Tarif KRL Bakal Naik, Pemerintah Disarankan Kurangi Jumlah Subsidi

Pemerintah disarankan untuk mengalihkan subsidi tarif KRL Jabodetabek ke moda transportasi lain bila kenaikan tarif KRL jadi direalisasikan.

Tarif KRL Bakal Naik, Pemerintah Disarankan Kurangi Jumlah Subsidi

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah perlu mempertimbangkan ulang alokasi skema subsidi atau public service obligation (PSO) untuk tarif KRL Jabodetabek di tengah munculnya rencana penyesuaian tarif moda transportasi ini.

Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menuturkan, pemerintah melalui DIPA Kemenkeu menganggarkan PSO untuk perkeretaapian sebesar Rp3,5 triliun pada 2023. Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp1,6 triliun di antaranya diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek. 

Di sisi lain, pada tahun yang sama anggaran untuk bus perintis di 36 provinsi hanya diberikan sebesar Rp177 miliar atau 11% dari PSO KRL Jabodetabek.

Baca Juga : Tarif KRL Jabodetabek Bakal Naik! KCI Sudah Lakukan Pembahasan

“Ini tidak berimbang. Kepentingan layanan transportasi umum daerah terdepan, tertinggal, dan terluar [3T] se-Indonesia kalah jauh ketimbang warga Jabodetabek,” kata Djoko pada Minggu (5/5/2024).

Djoko mengatakan, jika penyesuaian tarif KRL Jabodetabek terealisasi, anggaran PSO perkeretaapian sebaiknya dapat dialihkan untuk menambah anggaran bus perintis yang dioperasikan di Indonesia agar tidak ada ketimpangan anggaran.

Baca Juga : : Tarif KRL Bakal Naik? KAI Commuter Ikut Keputusan Kemenhub

Menurut Djoko, pemberian skema PSO untuk pengguna KRL Jabodetabek tidak tepat. Pasalnya, berdasarkan hasil sejumlah riset, sebagian besar pengguna moda transportasi ini adalah kelompok masyarakat ekonomi mampu.

Djoko memaparkan, survei LM FEUI pada 2016 lalu menyebutkan, penumpang KRL Jabodetabek yang memiliki penghasilan Rp3 juta-Rp7 juta per bulan adalah sebanyak 63,78%. 

Baca Juga : : Kemenhub Kaji Tarif KRL Naik, Pengamat Ingatkan Soal Ini

Kemudian, hasil survei yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)-Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kementerian Perhubungan tahun 2021 menyatakan bahwa penumpang yang memiliki penghasilan kurang dari Rp4 juta sebulan sebanyak 56,06%, sementara untuk yang berpenghasilan lebih dari Rp4 juta sebanyak 43,94%. 

Riset tersebut juga mencatat pengguna KRL Jabodetabek mayoritas bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan paling tinggi Rp4 juta.

Sementara itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh Dwi Ardianta, Hengki Purwoto, dan Agunan Samosir dalam Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik Trisakti pada Juli 2022 menyimpulkan pemberian PSO KRL Jabodetabek tidak tepat sasaran karena sekitar 60% pengguna adalah kelompok mampu. 

Selain itu, volume penumpang KRL Jabodetabek tidak terpengaruh terhadap penyesuaian atau kenaikan tarif terutama pada kelompok masyarakat mampu. 

“Karakteristik penumpang didominasi oleh kelompok berpenghasilan tinggi dan jenis perjalanan komuter yang bersifat inelastis. Nilai elastisitas terhadap tarif KRL Jabodetabek tergantung pada karakter perjalanan, karakter penumpang, karakter dan layanan kota, dan besaran dan arah perubahan tarif,” kata Djoko.

Tarif Khusus

Sementara itu, agar masyarakat lemah tidak terbebani kenaikan tarif KRL Jabodetabek nantinya, Djoko mengatakan KAI Commuter dan Pemprov DKI Jakarta dapat memberikan subsidi khusus bagi kelompok penumpang tertentu.

Dia menuturkan, cara ini telah diberlakukan Pemprov Jawa Tengah dalam mengoperasikan angkutan umum bus Trans Jateng dan Pemkot Semarang dalam layanan Trans Semarang.

Tarif Trans Semarang yang dikelola Pemerintah Kota Semarang adalah Rp4.000 per orang. Kemudian, ada tarif khusus Rp1.000 yang diberikan kepada pelajar/mahasiswa, pemegang kartu identitas anak (KIA), anak usia di bawah 5 tahun (balita), disabilitas, usia 60 tahun ke atas dan veteran.

Sementara itu, Trans Jateng yang dikelola Pemprov Jawa Tengah bertarif Rp4.000, dengan pemberian tarif khusus Rp2.000 untuk pelajar, mahasiswa dan buruh.

Djoko menyebut, pengelola KRL Jabodetabek dapat membuka pendaftaran bagi warga yang mau mendapatkan tarif khusus tersebut. Jika buruh, selain menunjukkan KTP, mereka juga bisa menunjukkan surat keterangan dari tempat bekerja atau RT setempat

Serlanjutnya, pemberian sanksi dapat dilakukan jika ada masyarakat yang ketahuan berbohong dalam proses verifikasi dokumen identitasnya.

“Sanksi yang dikenakan dapat berupa larangan atau blacklist menggunakan KRL sementara waktu,” kata Djoko.

Sebelumnya, PT Kereta Commuter Indonesia atau KAI Commuter menyatakan, rencana kenaikan tarif KRL Jabodetabek masih terus dibahas. 

Direktur Operasi dan Pemasaran KAI Commuter Broer Rizal mengatakan, penyesuaian tarif KRL Jabodetabek memang telah direncanakan. Dia menuturkan, KAI Commuter dan pihak terkait lain masih terus membahas rencana tersebut, termasuk juga besaran kenaikan yang akan dilakukan. 

Namun, dia masih enggan menjelaskan lebih lanjut saat ditanyakan terkait besaran kenaikan tarif KRL Jabodetabek atau kapan tarif baru tersebut akan diberlakukan. 

"Usulan pembahasannya memang sudah dilakukan di waktu-waktu kemarin, tetapi untuk sekali lagi belum diputuskan untuk bisa dilaksanakan sekarang." kata Broer.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow