Profil Ali Mochtar Ngabalin yang Mundur dari KSP, Pernah Kritis pada Jokowi hingga Masuk Istana

Ali Mochtar Ngabalin mundur dari jabatannya sebagai Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden atau KSP. Dulu pernah kritis terhadap Jokowi.

Profil Ali Mochtar Ngabalin yang Mundur dari KSP, Pernah Kritis pada Jokowi hingga Masuk Istana

TEMPO.CO, Jakarta - Ali Mochtar Ngabalin mundur dari jabatannya sebagai Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden atau KSP. Alasan di balik pengunduran dirinya adalah untuk maju dalam kontestasi Pemilu 2024 sebagai calon anggota legislatif (Caleg). Ngabalin mundur bersama tujuh tenaga ahli KSP lainnya. Hal ini disampaikan oleh Plt. Deputi IV Kepala Staf Kepresidenan Rawanda Wandy Tuturoong, yang diterima Tempo pada Rabu, 24 Januari 2024.

Sebelumnya, Ngabalin juga pernah cuti sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Bidang Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi KSP pada November 2023. Alasan cuti ini pun sama, maju sebagai Caleg.

Ngabalin lahir di Fakfak, Papua Barat pada Desember 1968. Ia menempuh pendidikan dasar di SD Inpres dan lanjut ke Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah di Fakfak. Ngabalin juga pernah menempuh pendidikan di Muallimin Muhammadiyah, Makassar. Ia merupakan lulusan Sarjana Penerangan Penyiaran Agama Islam di IAIN Alauddin Makassar. Selain itu, Ngabalin juga pernah mengenyam studi di Universitas Indonesia pada jurusan Ilmu Komunikasi.

Ngabalin dikenal juga sebagai politikus, pengajar dan mubaligh. Ia tercatat pernah menjadi anggota Komisi I DPR RI periode 2004-2009 dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi melalui Dapil Sulawesi Selatan II. Saat itu, ia merupakan kader Partai Bulan Bintang (PBB) dan pernah menjadi Ketua DPP PBB. Pada 2010, Ngabalin berpaling ke jaket kuning, ia pindah ke Partai Golkar.

Pernah Kritis terhadap Jokowi hingga Masuk Istana

Dulu, ia juga tercatat kerap mengkritik pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Pada masa Pilpres 2014, Ngabalin menjadi Direktur Politik untuk tim pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Namun, pasangan ini kalah meraup suara. Selain itu, Ngabalin pernah menyebut pemerintahan Jokowi periode pertama berpotensi otoriter. Hal ini ia utarakan setelah Mahkamah Konstitusi menolak gugatan Prabowo-Hatta atas hasil Pilpres 2014.

"Mahkamah Konstitusi memang sudah memutuskan, tapi bukan mustahil bahwa Jokowi dan Kalla nantinya adalah orang yang otoriter," kata Ngabalin dalam dalam laporan Tempo Agustus 2014.

Ia pernah pula meminta para pendukungnya untuk berdoa agar Tuhan memenangkan gugatan mereka terhadap hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi. Kemudian, Ngabalin pernah ikut demonstrasi besar Aksi Bela Islam yang menuntut agar Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dipenjara. Aksi tersebut dikenal sebagai Aksi 411.

Pada 2018, Ngabalin masuk ke lingkaran istana, ia ditunjuk sebagai Tenaga Ahli KSP yang dikepalai oleh Moeldoko. Pada Oktober 2021, Ngabalin ditarik untuk mengisi kursi Komisaris Independen Terminal Petikemas Indonesia.

Selain aktif sebagai politikus, Ngabalin juga seorang mubaligh dan pernah memimpin Pondok Pesantren Darul Fallah di Palu. Kemudian, Direktur Eksekutif Indonesian Network for Crisis, hingga Direktur Eksekutif Adam Malik Center.

Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua DPP Persaudaraan Pekerja Muslim Indonesia, Ketua DPP Badan Komunikasi Pemuda dan Remaja Masjid Indonesia, Sekretaris Dewan Pakar Komite Independen serta Pengawas Kinerja dan Pemilihan Kepala Daerah Indonesia.

Pilihan Editor: Walhi Sebut Pernyataan Gibran Tak Sesuai Fakta: Food Estate Singkong Gagal, Tidak Pernah Panen

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow