Mengenal Project Nimbus, Proyek Perang Israel di Gaza yang Didukung Google

Teknologi ini disebut digunakan militer Israel untuk mengawasi warga Palestina. #kumparanTECH

Mengenal Project Nimbus, Proyek Perang Israel di Gaza yang Didukung Google

Project Nimbus, sebuah inisiatif besar yang dijalankan Google dan Amazon, telah memicu kontroversi dan protes keras di antara para pekerja perusahaan.

Mereka melakukan demonstrasi di seluruh negeri untuk menentang kontrak kedua raksasa teknologi tersebut dengan pemerintah Israel karena khawatir IDF (militer Israel) dapat menggunakan teknologi ini untuk mengawasi warga Palestina.

Beberapa hari lalu, Google resmi memecat seorang insinyur Cloud Google bernama Barak Regev, karena memprotes proyek tersebut. Protes Regev disampaikan dalam sebuah pidato konferensi MindTehTech dengan tema “Berdiri Bersama Teknologi Israel” di New York, Amerika Serikat.

“Saya seorang insinyur perangkat lunak Google dan saya menolak membanung teknologi yang mendikung genosida atau pengawasan!” kata Regev sebagaimana dikutip The Verge.

Terbaru, pasangan suami istri asal Indonesia, yang merupakan karyawan Google, juga memutuskan untuk resign dari tempat kerjanya. R (nama samaran) bersama sang istri sepakat keluar dari Google pada akhir 2023 akibat perang yang terjadi di Gaza serta keterlibatan Google dalam membantu Israel memerangi warga Palestina lewat Project Nimbus.

Lantas, apa sebenarnya Project Nimbus yang dikerjakan Google dan Amazon untuk militer Israel tersebut?

Apa itu Project Nimbus?

Project Nimbus adalah proyek kerja sama pemanfaatan teknologi AI yang disepakati oleh Militer Israel (IDF) dan Google serta beberapa perusahaan teknologi Barat seperti Amazon.

Proyek senilai 1,2 miliar dolar AS ini menyediakan layanan Cloud kepada pemerintah Israel, terutama militer mereka. Kesepakatan ditandatangani pada 2021 lalu, dengan tujuan utama untuk memasok militer Israel dengan teknologi canggih, termasuk kecerdasan buatan. Nantinya, alat-alat mutakhir ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan militer, salah satunya pengumpulan data intelijen.

Meski tidak dirinci seperti apa teknologi canggih yang dibuat Google dan Amazon ini dijalankan, dokumen internal yang diperoleh oleh The Intercept menyebutkan layanan Cloud tersebut akan memberikan Israel kemampuan untuk mendeteksi wajah, melacak objek, dan analisis sentimen yang diklaim mampu menerjemahkan perasaan seseorang lewat gambar, ucapan, dan tulisan.

Surat terbuka yang ditulis oleh anonim yang mengatasnamakan karyawan Google dan Amazon di The Guardian menyebut Project Nimbus adalah teknologi berbahaya yang dijual kepada militer dan pemerintah Israel. Teknologi ini, kata mereka, dibangun untuk mendiskriminasi dan pengusiran sistematis yang dilakukan militer dan pemerintah Israel secara kejam bagi warga Palestina.

“Teknologi ini memungkinkan pengawasan lebih lanjut dan pengumpulan data yang melanggar hukum mengenai warga Palestina, dan memfasilitasi perluasan pemukiman ilegal Israel di tanah Palestina,” tulis mereka.

“Kami tidak melihat ke arah lain, karena produk yang kita buat digunakan untuk mengabaikan hak-hak dasar warga Palestina, memaksa warga Palestina keluar dari rumah mereka, dan menyerang warga Palestina di Jalur Gaza.”

Bagaimanapun, Project Nimbus telah menuai protes keras dari berbagai pihak, bahkan dari karyawan Google dan Amazon sendiri sebagai pengembang teknologi tersebut.

Namun, Google tampaknya tak gentar dengan protes yang dilayangkan banyak pihak. Google bahkan berdalih dengan mengatakan Project Nimbus yang mereka kerjakan diperuntukan kementerian pemerintah Israel dalam mengelola keuangan, kesehatan, transportasi, dan pendidikan.

“Pekerjaan kami tidak diarahkan pada beban kerja militer yang sangat sensitif atau rahasia dengan senjata atau badan intelijen,” ujar Atle Erlingsson, Juru Bicara Google, dikutip dari Forbes.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow