Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

Apabila Batalion Netzah Yehuda terkena sanksi AS, ini adalah kali pertama Pemerintah AS menjatuhkan sanksi ke unit militer Israel.

Mengenal Batalion Netzah Yehuda Israel yang Dilaporkan Kena Sanksi AS

TEL AVIV, KOMPAS.com - Para politisi Israel dengan murka menanggapi laporan-laporan yang belum terkonfirmasi tentang niat Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap Batalion Netzah Yehuda. Apabila benar terjadi, maka ini adalah yang pertama kalinya pemerintah AS menjatuhkan sanksi ke unit militer Israel.

Portal berita Axios menyebut hal ini terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Tepi Barat.

Pada Minggu (21/4/2024), militer Israel mengaku "tidak mengetahui tentang sanksi AS apa pun" terhadap Batalion Netzah Yehuda.

Baca juga: Siapa Kelompok-kelompok Pro-Israel di AS?

Sebagai tambahan, militer Israel mengemukakan bahwa batalion ini adalah unit tempur aktif dan beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip hukum internasional.

Pasukan Israel mengonfirmasi bahwa "jika keputusan ini dibuat, maka akan (kami) kaji" dan "akan terus menginvestigasi insiden yang tidak biasa dengan konkret dan sesuai hukum".

Sumber-sumber AS mengatakan, apabila Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menetapkan sanksi terhadap Netzah Yehuda, maka unit ini akan dilarang menerima bantuan atau pelatihan jenis apapun dari militer AS.

Dalam beberapa bulan terakhir, amarah di Israel meningkat karena kalangan Yahudi Haredi atau Yahudi ultra-Ortodoks dikecualikan dari wajib militer.

Mayoritas warga Israel diharuskan menjalani dinas militer selama sekitar tiga tahun untuk laki-laki dan dua tahun untuk perempuan.

Lembaga Penyiaran Publik Israel mengutip para pejabat Israel yang mengatakan bahwa Washington DC sudah beberapa kali meminta informasi dari Israel mengenai hasil investigasi serangan-serangan yang dilakukan batalion Netzah Yehuda terhadap warga Palestina.

"Puncak keabsurdan"

Laporan-laporan ini ditanggapi dengan marah oleh Perdana Menteri Israel.

Benjamin Netanyahu menggambarkan potensi sanksi AS sebagai "puncak keabsurdan dan titik nadir moralitas".

Menteri kabinet perang Israel, Benny Gantz, menyebut penjatuhan sanksi AS ke sebuah unit militer Israel adalah "preseden berbahaya".

Gantz dalam percakapannya dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken via telepon mengimbau Washington untuk memikirkan ulang keputusannya.

Gantz menambahkan bahwa menetapkan sanksi ke Batalion Netzah Yehuda "akan merusak legitimasi Israel" pada masa perang.

"Tidak ada justifikasi untuk menetapkan sanksi karena unit-unit militer secara konsisten patuh terhadap hukum internasional," cetusnya.

Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, menyerukan penyitaan seluruh dana Otoritas Palestina yang ditransfer melalui Israel sebagai respons terhadap proposal sanksi Washington.

Ben-Gvir mengimbau perdana menteri untuk memformulasikan "serangkaian sanksi berat terhadap bank-bank Palestina".

Lebih lanjut, Ben-Gvir menyebut sanksi apa pun merupakan "kehendak musuh-musuh Israel di Otoritas Palestina".

Pada Februari, Ben-Gvir mengutarakan niatnya untuk membuka batalion Haredi di tubuh pasukan penjaga perbatasan Israel.

Dia juga ingin merekrut pria-pria muda ultra-Ortodoks untuk bergabung ke Garda Nasional Israel sebagai bagian dari wajib militer.

Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel, Gadi Eisenkot, mengatakan bahwa penjatuhan sanksi ke batalion ini "salah secara mendasar" dan berjanji akan menghalanginya.

Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, menganggap penjatuhan sanksi adalah "kegilaan absolut dan upaya memaksakan negara Palestina terhadap kami."

Pemimpin oposisi Israel, Yair Lapid, berkomentar bahwa "pasukan Israel dan para pemimpinnya adalah yang pertama terkena dampak kebijakan ilegal dan kegagalan politik dari pemerintah," tetapi juga menekankan bahwa sanksi terhadap Batalion Netzah Yehuda adalah "kesalahan yang harus dihapus."

Ketua Partai Buruh Israel, Merav Michaeli, menyuarakan pendapat yang bertentangan: pembubaran Batalion Netzah Yahuda. Michaeli menyebut "perilaku sadis dan korup" batalion itu sudah diketahui "selama bertahun-tahun."

Baca juga: Senat AS Setujui Bantuan Militer Rp 209,9 Triliun ke Israel

Siapa saja yang berada di dalam Batalion Netzah Yehuda?

Kepala Rabbi Yitzhak Yosef menyebut banyak penganut Yahudi Haredi atau ultra-Ortodoks menolak menjalani dinas militer Israel karena mereka mengabdikan waktunya untuk mempelajari Taurat dan interpretasi buku-buku agama secara konsisten.

Namun, tidak semua anak muda Haredi bersekolah di sekolah agama. Sebagian pun menjadi tentara dengan syarat khusus, yaitu kepastian bahwa mereka melanjutkan studi keagamaan.

Nahal Haredi mulai beroperasi sebagai lembaga non-profit pada 1999 yang beranggotakan rabi-rabi Haredi.

Mereka bekerja dengan Kementerian Pertahanan dan militer Israel untuk mengakomodasi anak-anak muda Haredi yang menekuni studi di sekolah keagamaan.

Kerja sama ini menghasilkan pembentukan Batalion Netzah Yehuda yang terdiri dari ribuan serdadu Haredi.

Lembaga Nahal Haredi menyatakan, "Mengikuti prinsip dan batasan-batasan yang memungkinkan para lelaki Haredi untuk mengabdi di posisi prestisius di militer Israel tanpa mengesampingkan jalan hidup Haredi mereka".

Tahun 1999, unit pertama yang terdiri dari 30 serdadu Haredi terbentuk dan dinamakan “Nahal Haredi", “Netzah Yehuda”, atau “Batalion 97” sesuai dengan nama organisasi sipil yang memberi gagasan penggabungan penganut Haredi ke militer.

Militer Israel membentuk batalion tempur Haredi pertama dan beroperasi di Ramallah dan Jenin. Pada 2019, surat kabar Ibrani Yedioth Ahronoth memberitakan bahwa militer Israel memutuskan untuk memindahkan Batalion Netzah Yehuda dari Ramallah ke Jenin.

Setelah Yedioth Ahronoth memberitakan "serangkaian kegagalan", juru bicara militer Israel mengatakan pemindahan batalion ke Jenin adalah "atas pertimbangan operasional".

Pada Desember 2022, Israel memindahkan batalion ini ke Tepi Barat. Meski begitu, militer menyanggah bahwa kebijakan ini diambil karena perilaku dari para tentara batalion.

Sejak itu, Batalion Netzah Yehuda terus beroperasi di utara.

Pada awal 2024, batalion ini mulai bertempur di Gaza, menurut laporan The Jerusalem Post.

Mantan komandan militer Israel, Aviv Kochavi, mengatakan bahwa Brigade Kfir yang mencakup Batalion Netzah Yehuda akan mampu bertempur di Lebanon, Suriah, dan Gaza.

Saat ini, sekitar 1.000 tentara menjadi anggota Batalion Netzah Yehuda—baik yang masih pelatihan maupun di medan pertempuran.

Tentara-tentara anggota batalion ini menjalankan tugas selama dua tahun dan 8 bulan untuk militer Israel.

Mereka tidak berinteraksi dengan serdadu perempuan, seperti tentara pria lainnya.

Menurut Times of Israel, mereka diberikan waktu lebih untuk beribadah dan mempelajari agama.

Baca juga: Israel Dituding Bertanggung Jawab atas Kuburan Massal 340 Jenazah di RS Gaza

Mengapa AS ingin menjatuhkan sanksi?

Anggota-anggota Batalion Netzah Yehuda dituduh membunuh Omar Assad (79), seorang warga Amerika-Palestina pada Januari 2022.

Pembunuhan ini terjadi setelah dia ditangkap di dekat sebuah pos pemeriksaan sementara. Keluarga Assad mengatakan, para tentara memborgol Assad dan membekap mulutnya—kemudian dia dibiarkan tergeletak.

Assad kemudian ditemukan mati.

Setelah menginvestigasi kejadian tersebut, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan telah terjadi "Kegagalan moral dan kesalahan penilaian, yang secara serius merusak nilai martabat manusia."

Komandan Batalion Netzah Yehuda menerima teguran atas insiden ini. Adapun komandan kompi serta komandan pleton dipecat. Penyelidikan terhadap para tentara ditutup tanpa satu pun dari mereka dibawa ke persidangan.

Kementerian Luar Negeri AS mulai menyelidiki Batalion Netzah Yehuda pada akhir 2022 setelah para tentaranya terlibat dalam sejumlah insiden kekerasan terhadap warga sipil Palestina.

Menurut surat kabar Haaretz, investigasi ini meliputi pembunuhan Omar Assad.

Sejak dimulainya serangan Israel ke Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023, Amerika Serikat sudah mengeluarkan tiga gelombang sanksi terhadap pemukim individu karena tindakan kekerasan terhadap orang Palestina.

Baca juga: Israel Tingkatkan Serangan di Gaza dan Perintahkan Evakuasi Baru di Wilayah Utara

Apa itu UU Leahy yang Washington hendak gunakan sebagai dasar sanksi?

Menurut Kementerian Luar Negeri AS, Undang-Undang (UU) Leahy melarang berbagai bantuan AS ke negara yang terbukti melanggar hak asasi manusia.

Bantuan yang dilarang termasuk di antaranya program pelatihan dari Kementerian Pertahanan AS.

Bantuan AS terhadap negara lain dapat kembali berjalan apabila anggota pemerintahan negara tersebut bertanggung jawab atas pelanggaran berat HAM tersebut diadili.

UU Leahy mencakup "dana bantuan untuk unit-unit pasukan keamanan asing ketika ada informasi kredibel yang mengimplikasikan keterlibatan unit tersebut dalam pelanggaran berat hak asasi manusia".

Penyelidikan-penyelidikan ini termasuk isu politik, keamanan, dan isu lainnya terkait HAM.

Otoritas yang diberi kewenangan oleh pemerintah AS mengkaji arsip publik dan rahasia.

Pemerintah AS menganggap tindakan "penyiksaan, pembunuhan di luar hukum, penghilangan paksa, dan pemerkosaan di bawah warna hukum" sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia.

Hukum Leahy dapat diterapkan saat kejahatan-kejahatan ini terbukti.

Hukum Leahy diambil dari nama Senator Patrick Leahy yang mendorong perundang-undangannya pada akhir 1990-an.

Baca juga: Secara Ekonomi, Cukup Kuatkah Iran Menghadapi Perang dengan Israel?

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow