Tak Sejalan, Begini Beda Pandangan Sri Mulyani dan Prabowo soal Rasio Pajak

Menkeu Sri Mulyani Indrawati berbeda pandangan dengan Capres Prabowo Subianto soal rasio pajak (tax ratio). Simak informasinya berikut ini.

Tak Sejalan, Begini Beda Pandangan Sri Mulyani dan Prabowo soal Rasio Pajak

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati berbeda pandangan dengan Calon Presiden nomor urut dua, Prabowo Subianto soal rasio pajak (tax ratio). Seperti apa perbedaan keduanya? Simak informasinya berikut ini.

Baru-baru ini Sri Mulyani menyatakan bahwa Indonesia masih terus berupaya mendorong peningkatan tax ratio. “Kita semua tahu bahwa Indonesia masih berjuang untuk meningkatkan tax ratio,” kata Sri Mulyani saat memberikan pidato berbahasa Inggris dalam Mandiri Investment Forum 2024 di Hotel Fairmont, Jakarta, Selasa, 5 Maret 2024.

Rasio pajak merupakan perbandingan penerimaan pajak dengan produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi.

Sri Mulyani menyatakan pemungutan pajak bukan hanya sebagai fungsi dari institusi dan kebijakan, tetapi juga terkait dengan basis pajak. Menurut dia, lebih dari 47 persen perekonomian di Indonesia tidak termasuk dalam basis pemungutan pajak.

“Kita hanya mengandalkan sekitar 53 persen (penagihan pajak) saja. Hal ini disebabkan oleh banyaknya ekonomi informalitas di dalam negeri, serta banyak pengecualian sektor ekonomi yang tidak kena pajak,” ucap Bendahara Negara itu.

Lebih jauh, Sri Mulyani menuturkan, minimnya pemungutan pajak juga diakibatkan oleh kebijakan pemerintah yang memberikan beberapa insentif. Selain itu juga dipengaruhi oleh tingginya belanja negara untuk pembangunan, mulai dari pendidikan dasar, infrastruktur, jaringan pengamanan sosial kesehatan, hingga keamanan.

Namun begitu, ia yakin bahwa Indonesia dapat mengembalikan rasio pajak yang sempat anjlok lantaran pandemi Covid-19. “Jika melihat tax ratio setelah menurun sangat tajam akibat pandemi, sekarang kami akselerasi kembali,” ujar Sri Mulyani.

Prabowo Targetkan Kenaikan Rasio Pajak

Berbeda dengan Sri Mulyani, Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus Capres nomor urut dua Prabowo Subianto yang justru yakin bahwa Indonesia sebagai anggota kelompok 20 negara (G20) dengan perekonomian terbesar dunia mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

“Di pesisir utara Pulau Jawa, di pesisir utara Jakarta, ada masyarakat yang hidup terendam air sampai setinggi lutut mereka di dalam rumahnya. Ini harus kita atasi, dan akan kami atasi. Saya bertekad mengatasi ini karena kita jadi anggota G20, tapi ada warga yang hidup dengan kondisi seperti itu,” kata Prabowo dalam kesempatan yang sama di Mandiri Investment Forum 2024.

Dia optimistis Indonesia dapat mencapai kesejahteraan, termasuk di antaranya dengan meningkatkan rasio pajak hingga 16 persen terhadap PDB, seperti negara-negara di kawasan ASEAN, yaitu Thailand, Kamboja, dan Vietnam.

“Rasio pajak kita, saya pikir, ada di kisaran 10 persen, sedangkan negara-negara tetangga 16 persen. Malaysia, Thailand 16 persen, Kamboja, Vietnam sekitar 16, 17, 18 persen. Ada banyak ruang untuk terus naik,” ucapnya.

Selain itu, Prabowo yakin bahwa angka pertumbuhan ekonomi dapat menembus 8 persen. “Perkiraan saya, dalam empat atau lima tahun ke depan, kita dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 8 persen, bahkan mungkin lebih,” ujarnya.

Istilah rasio pajak juga sempat ramai diperbincangkan dalam Debat Cawapres beberapa waktu lalu. Saat itu, pasangan Prabowo yakni Cawapres Gibran Rakabuming Raka mengatakan ingin meningkatkan rasio dan penerimaan pajak dengan membentuk badan penerimaan pajak.

“Yang namanya menaikkan rasio pajak dan menaikkan pajak itu berbeda. Gimana cara menaikkan penerimaan atau rasio pajak? Saya sudah bilang di segmen sebelumnya akan membentuk badan penerimaan pajak yang dipimpin langsung oleh presiden,” kata Gibran dalam acara debat cawapres di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Jumat, 22 Desember 2023.

Dia mengungkapkan, badan penerimaan pajak tersebut akan memudahkan koordinasi dengan kementerian-kementerian terkait. Nantinya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serta Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai akan dilebur menjadi badan penerimaan pajak itu.

“Jadi Ditjen Pajak dan Ditjen Bea Cukai akan dilebur jadi satu, supaya hanya fokus pada penerimaan pajak, tidak akan mengurusi masalah pengeluaran lagi,” ucap Gibran.

MELYNDA DWI PUSPITA | DEFARA DHANYA | ANTARA

Pilihan Editor: Tiga Nama Digadang-gadang Calon Menteri Keuangan Kabinet Prabowo Nanti, Berikut Profilnya

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow