Pengamat Politik Unair Soal Gugatan Sengketa Pilpres, Hasil Jika Berdasarkan Bukti Hukum dan Unsur Tekanan Politik

Pengamat politik Unair sebut sengketa pilpres bisa diterima jika berdasarkan bukti hukum di persidangan. Bagaimana jika sarat tekanan politik?

Pengamat Politik Unair Soal Gugatan Sengketa Pilpres, Hasil Jika Berdasarkan Bukti Hukum dan Unsur Tekanan Politik

TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini, Senin, 22 April 2024, Mahkamah Konstitusi atau MK mengagendakan pembacaan putusan MK mengenai sengketa Pilpres 2024 atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilu 2024. Berbagai prediksi dan analisi pun telah disampaikan berbagai pihak.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair), Airlangga Pribadi Kusman memberikan prediksinya soal hasil gugatan pemilu oleh MK, Senin ini. Ia mengatakan apabila hasilnya berdasarkan bukti hukum dan fakta-fakta yang dibawa ke dalam sidang, maka gugatan akan diterima.

“Artinya, pemilu bisa akan diulang atau kemudian adanya diskualifikasi kepada kandidat wakil presiden,” kata Airlangga saat diwawancarai Tempo.co, Ahad, 21 April 2024.

Namun, menurut pengamat politik Unair itu ada hal yang perlu diperhatikan dalam putusan MK pada hasil sidang sengketa pemilu kali ini. Airlangga menjelaskan, gugatan pilpres bukan hanya mempertimbangkan bukti hukum atau fakta-fakta hukum, namun ada juga tekanan politik juga memberikan kalkulasi yang kemudian berdampak pada putusan sidang. Hal ini sering terjadi dalam intrik kerja politik di Indonesia.

Terlebih lagi, dalam pandangan Airlangga yang lebih terdepan dalam sengketa kali ini adalah tekanan politik yang mendominasi bahkan sejak berlangsungnya pemilu. Hal ini menunjukkan konsiderasi hakim MK yang tetap akan terpengaruh oleh kepentingan dan tekanan politik di belakangnya.

“Kemungkinan yang akan muncul adalah hakim MK masih akan mengesahkan keputusan sidang itu dengan tetap memberikan legitimasi terhadap kemenangan pasangan 02. Gugatan MK tersebut kemungkinan besar berdasarkan pada pertimbangan politik akan ditolak.” kata dosen prodi Ilmu Politik ini.

Airlangga melanjutkan, persoalan gugatan pilpres ini harus diakui tak hanya berpijak pada landasan hukum. Bahkan meskipun selama proses persidangan pihak penggugat telah memberikan bukti hukum, hasil sidang tetap bisa berbalik tidak sesuai ekspektasi.

Menurutnya, terkait persoalan hukum di Indonesia apalagi dalam momen sebesar pilpres, maka tidak bisa menafikan adanya pertimbangan politik dan kalkulasi politik. Sehingga pada akhirnya pada analisis final yang akan muncul itu adalah gugatan tersebut akan ditolak.

“Karena hal itu tidak bisa dilepaskan dari bagaimana manuver politik kekuasaan, itu akan memberikan tekanan terhadap kebijakan yang akan dibacakan besok. Kalau kita lihat suasana politiknya terutama dari kekuatan dominan yang sedang berkuasa dan akan melanjutkan proses kekuasaan memberikan tekanan, opini politik bahwa proses yang berlangsung itu tidak ada kecurangan bahwa apa yang berlangsung itu adalah menjadi bagian yang lumrah dalam proses politik.” kata dia.

Selain itu, selama proses sidang terdapat polemik-polemik yang menyertainya. Termasuk adanya dugaan pemanggilan menteri oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Airlangga melihat ini sebagai bagian dari pengalihan fokus dan dominasi dari kekuatan politik beberapa pihak yang berkuasa dan ingin melanjutkan kursi kekuasaan sehingga memberikan tekanan opinion political atau opini politik bahwa proses yang berlangsung itu tidak dapat dibuktikan adanya kecurangan. Lebih lanjut apa yang berlangsung itu adalah menjadi bagian yang lumrah dalam proses politik. Sehingga kemudian gugatan pilpres ini bisa tidak dikabulkan.

“Itu pandangan opini yang kemudian mengedepan untuk mengalihkan fokus dan konsentrasi terkait dengan persoalan yang sebenarnya terjadi terkait dengan berbagai macamnya, macam intervensi kekuasaan, bansos, bagaimana kemudian cawe-cawenya Jokowi dan lain sebagainya.” ujarnya.

Hari Ahad, 21 April 2022 delapan hakim MK melakukan rapat permusyawarahan hakim (RPH) untuk memberikan keputusan hasil perkara PHPU Pilpres. Adapun delapan hakim tersebut adalah Suhartoyo, Saldi Isra, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, M. Guntur Hamzah, Ridwan Mansyur, dan Arsul Sani.

SAVINA RIZKY HAMIDA | YOHANNES MAHARSO JOHARSOYO

Pilihan editor: Pakar Politik Unand Prediksi Putusan MK akan Gunakan Prinsip Ultra Petitum dalam Sengketa Pilpres 2024, Ini Maksudnya

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow