Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel Disusun, Gunakan Energi Nuklir

Bappenas mulai menggodok peta jalan dekarbonisasi industri nikel.

Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel Disusun, Gunakan Energi Nuklir

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas mulai menggodok peta jalan dekarbonisasi industri nikel. Peta jalan tersebut ditargetkan bisa selesai September 2024 dan diimplementasikan pada Maret 2025.

“Harusnya (selesai) September ya, karena akan dipakai untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional alias RPJMN 2025–2029,” ujar Direktur Sumber Daya Energi, Mineral dan Pertambangan, Nizhar Marizi, dalam acara Kick Off Penyusunan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri Nikel di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu (3/4).

Bappenas bekerja sama dengan World Resources Institute alias WRI untuk menyusun peta jalan tersebut. Dikutip dari paparan WRI, mereka akan mengadakan kunjungan ke masing-masing smelter nikel dan PLTU pada April hingga Mei 2024.

Pada Juni 2024, data emisi masing-masing smelter dan PLTU sudah terkumpul sehingga membentuk angka garis dasar atau baseline emisi.

Barulah pada Juli 2024, Bappenas dan WRI akan mengadakan FGD untuk mencari strategi tata kelola, pendanaan, hingga di sisi pemerintahan. Sementara pemodelan kebijakan akan dilakukan dalam rentang Agustus hingga September.

“Pada September-Oktober, draf perdana dari peta jalan ini akan selesai dan terintegrasi dengan RPJMN,” tulis paparan WRI.

Akhir tahun ini, WRI akan mengadakan konsultasi publik sehingga finalisasi draf ini tercapai pada Januari 2025. Draf final dari peta jalan ini akan diluncurkan pada Februari 2025 dan diimplementasikan pada Maret 2025.

Berpotensi Gunakan Energi Nuklir

Setelah peta jalan dan RPJMN ini selesai, Nizhar mengatakan, langkah selanjutnya adalah action plan. Dalam lima tahun pertama, mereka akan mengidentifikasi sumber energi yang bisa menggantikan batu bara.

"Apakah itu gas, apakah memang kita sudah siap untuk nuklir? Itu kan harus sesuai dengan rencana pengembangan sumber energi baru," kata Nizhar.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno mengatakan Komisi VII menghendaki energi nuklir masuk ke RUU Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBET). Terkait hal tersebut, DPR menaruh perhatian pada protokol keamanan dan keselamatan dalam pengoperasian energi nuklir.

Menurut Eddy, penggunaan energi nuklir akan menjadi sangat berisiko jika diberikan kepada pihak yang tidak memiliki kompetensi, pengalaman, maupun rekam jejak terkait bidang tersebut. 

“Oleh karena itu, baik (energi nuklir) ukuran besar atau kecil, membutuhkan persetujuan DPR,” ujar Eddy.

RUU EBET telah disampaikan oleh DPR kepada pemerintah pada 14 Juni 2022. RUU EBET merupakan RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022.

Kementerian ESDM dan DPR saat ini tengah menyusun RUU EBET setelah sebelumnya tertunda akibat Pemilu 2024.

Berdasarkan laporan The World Nuclear Industry 2021, Amerika Serikat memiliki jumlah reaktor nuklir terbanyak di dunia, yakni 93 reaktor hingga tahun 2021. Prancis menyusul di urutan kedua dengan 56 reaktor nuklir.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow