Penjajahan Jepang di Korea (1910-1945)

Sejarah Korea dijajah oleh Jepang selama 35 tahun, dari 1910 hingga 1945.

Penjajahan Jepang di Korea (1910-1945)

KOMPAS.com - Salah satu negara yang pernah dijajah Jepang adalah Korea (sekarang Korea Utara dan Korea Selatan).

Korea dijajah oleh Jepang selama 35 tahun, yakni sejak tahun 1910 hingga 1945.

Selama pendudukannya berlangsung, Jepang berusaha menghapus budaya, bahasa, dan sejarah Korea.

Rakyat Korea juga menjadi sasaran sejumlah pembunuhan massal, termasuk di antaranya Pembantaian Gando, Pembantaian Kanto, Pembantaian Jeamni, dan Insiden Sungai Shinano.

Kekejaman semasa penjajahan memicu lahirnya gerakan kemerdekaan Korea, yang sebagian bersifat kooperatif, dan sebagian lainnya bersifat radikal.

Jepang meninggalkan Korea setelah menyatakan menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945, yang menandai kekalahannya dalam Perang Dunia II.

Berikut sejarah penjajahan Jepang di Korea.

Baca juga: Perjanjian Shimonoseki, Lepasnya Korea dan Taiwan dari Tangan China

Mengapa Korea dijajah oleh Jepang?

Pada tahun 1910, Korea dianeksasi Kekaisaran Jepang setelah bertahun-tahun menjadi medan perang, intimidasi, dan intrik politik.

Pendudukan Jepang di Korea resmi dimulai pada 22 Agustus 1910, yang ditandai dengan ditandatanganinya Traktat Aneksasi Jepang-Korea.

Selama lebih dari 1.500 tahun, pertukaran budaya, perdagangan, kontak politik, dan ekonomi, telah terjalin antara Jepang dan Korea.

Pada abad ke-16, Jepang untuk pertama kalinya menginvasi Korea, dan sejak itu dua negara ini kerap terlibat pertempuran.

Menjelang akhir abad ke-19, Jepang mengalami kemajuan di berbagai bidang dan berhasil mengejar modernisasi gaya Barat.

Kekuatan militernya yang baru pertama kali dipamerkan ketika memenangkan Perang China-Jepang I pada 1895.

Perang tersebut ditutup dengan Perjanjian Shimonoseki, yang mengakibatkan Korea tidak lagi berada di bawah naungan China (protektorat China).

Baca juga: Perjanjian Shimonoseki, Lepasnya Korea dan Taiwan dari Tangan China

Perjanjian Shimonoseki menyadarkan Raja Gojong, yang berkuasa di Korea, untuk memperkuat integritas nasional.

Pada 1897, Raja Gojong mendeklarasikan berdirinya Kekaisaran Korea Raya.

Di saat yang sama, Jepang terus menampilkan diri sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan oleh negara Barat dengan menerapkan taktik imperialisme juga.

Selama masa ekspansi ini, Jepang semakin tertarik pada Korea, yang secara geografis dikepung Jepang, China, dan Rusia.

Korea dapat digunakan sebagai wilayah penopang sekaligus pintu masuk untuk menguasai daratan China maupun Rusia.

Apabila tidak dikuasai lebih dulu, Korea juga bisa menjadi pintu masuk negara lain untuk menyerang Jepang.

Selain itu, Jepang merasa Korea adalah negara primitif yang arogan, sehingga perlu direformasi.

Baca juga: Daftar Dinasti yang Pernah Berkuasa di Korea

Setelah deklarasi Kekaisaran Korea Raya, Jepang melakukan serangkaian upaya untuk menguasai Korea.

Jalan semakin terbuka lebar ketika Rusia kalah dalam Perang Rusia-Jepang (1904-1905), menjadikan Jepang satu-satunya kekuatan di area tersebut.

Kemenangan atas Rusia diikuti dengan Perjanjian Jepang-Korea 1905, yang menjadikan Korea berada di bawah naungan Jepang.

Saat itu, Jepang mulai memerintah Korea secara tidak langsung melalui Residen Jenderal Jepang di Korea.

Setelah memaksa Kaisar Gojong turun takhta pada 1907, Jepang secara resmi mulai menjajah Korea pada 1910.

Sejak itu, Korea dikelola oleh Gubernur Jenderal Joseon yang berkedudukan di Keijo (Seoul).

Baca juga: Dinasti Joseon: Sejarah, Kehidupan, Raja-raja, dan Penemuan

Genosida budaya semasa Korea dijajah Jepang

Seperti disinggung sebelumnya, Jepang merasa Korea selalu menunjukkan arogansi terhadap negaranya, baik di bidang politik maupun sosial.

Salah seorang aktivis liberal Jepang, Fukuzawa Yukichi, merasa bahwa Korea adalah negara primitif dan terburuk yang perlu direformasi oleh Jepang.

Oleh sebab itu, pada masa penjajahan, Jepang membuat "perubahan" besar di Korea.

Dapat dikatakan Jepang berusaha menghapus budaya, bahasa, dan sejarah Korea.

Proses "Jepangisasi" dimulai dengan melarang penggunaan nama Korea dan bahasa Korea, baik di sekolah-sekolah maupun di tempat umum.

Pemerintah kolonial menekankan kesetiaan kepada Kaisar Jepang dengan melancarkan beragam propaganda, salah satunya melalui film berbahasa Jepang.

Melansir History, penghapusan memori sejarah Korea dilakukan dengan membakar lebih dari 200.000 dokumen sejarah Korea.

Baca juga: Mengapa Orang Korea Selatan Banyak yang Percaya Sekte Sesat?

Pemerintah Jepang merobohkan lebih dari sepertiga bangunan bersejarah di Seoul, termasuk istana kerajaan Gyeongbokgung, yang dibangun Dinasti Joseon pada 1395.

Situs bersejarah yang dihancurkan kemudian diubah menjadi tempat wisata bagi orang Jepang yang berkunjung ke Korea.

Mengajarkan sejarah di luar persetujuan Jepang juga dapat dianggap sebagai suatu kejahatan oleh pihak berwenang.

Banyak surat kabar yang ditutup, sementara sebagian lainnya masih diizinkan beredar dengan sensor ketat dari pemerintah Jepang.

Selama pendudukan, Jepang tidak hanya mengambil alih tenaga kerja, tetapi juga tanah penduduk Korea.

Hampir 750.000 warga Korea dipaksa bekerja di Jepang dan koloni-koloni lainnya.

Penduduk yang tetap tinggal di Korea, dipaksa bekerja untuk membangun infrastruktur dan industri.

Di samping itu, ada ratusan ribu perempuan Korea yang dijadikan budak seksual di pos-pos militer tentara Jepang.

Baca juga: Jugun Ianfu, Wanita Penghibur atau Korban Kekerasan Tentara Jepang?

Sedangkan tanah yang dirampas dari warga Korea diberikan kepada sekitar 100.000 keluarga Jepang yang menetap di Korea.

Pemerintah kolonial juga mengatur kepercayaan orang Korea dan bagaimana cara mereka beribadah.

"Menyembah dewa-dewa kekaisaran Jepang, termasuk kaisar yang telah meninggal dan roh para pahlawan perang yang membantu mereka menaklukkan Korea pada awal abad ini,” kata sejarawan Donald N Clark sebagaimana dikutip Kompas.com dari History, Senin (8/1/2024).

Pada 1939, pemerintah kolonial mengeluarkan kebijakan baru, yakni memaksa orang Korea memakai marga Jepang.

Bagi warga Korea yang tidak memiliki nama Jepang tidak akan dikenali dalam tataran birokrasi nasional, termasuk tidak diizinkan mengirim surat.

Bagi orang Korea, Jepang tidak hanya menjajah negeri mereka, tetapi juga melakukan genosida budaya Korea.

Baca juga: Agama Apa Saja yang Ada di Korea Selatan?

Akhir penjajahan Jepang di Korea

Selama tiga setengah dekade dijajah, rakyat Korea tidak henti melancarkan perlawanan demi kemerdekaan mereka.

Pada 1 Maret 1919, warga Korea bersatu dan mengumumkan kemerdekaan mereka.

Lebih dari 1.500 demonstrasi terjadi di berbagai daerah, yang segera direspons pemerintah kolonial Jepang secara brutal.

Pada masa Perang Dunia II (1939-1945), perlawanan semakin gencar karena warga Korea dipaksa berperang untuk Jepang.

Gerakan perlawanan bawah tanah mulai terbentuk dan pembangkangan dilakukan dengan cara menolak memakai bahasa Jepang dan membuang nama Jepang mereka.

Pada 15 Agustus 1945, Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

Kekalahan Jepang tidak hanya menandai akhir dari Perang Dunia II, tetapi juga penjajahannya atas Korea.

Setelah itu, Korea diserahkan kepada Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet, yang menguasai Semenanjung Korea.

Masalah baru mencuat ketika terjadi pembagian zona pendudukan di Korea menjadi dua oleh AS dan Uni Soviet.

Pembagian zona pendudukan tersebut pada akhirnya membuat Korea secara resmi terpecah menjadi dua, yakni Korea Utara dan Korea Selatan.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow