Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

Jubir MK jelaskan pengambilan putusan di MK soal sengketa Pilpres. Termasuk, jika komposisi hakim yang nolak dan mengabulkan imbang karena ada 8 hakim

Nasib Putusan Sengketa Pilpres 2024 jika Komposisi Hakim Menolak dan Mengabulkan Imbang

JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa perselisihan hasil pemilihan presiden (Pilpres) di Mahkamah Konstitusi (MK) memasuki babak akhir.

Saat ini, delapan Majelis Hakim Konstitusi terus menggelar Rapat Pemusyarawatan Hakim (RPH) terhitung sejak 6 April 2024 hingga hari sebelum putusan dibacakan yaitu 21 April 2024.

Putusan akan dibacakan pada Senin, 22 April 2024 dan menentukan nasib hasil Pilpres, apakah permohonan para pemohon yang meminta pemungutan suara ulang dan diskualifikasi calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2 dikabulkan atau tidak.

Namun, apa yang terjadi jika komposisi hakim yang menolak dan mengabulkan permohonan seimbang? Misalnya empat hakim memutuskan menolak dan empat hakim lainnnya memutuskan mengabulkan permohonan.

Baca juga: KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan, beragam kemungkinan terkait hasil putusan Majelis Hakim Konstitusi sudah diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang MK.

"Pertama musyawarah mufakat, delapan orang Hakim Konstitusi dengan legal opinion-nya masing-masing mungkin itu mufakat dulu," ujar Fajar saat ditemui di Gedung MK, Rabu (17/4/2024).

Jika musyawarah untuk mufakat tidak bisa tercapai, Undang-Undang MK mengatur agar rapat putusan dihentikan sejenak.

Penundaan bisa dilakukan dalam hitungan jam atau hitungan satu hari.

"Kalau sudah ditunda, mufakat lagi, upayakan untuk mufakat lagi. Dua kali mufakat di kedepankan, lalu gimana kalau itu enggak tercapai lagi?" kata Fajar.

Baca juga: Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Jika putusan tidak bisa dicapai, Fajar mengatakan, delapan Hakim Konstitusi akan memutuskan dengan suara terbanyak.

Suara terbanyak bisa dalam komposisi lima banding tiga, atau enam banding dua, atau tujuh banding satu.

Namun, menurut dia, poling tak bisa jadi dasar pengambilan keputusan jika suara terbanyak tidak tercapai.

Misalnya, komposisi hakim yang menolak empat orang, dan yang menerima adalah empat orang.

"Di pasal 45 Undang-Undang MK ayat 8 itu dikatakan kalau dalam hal suara terbanyak tidak bisa diambil keputusan itu dikatakanlah imbang 4:4, maka di mana suara ketua sidang pleno itulah keputusan MK," ujar Fajar.

Baca juga: Anwar Usman Boleh Tangani Sengketa Pileg di MK, kecuali yang Libatkan PSI

Artinya, jika ketua sidang pleno saat itu ikut dalam suara mengabulkan, maka suara ketua sidang adalah keputusannya.

Begitu juga sebaliknya, jika ketua sidang pleno ikut dalam suara menolak, maka sidang tersebut diputuskan menolak permohonan. Meskipun dalam poling suara dinyatakan imbang antara menolak dan mengabulkan sama empat banding empat.

"Jadi enggak ada cerita deadlock dalam pengambilan keputusan di lembaga pengadilan," kata Fajar.

Baca juga: MK Sebut Amicus Curiae untuk Sengketa Pilpres Berjumlah 17 Surat, Kemungkinan Bisa Bertambah

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow