Serbuan ke Crocus City Hall Moskow,Faktor AS,Ukraina,dan False Flag ISIS

YOGYA – Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan empat teroris yang menyerbu Crocus City Hall Moskow, Jumat (22/3/2024) menewaskan sekurangnya 141 orang, akan dihukum berat. Putin dalam pidato nasionalnya, Sabtu (23/3/2024), belum menyebut nama maupun pihak mana di balik pembantaian massal warga sipil itu. Namun informasi yang disiarkan media-media Rusia telah menyebut empat pelaku langsung serangan itu ditangkap di wilayah...

Serbuan ke Crocus City Hall Moskow,Faktor AS,Ukraina,dan False Flag ISIS

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA – Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan empat teroris yang menyerbu Crocus City Hall Moskow, Jumat (22/3/2024) menewaskan sekurangnya 141 orang, akan dihukum berat.

Putin dalam pidato nasionalnya, Sabtu (23/3/2024), belum menyebut nama maupun pihak mana di balik pembantaian massal warga sipil itu.

Namun informasi yang disiarkan media-media Rusia telah menyebut empat pelaku langsung serangan itu ditangkap di wilayah Bryansk, saat hendak menyeberang ke Ukraina.

Empat pembunuh berdarah dingin itu diduga keluar dari lokasi penyerbuan, membaur di tengah kerumunan pengunjung pusat pertunjukan yang berusaha menyelamatkan diri.

Keempat tersangka pelaku disebut berpaspor Tajikistan. Mereka masuk Rusia dan beberapa hari menyiapkan aksinya di sebuah flat di pinggiran Moskow.

Mereka membeli sebuah van, dengan kedok akan dijadikan taksi. Belum diketahui secara persis dari mana mereka menerima atau mendapatkan persenjataan yang digunakan.

Dinas intelijen dan pasukan khusus Rusia bergerak cepat melacak keberadaan para pelaku, dan memburunya hingga menemukan mereka di hutan wilayah Bryansk.

Dalam pidatonya Putin menyampaikan poin-poin penting, antara lain menyebut serangan itu barbar dan brutal serta berdarah dingin.

Orang-orang tak bersalah, jadi korban serangan yang diorkestrasi secara terencana dan mempertontonkan gaya pembunuhan ala tentara Nazi.

Tak hanya empat pelaku yang masuk dan mengobral tembakan serta membakar ruang pertunjukan, semua kakii tangan dan jaringan pendananya akan menerima pembalasan.

Mantan inspektur senjata nuklir PBB dan eks perwira intelijen marinir US, Scott Ritter, menengarai jika serangan itu dirancang Ukraina, sudah pasti CIA terlibat menjalankan kebijakan Washington.

Strategi proksi intelijen itu dilakukan dalam upaya mengalahkan Rusia dari dalam. Ada sejumlah petunjuk kuat yang bisa menerangkan peran CIA dan Gedung Putih dalam kasus ini.

Penilaian senada disampaikan eks perwira FSB (dulu KGB), Kolonel Andrey Popov. Ia mengatakan hampir pasti Ukraina yang mengorkestrasi serangan itu.

“Hampir mustahil menyeberangi perbatasan Ukraina-Rusia tanpa berkomunikasi dengan dinas intelijen khusus negara itu,” kata Popov.

Jika benar keempat pelaku berpaspor Tajikistan, maka ini bisa menjawab klaim barat yang mempropagandakan kelompok ISIS ada di balik serangan ini.

Kedutaan AS di Moskow anehnya telah mengeluarkan peringatan akan terjadi sesuatu, menargetkan kerumunan, beberapa hari sebelum peristiwa itu terjadi.

Warga AS yang berada di manapun di Rusia diminta untuk menjauhi kerumunan massa dalam bentuk dan acara apapun.

Lalu Jumat malam, 22 Maret 2024 terjadilah pembunuhan massal di Crocus City Hall Moskow, dan beberapa jam kemudian klaim ISIS dinarasikan secara masif oleh media-media barat.

Pertanyaannya, benarkah ISIS pelakunya? Pertanyaan kedua, bagaimana AS mampu mendeteksi sesuatu dan persis kemudian terjadi?

Kedua pertanyaan ini berkaitan erat. ISIS atau Islamic State adalah kelompok teror paling keji, brutal, yang pernah tercipta dan memporakporandakan Irak dan Suriah.

Bangunan ISIS adalah proyek kontraintelijen yang diprakarsasi AS dan sekutunya, termasuk Israel, untuk mendestabilisasi Timur Tengah.

ISIS dideklarasikan di Mosul, kota terbesar kedua di Irak, oleh Abu Bakr al Baghdady. Dia telah dinyatakan tewas oleh serangan udara AS di Suriah.

Mosul saat itu dikuasai kelompok bersenjata ISIS, yang terus memperluas cengkeramannya hingga menyeberang Suriah.

Gelombang amuk ISIS berlangsung berbulan-bulan, menciptakan horror di Irak maupun Suriah. Mereka merebut kota Raqqa di Suriah, dan berusaha memperluas kekuasaan ke beragai wilayah.

Di Irak, ISIS ini diproyeksikan menghancurkan pengaruh Iran, serta menciptakan horor ke kelompok-kelompok minoritas.

Proyek ini gagal total, setelah Brigade Al Aqsa Garda Republik Iran ikut turun tangan. Bersama pasukan Irak, kelompok pro-Iran ini merebut kembali Mosul.

Di Suriah, ISIS menceburkan diri dalam peperangan yang bertujuan menjatuhkan Presiden Bashar Assad.

ISIS bahu membahu secara tak langsung dengan berbagai kelompok proksi dukungan AS dan sekutunya di Eropa maupun Timur Tengah.

Turki punya proksi di Suriah. Begitu pula Saudi, Emirat, Israel, dan berbagai negara yang berkepentingan dengan ambruknya Suriah.

Kontrol kekuatan barat atas ISIS bisa diperhatikan dari sepak terjang mereka yang tidak pernah mengusik Israel, meski dari Suriah, bisa dilakukan serbuan langsung.

Intelijen AS, Inggris, Kanada, menurut berbagai praktisi dan pakar konflik, banyak terlibat pelatihan, pendanaan, dan penggalangan kader dan simpatisan ISIS dari berbagai penjuru dunia.

Oleh karena itu, ketika Crocus City Hall diserbu, maka narasi pelakunya ISIS dengan mudah dipropagandakan mengingat paspor para tersangka dari Tajikistan.

Apa tujuannya? Ini adalah skenario brutal yang coba dijalankan para pendukung Ukraina ketika Kiev semakin kedodoran dalam pertempuran.

Ini zero zum game. Kultur Amerika mengenal baik bahasa prokem dalam permainan maupun konteksnya dalam peperangan.

Perang, bagi orang Amerika, adalah peristiwa yang menang atau kalah, seperti halnya menang atau kalah dalam sebuah permainan.

Menang atau kalahnya suatu perang bergantung pada pencapaian hasil yang dapat disertifikasi dan diukur, sama seperti pemindaian skor menentukan siapa pemenang atau pecundang dalam sebuah pertandingan atletik.

Prasangka ini mengendap dalam-dalam di benak masyarakat Amerika, yang hidupnya didominasi nilai-nilai kompetitif, gambaran metaforis pertandingan atletik, budaya permainan, yang merupakan bagian besar dari pengalaman sehari-hari.

Konflik Rusia-Ukraina yang jadi strategi perang proksi AS dan anggota NATO di bulan-bulan terakhir ini memperlihatkan wajah suram bagi Ukraina dan para sponsornya.

Rusia sukses merebut kota Avdeevka, yang bisa mengurangi secara signifikan pijakan serangan Ukraina ke wilayah Donbass yang bergabug ke Rusia.

Kehancuran aneka arsenal perang kiriman barat, termasuk tank tempur utama M1 Abrams, Bradley, artileri otomatis Caesar dari Prancis oleh pasukan Rusia jadi pertanda buruk.

Moskow secara strategis telah memenangkan operasi khususnya ke Ukraina. Sebuah perimeter keamanan lebar telah mereka amankan di sepanjang tapal batas Rusia-Ukraina.

Sebaliknya, para sponsor Ukraina kini kesulitan secara finansial dan mendapatkan tekanan ekonomi dan politik hebat untuk menyudahi peperangan di Ukraina.

Tapi para elite elang penganjur perang (hawkish) di Washington dan Brussel, markas Uni Eropa, menghendaki perang Ukraina vs Rusia berlanjut.

Terlebih Vladimir Putin telah terpilih kembali sebagai Presiden Rusia lewat Pemilu beberapa waktu lalu. Ini mimpi buruk buat NATO dan Uni Eropa.

Pada akhirnya, posisi politik, geopolitik, serta ambisi barat untuk menghancurkan Rusia menemukan jalan lewat aksi teror sangat keji ke Crocus City Hall Moskow.

Teror hakekatnya ingin memantik ketakutan massal, melemahkan pihak yang diserang, dan target akhirnya kekalahan lewat cara serampangan ini.

Tapi para pendesain operasi teror ke Crocus City Hall Moskow ini agaknya salah kalkulasi. Mereka bukan menghadapi rezim Irak atau Suriah yang lemah kala itu.

Mereka menghadapi Rusia yang kini sangat kuat, memiliki akar sejarah patriotik hebat, dan keunggulan moril maupun politik dalam pertempuran melawan Ukraina.

Pidato Vladimir Putin merespon serangan ke Crocus City Hall, sikap dinginnya, serta kecepatan intelijen Rusia memburu para pelakunya, hanya indikasi awal akan ada pembalasan dahsyat.

Jelas, Moskow akan meminggirkan narasi ISIS di balik serangan ini, yang digelembungkan media barat. Klaim pelakunya ISIS adalah operasi palsu, sebuah false flag Ukraina dan para sponsornya.

Rusia sudah membuktikan mampu membantu Suriah melenyapkan ISIS dari Raqqa, kota yang pernah diklaim sebagai ibu kota Islamic State.

Rusia hadir dan berperan penting melumpuhkan kelompok militan jaringan ISIS di negara-negara Afrika.

Moskow juga membuktikan sikap tanpa kompromi melawan ekstrimis model ISIS di Dagestan, Chechnya, dan wilayah kaukasus lainnya.

Bahwa kemudian diketemukan data para pelaku adalah orang asing, berbahasa Tajik, ekstrimis idologis tertentu, gagap berbahasa Rusia, dan mengaku bertindak keji demi uang, tidak berarti benar ISIS di balik aksi ini.

Seperti halnya sabotase peledakan jaringan pipa bawah laut Nord Stream-2 di perairan Swedia, klaim pelakunya ekstrimis Ukraina adalah versi yang sangat lemah.

Penghancuran pipa Nord Stream-2, seperti ditulis jurnalis senior Seymour Hersh, adalah pekerjaan intelijen militer AS.

Operasi senyap yang melibatkan komunitas kecil intelijen Denmark, Swedia, dan bahkan Jerman. Pengeboman dilakukan para spesialis militer Angkatan Laut AS untuk penyelaman perairan dalam.

Sabotase itu bertujuan melemahkan Rusia, dan juga upaya paksa AS agar Jerman berpaling dari Moskow terkait sumber energi migas untuk industri mereka.

Sekali lagi, serangan brutal teroris ke Crocus City Hall adalah titik baru yang kemungkinan akan mengubah lansekap terkini konflik Rusia-Ukraina.

Pembalasan Rusia kemungkinan akan jauh melampaui perkiraan banyak pihak, termasuk sponsor Ukraina dari kekuatan NATO dan Uni Eropa.(Setya Krisna Sumarga/Editor Senior Tribun Network)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow