Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Israel meningkatkan serangannya terhadap Rafah, yang merupakan tempat perlindungan terakhir bagi sekitar 1,5 juta warga Gaza. Berikut sejarah Rafah.

Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

KOMPAS.com - Pasukan Israel mulai menyerang Rafah di Gaza selatan, Palestina, pada Senin (6/5/2024) pagi waktu setempat.

Tentara telah meningkatkan serangannya terhadap Rafah, yang merupakan tempat perlindungan terakhir bagi sekitar 1,5 juta warga Palestina.

Penduduk Gaza rutin berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari keselamatan, salah satunya Rafah.

Namun, saat ini, seperti diberitakan Aljazeera, wilayah perbatasan Gaza dan Mesir tersebut turut menjadi sasaran militer Israel.

Penduduk sangat takut Rafah bernasib sama seperti Kota Khan Younis, yang lebih dulu mengalami kehancuran total, termasuk rumah tinggal, infrastruktur sipil, dan fasilitas medis dasar.

Baca juga: Pasukan Israel Lelah, Tolak Perintah Invasi ke Kota Rafah, Gaza

Pengungsi dan organisasi kemanusiaan yang beroperasi di Rafah timur telah diperintahkan Israel untuk "mengungsi sementara" ke arah Al Mawasi di pesisir selatan Jalur Gaza.

Namun, pada Selasa (7/5/2024) pagi, tiga orang meninggal dunia dalam serangan Israel di sebuah rumah di sebelah barat Rafah.

Jumlah tersebut menambah sedikitnya 12 orang lainnya yang dinyatakan meninggal dalam serangan terpisah Senin malam di kota tersebut.

Menjadi tempat perlindungan terakhir warga Gaza yang kini diserang Israel, bagaimana sejarah Rafah?

Baca juga: Kisah Pasien Kanker yang Tak Diperbolehkan Meninggalkan Gaza untuk Berobat, Berkali-kali Gagal Menembus Rafah

Mengenal Rafah

Dilansir dari laman Britannica, Rafah adalah kota di sepanjang perbatasan Jalur Gaza, Palestina, dan Mesir.

Selama sebagian besar abad ke-20 dan ke-21, Rafah terbelah menjadi separuh bagian timur di wilayah Gaza, serta setengah di bagian barat berada di wilayah Mesir.

Kota Rafah yang berbatasan langsung dengan Laut Mediterania merupakan ibu kota Provinsi Rafah di Jalur Gaza.

Terletak di ujung selatan Gaza, Kota Rafah adalah salah satu dari tiga kota besar di wilayah ini. Dua kota besar lainnya, yakni Gaza City di utara dan Khan Younis di bagian tengah.

Baca juga: PBB Kecam Israel Buntut Pemberedelan Al Jazeera, Ancam Kebebasan Pers

Berdasarkan Badan Statistik Palestina, penduduk Kota Rafah berjumlah 191.000 jiwa dari total 260.000 orang di Provinsi Rafah pada 2021.

Tempat ini merupakan satu-satunya perbatasan yang memungkinkan penduduk keluar masuk Gaza tanpa kendali Israel.

Warga Gaza yang mengungsi akibat bombardir Israel usai serangan Hamas pada 7 Oktober lalu memadati Rafah sepanjang akhir 2023 hingga kini.

Mereka, warga sipil, menganggap kota tersebut menjadi tempat perlindungan terakhir dari serangan Israel.

Di sisi lain, pihak Israel menganggap Kota Rafah sebagai benteng terakhir dari pasukan Hamas.

Baca juga: Israel Diduga Gunakan WhatsApp untuk Targetkan Serangan ke Palestina

Sejarah Rafah sebagai jalur penyeberangan

Sejarah Rafah tak lepas dari Gaza, wilayah Palestina yang bersejarah sebelum pembentukan Israel pada 1948.

Saat itu, lebih dari 750.000 warga Palestina diusir dari rumah mereka dalam peristiwa yang disebut sebagai "Nakba".

Dilansir dari NPR, Mesir merebut Gaza selama perang Arab-Israel pada 1948. Akibatnya, selama waktu tersebut, tidak ada perbatasan di Kota Rafah.

Dalam Perang Enam Hari pada 1967, Semenanjung Sinai di Mesir, tempat Rafah berada, diinvasi oleh Israel.

Semenanjung Sinai kemudian dikembalikan ke Mesir setelah Perjanjian Camp David pada 1979.

Baca juga: 100 Gerai KFC Malaysia Tutup di Tengah Aksi Boikot Produk Pro-Israel

Perjanjian antara Israel dan Mesir tersebut berujung pada kesepakatan penarikan tentara terakhir Israel pada 1982.

Perjanjian damai yang sama juga membuat Israel membuka penyeberangan di Kota Rafah untuk lalu lintas warga dari Gaza ke Mesir.

Pergerakan penduduk yang melintasi Rafah pun tetap berada dalam kendali Israel dari 1982 hingga 2005.

Namun, terhitung sejak November 2005, Rafah yang menjadi jalur penyeberangan beralih berada di bawah kendali Mesir, Otoritas Palestina, dan Uni Eropa.

Ini kali pertama Palestina memperoleh kendali parsial atas salah satu perbatasan internasional miliknya.

Baca juga: Rekam Jejak Netzah Yehuda, Militer Israel yang Melakukan Kekerasan ke Warga Palestina

Terowongan Rafah selamatkan penduduk saat blokade

Dikutip dari Kompas.id, Jumat (16/2/2024), Rafah sendiri terbilang kota yang makmur di Jalur Gaza karena adanya aktivitas perdagangan dengan Mesir.

Sebagian besar penduduk kota bekerja sebagai pedagang berkat peluang besar di sektor perdagangan.

Sementara itu, banyak pula penduduk Kota Rafah yang bekerja sebagai nelayan dan petani.

Setelah Hamas menguasai Gaza pada Juni 2007, Uni Eropa memutuskan untuk menarik kendali atas Rafah.

Sayangnya, blokade bersama Israel dan Mesir selanjutnya, serta keputusan untuk menutup penyeberangan Rafah, secara efektif memblokir Jalur Gaza dari semua sisi.

Baca juga: Kisah Pilu Bayi Sebatang Kara di Gaza, Lahir dari Rahim Ibu yang Meninggal Dunia

Sejak itu, penyeberangan orang melalui Rafah hanya sesekali dibuka untuk warga Palestina yang menetap di Gaza.

Guna menghindari blokade ekonomi oleh Israel, ratusan terowongan di bawah perbatasan Rafah dibangun, sehingga memungkinkan segala jenis barang masuk ke Jalur Gaza.

Pada 2000-an, dua bagian Kota Rafah tersebut dihubungkan oleh banyak terowongan rahasia untuk menyelundupkan barang dari Mesir ke Jalur Gaza maupun sebaliknya.

Bahkan, Hamas dicurigai menggunakan terowongan rahasia bawah tanah itu untuk menyelundupkan senjata dari Mesir dan negara lain ke Jalur Gaza.

Meski dulu merupakan pekerjaan rahasia, penyelundupan melalui terowongan ini menjadi penyelamat bagi warga Palestina di Gaza setelah blokade pada 2007.

Baca juga: Pria Israel Kena Ranjau Darat Usai Tendang Bendera Palestina

Mulai dari rokok hingga pakaian telah diselundupkan ke Gaza melalui terowongan yang menghubungkan Mesir dan Palestina.

Setelah berkuasa pada 2014, Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi menghancurkan sebagian besar terowongan rahasia karena dinilai mengancam negaranya.

Kini, saat serangan Israel semakin intensif dan situasi kemanusiaan memburuk, Rafah menjadi titik fokus, baik untuk upaya bantuan maupun bagi mereka yang berharap meninggalkan Gaza.

Sayangnya, lalu lintas bantuan dan orang di wilayah ini masih sangat sulit, ditambah perlengkapan yang kurang memadai untuk operasi bantuan skala besar.

Tidak hanya itu, tank-tank Israel juga mulai mengambil alih penyeberangan Rafah di perbatasan Gaza dan Mesir seiring pesawat tempur yang menggempur rumah-rumah pemukiman pada Senin malam.

Baca juga: Alasan AS Tolak Palestina Jadi Anggota PBB

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow