Pakar Militer: Brigade Al Qassam Hamas Ciptakan Taktik Baru Pertama dalam Sejarah Perang Gerilya

Pakar Militer : Hamas Ukir Sejarah Militer, Rusak Reputasi Tak Terkalahkan Tentara Israel- Penarikan Tentara Israel IDF) dari kota Khan Yunis di Gaza selatan setelah enam bulan pertempuran brutal rupanya menjadi perhatian khusus bagi banyak pakar dan pengamat militer Israel dan Barat. Mereka berpendapat kalau Hamas membuktikan bisa memenangkan perang dan membuat sejarah militer dalam prosesnya. Sir Tom Phillips, mantan diplomat...

Pakar Militer: Brigade Al Qassam Hamas Ciptakan Taktik Baru Pertama dalam Sejarah Perang Gerilya

Pakar Militer : Hamas Ukir Sejarah Militer, Rusak Reputasi Tak Terkalahkan Tentara Israel

TRIBUNNEWS.COM - Penarikan Tentara Israel IDF) dari kota Khan Yunis di Gaza selatan setelah enam bulan pertempuran brutal rupanya menjadi perhatian khusus bagi banyak pakar dan pengamat militer Israel dan Barat.

Mereka berpendapat kalau Hamas membuktikan bisa memenangkan perang dan membuat sejarah militer dalam prosesnya.

Sir Tom Phillips, mantan diplomat Inggris yang menjabat sebagai Duta Besar untuk Israel dan Kerajaan Arab Saudi, menulis pada tanggal 9 April di Haaretz menjadi satu di antara pakar yang menyatakan hal tersebut.

Baca juga: Mundur Tanpa Hasil, Ini yang Bikin Tentara Israel Gagal di Khan Yunis, Mati Kutu di Perang Kota

Sir Tom Phillips menyebut Hamas telah berhasil mencapai tujuannya untuk "membebaskan sebanyak mungkin warga Palestina yang ditahan di penjara Israel.

"Dan Hamas menegaskan kembali diri mereka sebagai kekuatan yang harus diperhitungkan," katanya dalam tulisan di media Israel tersebut.

Dia menggarisbawahi, Hamas telah mampu bertahan dari “serangan IDF lebih lama dibandingkan perang apa pun yang pernah dilakukan Israel,”.

"Dan dengan melakukan hal tersebut, mereka telah benar-benar merusak status pencegah (intelijen-kontraintelijen) Israel yang sangat dibanggakan. Singkatnya, dan dengan potensi konsekuensi jangka panjang yang menakutkan bagi Israel, IDF tidak lagi tampak tak terkalahkan," paparnya.

Baca juga: Perang Tak Juga Dimenangkan, Israel Umumkan Perintah Penambahan Masa Tugas Ribuan Tentara

Pencapaian lain yang dia nilai sudah diraih Hamas adalah terblokirnya kemungkinan kesepakatan normalisasi antara Arab Saudi dan Israel.

Sebelum perang pecah pada tanggal 7 Oktober normalisasi Arab Saudi-Israel tampaknya segera menjadi kenyataan, namun buyar saat aks-aksi genosida Israel di GAza muncul ke permukaan ketika membalas serangan Hamas tersebut.

"Hamas juga sukses menempatkan masalah Palestina “kembali ke peta internasional” setelah bertahun-tahun Otoritas Palestina (PA) gagal melakukannya," kata dia.

Kemenangan terakhir Hamas, menurut Phillip, adalah “kecepatan delegitimasi Israel pasca-serangan 7 Oktober yang sangat cepat di mata banyak orang di dunia.”

Baca juga: Babak Belur di Khan Yunis, Tentara Israel Tarik Pasukan dari Gaza Selatan: Sisakan Satu Batalyon IDF

Gagal di Khan Yunis

Pada tanggal 8 April, jurnalis Israel Amos Harel juga menulis hal serupa di Haaretz bahwa tujuan utama Israel di Khan Yunis "belum tercapai".

Menyusul penarikan Divisi ke-98 dari kota Gaza selatan, Harel mencatat kalau “dua tujuan tentara Israel adalah penangkapan pejabat tinggi Hamas di Gaza dan penyelamatan tawanan Israel yang saat ini ditahan oleh Perlawanan Palestina di Gaza.”

“Masyarakat harus diberitahu kebenarannya: Kematian dan kehancuran besar yang diakibatkan oleh IDF di Gaza, serta sejumlah kerugian di pihak kita, saat ini tidak membawa kita lebih dekat untuk mencapai tujuan perang,” simpulnya.

Dalam analisis di Yedioth Ahronoth, analis politik Israel, Nadav Eyal menjelaskan kalau Israel ingin memulihkan kekuatan pencegahannya, melenyapkan Hamas, dan membebaskan tawanan Hamas di Gaza.

Namun tidak satu pun dari tujuan tersebut yang tercapai.

“Kegagalan Israel tidak didasarkan pada presentasi tujuan perang – yang didukung penuh oleh semua negara Barat. Kegagalan sepenuhnya terletak pada pelaksanaannya,” tulis Eyal, seraya menambahkan kalau “perang tidak dimenangkan hanya dengan pembunuhan.

"Sebuah tindakan politik yang saling melengkapi (aksi militer), diperlukan," kata Nadav.

Kegagalan pertama, menurut laporan itu, adalah “penderitaan warga sipil di Gaza.”

“Mereka yang ingin menggulingkan kekuasaan Hamas di Gaza (semestinya) tidak melakukan kampanye balas dendam ala Romawi, membangun tembok pelindung atau tindakan pembalasan seolah-olah terjadi pada tahun 1950-an.”

Baca juga: Israel Dilanda Panic Buying Saat Iran Bersumpah Membalas: Toko dan Bank Diserbu Pemukim Yahudi

Negara Sekutu Berbalik Badan

Pengamat asal Israel itu juga menyalahkan Perdana Menteri Israel Netanyahu atas sikapnya terhadap Washington.

“Konfrontasi publik dan jahat Netanyahu dengan pemerintahan Biden hanya menekankan kelemahan Israel,” katanya.

Eyal juga mencatat kalau Israel telah menjadi terisolasi dalam komunitas internasional dan bahkan sekutunya di Washington dan Brussels mulai menentangnya.

“Tidak hanya [Israel] yang kehilangan dukungan dari sebagian besar negara Barat, dan sangat dekat dengan embargo senjata dari Eropa, bahkan di antara sekutu besarnya, lempeng tektonik pun sedang bergerak,” kata dia menggambarkan balik badannya para Sekutu Israel.

Baca juga: Israel Terpojok, AS Balik Badan, Dewan PBB Larang Ekspor Senjata ke Tel Aviv, IDF Perang Pakai Batu?

Pada 27 Maret, pejabat intelijen Israel juga mencatat perubahan sikap oleh Washington.

Mereka mengatakan kepada The Telegraph bahwa tujuan pemerintah Israel untuk “membasmi Hamas” di Jalur Gaza menjadi tidak mungkin tercapai setelah AS “berpaling” dari Tel Aviv dengan abstain dalam pemungutan suara Dewan Keamanan PBB (DK PBB) awal pekan ini.

“Jika Anda menanyakan hal ini kepada saya sebulan yang lalu, saya pasti akan menjawab ya [kita dapat melenyapkan Hamas] karena, pada saat itu, Amerika mendukung Israel,” kata seorang pejabat intelijen Israel kepada harian Inggris, tersebut.

“AS tidak mendukung masuknya mereka ke Rafah, seperti yang mereka lakukan sebelumnya, jadi kondisi saat ini tidak bagus, artinya Israel harus melakukan sesuatu yang dramatis dan drastis untuk mengubah momentum dan iklim,” tambah sumber tersebut.

Dia menekankan, “tekanan” yang terjadi atas rencana penyerbuan Rafah kian mendesak Israel untuk mencapai suatu kesepakatan, yang berarti Hamas dapat bertahan.

"Baik Hamas maupun Iran memainkan peran dalam hal itu," katanya terkait tekanan internasional baik dari sekutu maupun negara-negara lain di dunia ke Israel.

Menurut pejabat itu, keyakinan aparat keamanan Israel adalah, Hamas "fokus untuk bertahan hingga musim panas," ketika pemilu AS akan dilangsungkan.

Brigade Al Qassam Masih Tetap Eksis, Ciptakan Taktik Bersejarah

Penarikan Tentara Israel dari Khan Yunis juga dianggap kekalahan secara militer.

Berbicara di saluran Turki Haber Global, analis militer dan pensiunan kolonel Eray Gucuer juga menyatakan bahwa Hamas memenangkan perang.

Indikasi itu terlihat saat Israel menarik pasukannya dari Khan Yunis menjelang rencana penyerbuan darat terhadap Rafah.

“Jika tentara Israel benar-benar berada dalam situasi di mana mereka tidak dapat menyerang Rafah kecuali dengan menarik brigade mereka dari Khan Yunis, ini berarti mereka kalah dalam perang darat,” katanya.

Baca juga: Maut Menanti Israel di Rafah, Bersiap Hadapi Terowongan Maut, Ruang Komando, Markas Rahasia Hamas

"Israel, dalam perang ini, hampir menghancurkan Gaza dan membunuh ribuan warga sipil. Namun Brigade Qassam masih ada. Hingga saat ini, mereka memiliki keunggulan militer di lapangan… tak seorang pun dengan pengalaman militer dapat menyembunyikan kekagumannya terhadap taktik luar biasa yang diterapkan oleh Al-Qassam… Memang, mereka sedang menulis sejarah,” katanya.

“Bayangkan, sejak awal perang di Gaza hingga saat ini, kita masih mendengar tentang Beit Hanoun dan Ben Lahia, lingkungan Al-Nasr, dan lingkungan Al-Zaytoun. Mengapa? Karena Al Qassam telah menciptakan taktik gerilya yang baru saya lihat pertama kali dalam sejarah perang gerilya," katanya.

(oln/tc/*)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow