Mengapa Banyak Sekali Tentara Rusia Tewas di Ukraina?

Banyak tentara Rusia yang dikirim ke Ukraina tidak memiliki latar belakang militer.

INVASI Rusia ke Ukraina bermula pada 24 Februari 2022 setelah Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengumumkan akan memulai “operasi militer khusus” ke Ukraina. Beberapa menit setelah pengumuman itu, ledakan mulai terdengar di kota-kota besar di penjuru Ukraina dan sirine serangan udara juga terdengar di Kyiv.

Sampai saat ini, invasi tersebut masih berlanjut dan belum ada tanda-tanda akan berakhir. Di Pihak Ukraina tentu saja banyak korban berjatuhan. Namun di pihak Rusia, yang memulai  invasi tersebut, juga mengalami kehilangan luar biasa.

Masih belum dipastikan berapa jumlah tentara Rusia yang tewas di Ukraina. Ukraina mengklaim, jumlah tentara Rusia yang tewas melebihi 300.000 orang. Pihak lain memperkirakan, jumlah tentara Rusia yang tewas ada di kisaran 100.000 sampai dengan 200.000 orang, belum termasuk yang luka-luka.

Baca juga: BBC Sebut 50.000 Tentara Rusia Tewas dalam Perang di Ukraina

Hasil analisis BBC dari data yang diperoleh BBC News Russian dan Mediazona menunjukkan bahwa sampai dengan 7 April 2024, angka kematian tentara Rusia di Ukraina telah mencapai lebih dari 50.000 orang. Angka kematian tentara Rusia di Ukraina mencapai puncaknya pada Januari 2023 ketika Rusia melancarkan serangan skala besar ke wilayah Donetsk.

Dari data-data yang ada, BBC memperkirakan bahwa dua dari tiga total tentara Rusia yang tewas adalah orang-orang yang sebenarnya tidak memiliki urusan apapun dengan militer sebelum invasi itu. Jika dilihat dari grafik yang disajikan tim BBC, tampak bahwa kebanyakan tentara Rusia yang tewas merupakan mereka yang tidak dapat teridentifikasi dan masyarakat sipil yang direkrut menjadi tentara.

Menurut Samuel Cranny-Evans dari Royal United Services Institute (RUSI), hal itu terjadi karena kebanyakan tentara profesional Rusia telah gugur sehingga Rusia terpaksa menggantikan mereka dengan tentara yang direkrut dari warga sipil, dari penjara, atau tentara sukarelawan.

Tentara-tentara tanpa latar belakang militer ini tentu saja tidak sehandal tentara profesional, kata  Cranny-Evans.

“Ini berarti mereka harus melakukan hal-hal yang lebih sederhana secara taktis, yang umumnya tampak seperti serangan ke depan terhadap posisi Ukraina dengan dukungan artileri,” katanya.

Taktik "Penggilan Daging"

Tingginya angka kematian tentara Rusia juga disebabkan oleh strategi militer mereka yang dikenal sebagai taktik “penggiling daging”. Istilah “penggiling daging” pada dasarnya dipakai untuk menjelaskan bagaimana Moskwa mengirimkan banyak tentara secara terus-menerus dan tanpa henti dengan maksud melemahkan pasukan Ukraina serta mengekspos lokasi mereka ke artileri Rusia.  

Dalam taktik “penggiling daging” itu, mereka yang direkrut dari penjara menjadi salah satu kunci keberhasilannya. Kebanyakan dari mereka diperlakukan seperti “daging” yang dilempar begitu saja ke titik pertempuran.

Penggunaan taktik “penggiling daging” dalam invasi Rusia berawal tahun 2022 ketika Moskwa memberi izin kepada Yevgeny Prigozhin, pemimpin dari Grup Wagner, sebuah perusahaan militer di Rusia, untuk mulai merekrut prajurit dari penjara. Para tahanan yang direkrut ini kemudian berperang atas nama pemerintah Rusia.

Baca juga: Ukraina Klaim 412.610 Tentara Rusia Tewas sejak Invasi 2022

Wagner dikenal dengan sikap yang tidak kenal ampun dan disiplin yang kaku. Para tahanan merangkap prajurit itu banyak yang dieksekusi di tempat ketika ketahuan menyerah atau mengikuti kehendak pribadi, bukan mengikuti perintah.

Meski kejam, tentara yang direkrut Wagner mampu bertahan lebih lama daripada mereka yang direkrut ketika kebijakan tersebut diambil alih kementerian pertahanan Rusia pada Februari 2023. Analisis BBC menemukan bahwa mereka yang direkrut Wagner rata-rata mampu bertahan di pertempuran sampai tiga bulan. Sedangkan mereka yang direkrut kementerian pertahanan hanya bertahan dua bulan.

Perbedaan dalam kemampuan bertahan hidup para prajurit itu  dipengaruhi oleh minimnya persiapan yang didapatkan para tahanan di bawah kementerian dibandingkan dengan yang di bawah Wagner. Di bawah Wagner, tahanan hanya mendapatkan pelatihan selama dua minggu. Di bawah kementerian, kasusnya lebih buruk lagi.

BBC, untuk mencari kebenaran atas hal itu, telah berbicara dengan keluarga anggota tahanan atau narapidana yang tewas serta seorang tentara yang masih hidup. Mereka mengatakan kepada BBC bahwa pelatihan militer yang diberikan kepada tahanan oleh kementerian pertahanan tidak cukup.

Seorang yang diwawancara BBC mengatakan, suaminya diturunkan ke garis depan pertempuran hanya tiga hari setelah menandatangani kontrak pelayanannya di penjara pada 8 April tahun lalu.

"Saya yakin bahwa akan ada beberapa minggu pelatihan yang mereka bicarakan. Dan tidak ada yang perlu ditakutkan hingga setidaknya akhir April."

Seorang lain yang di wawancara BBC mengatakan bahwa dia baru mengetahui suaminya yang merupakan tahanan mengikuti perang ketika dia mencoba menghubungi suaminya tersebut terkait kematian putra mereka yang juga sedang ikut berperang.

Patriotisme, Salah Satu Alasan Prajurit Rusia Maju Perang

Alexander Motyl, kontributor opini untuk The Hill (media yang berbasis di AS), berpendapat bahwa kebanyakan orang Rusia yang maju dalam perang didorong oleh rasa takut, atau kepercayaan bahwa maju perang adalah keharusan. Kebanyakan dari mereka khawatir jika tidak mengikuti perang, mereka akan dikenakan sanksi, seperti dipenjara. Karena itu, mereka memilih untuk menghadapi perang daripada dipenjara.

Motyl menambahkan, ada juga prajurit yang maju berperang tanpa dimotivasi rasa takut ataupun terpaksa. Mereka maju secara sukarela karena termotivasi oleh patriotisme dan rasa hormat terhadap Presiden Putin. Rasa cinta terhadap tanah air itulah yang membuat mereka berani maju walau mengetahui resiko yang mereka akan hadapi.

Maraknya propaganda di Rusia juga menjadi salah satu alasan mengapa orang-orang Rusia berani maju ke medan perang. Dalam banyak propaganda resmi, Rusia digambarkan sebagai korban agresi Ukraina dan Barat.

Bagi warga yang tinggal di kota-kota besar Rusia seperti Moskwa dan Petesburg, propaganda seperti ini tidak memberi dampak signifikan. Bagi yang tinggal di daerah terpencil, propaganda efektif, tulis Motyl.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow