangkan kebijakan "kelayakan sebagian" sehingga nantinya akan ada evaluasi kelayakan menjalani wajib militer bagi warga Ukraina.

Pejabat militer akan menentukan apakah kesehatan seorang warga negara bisa memungkinkannya bertempur di garis depan atau berdinas di bagian belakang.

Sebagai contoh, penderita TBC hanya akan ditolak mengikuti wajib militer jika memiliki kerusakan paru-paru yang parah dan bisa menularkan penyakit itu.

Penderita kanker dan HIV AIDS yang berada dalam kondisi remisi juga berkemungkinan besar dianggap cocok untuk sejumlah posisi, tergantung pada kegunaan mereka.

Warga yang memiliki penyakit yang kurang parah diminta untuk mengikuti pemeriksaan baru dalam 6 bulan.

Mereka yang dianggap "dirawat secara klinis" akan diberi tugas yang lebih ringan.

Adapun pasien dengan "perubahan residu setelah TBC ditangani" bisa dikirim ke garis depan pertempuran.

Ukraina juga mengambil langkah yang sama untuk para penderita gangguan mental.

Penderita skizofrenia yang jarang kambuh dan penderita kecanduan narkoba dalam taraf ringan akan mendapat tugas selain bertempur.

Baca juga: Intel: Hanya Soal Waktu Rusia Berhasil Rebut Chasiv Yar dari Ukraina

Sementara itu, penderita gangguan stres pascatrauma (PTSD) bakal ditolak sepenuhnya jika mereka menderita masalah serius.

Awal tahun ini Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengklaim Ukraina "hanya" kehilangan 31.000 tentara sejak perang dengan Rusia dimulai.

Angka ini disebut terlalu rendah, bahkan oleh media Barat sekalipun.

Militer Ukraina berniat menambah ratusan ribu tentara. Dilaporkan ada banyak tentara yang kelelahan di garis depan dan perlu dirotasi.

Tak ada yang sudi jadi tentara

Sementara itu, seorang tentara Ukraina yang berdinas di Batalion Azov mengklaim tidak ada yang sudi bergabung dengan pasukan Ukraina.

Tentara yang dilaporkan bernama Nico itu mengungkapkan situasi pelik yang kini dihadapi Ukraina.

Dia menyebut ada banyak warga Ukraina yang menghindari wajib militer.

“Sekarang tak ada yang bersedia bergabung dengan Angkatan Bersenjata Ukraina,” ujar Nico kepada media setempat, dikutip dari Sputnik News.

Nico mengaku harus tetap bertempur meski sudah kehilangan satu kakinya di medan perang. Kata dia, tidak ada personel lain yang menggantikannya.

Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-801: Serangan Drone Rusia Picu Kebakaran dan Lukai 3 Orang di Kharkiv

Dalam beberapa bulan terakhir Ukraina memang kekurangan personel militer.

Para tentara negara di Eropa Timur itu mulai letih karena tidak dirotasi. Kedisiplinan mereka berkurang sehingga efektivitas pasukan turut menurun.

Di sisi lain, Rusia justru sedang di atas angin. Pasukan Rusia berhasil menguasai satu desa di Republik Rakyat Donetsk dengan mudah, hampir tanpa perlawanan.

Nico kembali menegaskan tidak ada satu pun yang rela berjuang di garis depan pertempuran.

Bahkan, beberapa pekan belakangan muncul kabar sejumlah pasukan Ukraina menolak menerima perintah dari panglima tertinggi Ukraina yang baru, Oleksandr Syrsky.

Syrsky kurang disukai dibandingkan dengan panglima sebelumnya, yakni Valerii Zaluzhny.

Nico mengklaim warga Ukraina yang sudah memenuhi umur wajib militer relah melakukan segalanya agar bisa menghindari wajib militer.

“Termasuk berenang menyeberangi Sungai Tisza dan menenggelamkan diri di sana,” kata Nico.

Sekitar 22 warga Ukraina dilaporkan tewas saat mencoba menyerangi Sungai Tisza yang menjadi batas antara Ukraina dan Romania.

(Tribunnews/Febri)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow