Konflik AS-Iran Memanas, Ini Peta Operasi Pasukan Mereka di Timur Tengah

AS menyerang kelompok-kelompok yang didukung Iran di Yaman, Suriah dan Irak. Kelompok-kelompok yang terkait dengan Iran menargetkan personel AS.

Konflik AS-Iran Memanas, Ini Peta Operasi Pasukan Mereka di Timur Tengah

AMERIKA Serikat (AS) telah menyetujui rencana untuk melakukan serangkaian serangan terhadap sasaran milik Iran di Suriah dan Irak. Serangan akan dilakukan beberapa hari ke depan. Kondisi cuaca kemungkinan besar akan menentukan kapan serangan tersebut akan diluncurkan.

BBC melaporkan hal itu Jumat (2/2/2023) dengan mengutip sejumlah pejabat militer AS.

Rencana itu muncul setelah sebuah serangan pesawat tak berawak (drone) menewaskan tiga tentara AS dan mencederai 41 orang lainnya di Yordania, dekat perbatasan Suriah, hari Minggu lalu.

AS menyalahkan kelompok milisi yang didukung Iran atas serangan tersebut. Kelompok itu, yang bernama Perlawanan Islam di Irak, diyakini terdiri dari banyak milisi yang dipersenjatai, didanai, dan dilatih pasukan Garda Revolusi Iran. Kelompok itu juga telah menyatakan bahwa mereka bertanggung jawab atas serangan pada hari Minggu lalu tersebut.

Baca juga: AS Bakal Serang Sasaran Iran di Suriah dan Irak

Iran membantah terlibat dalam serangan di pangkalan militer yang dikenal sebagai Tower 22 itu. Namun para pejabat AS mengatakan, intelijen AS yakin, drone yang digunakan untuk menyerang fasilitas tersebut diproduksi Iran, dan mirip dengan drone yang dikirim Iran ke Rusia untuk perang di Ukraina.

Perang Proksi

Selama ini, di kawasan Timur Tengah, pertempuran umumnya terbatas pada serangan balasan antara milisi yang didukung Iran di satu sisi dan milisi yang didukung AS, Israel, dan sekutu-sekutunya di sisi lain. Namun intervensi langsung Iran dan AS dalam beberapa pekan terakhir, serta kematian tentara AS, telah meningkatkan kekhawatiran bahwa konflik proksi antara keduanya bisa berubah menjadi konflik langsung.

Para pejabat AS telah berulang kali mengatakan mereka tidak ingin ketegangan yang semakin tinggi di Timur Tengah meluas menjadi perang regional. Sejauh ini, AS dan Iran menghindari konfrontasi langsung.

AS telah menyerang kelompok-kelompok yang didukung Iran di Yaman, Suriah dan Irak, sementara kelompok-kelompok yang terkait dengan Iran telah menargetkan personel AS di Irak dan Suriah. Teheran juga menyerang apa yang dikatakannya sebagai kelompok anti-Iran di Irak, Suriah dan Pakistan. Pakistan membalasnya dengan serangan balasan.

Republik Islam itu, yang telah lama menentang kehadiran pasukan AS di wilayah yang mereka anggap sebagai halaman belakangnya, telah menghabiskan beberapa dekade terakhir membangun jaringan milisi Islam, anti-Barat dan anti-Israel yang dilatih, didanai, dan dipersenjatai.

Kelompok-kelompok tersebut menjadi lebih agresif akhir-akhir ini, terutama pemberontak Houthi di Yaman, yang telah mengganggu jalur perairan internasional, menimbulkan kekacauan pada perdagangan global dan mendorong negara-negara Barat untuk melakukan intervensi. Kelompok itu telah menjalin hubungan dan membantu mendanai Hamas, yang melancarkan perang terhadap Israel pada 7 Oktober lalu.

AS, yang selama bertahun-tahun berusaha menjauh dari Timur Tengah, justru malah ditarik kembali ke wilayah tersebut. AS memiliki jejak militer yang cukup besar di wilayah tersebut sebelum perang Hamas-Israel, dengan jumlah lebih dari 30.000 tentara.

Baca juga: Seperti Ini Perjalanan Konflik AS dan Iran, padahal Dulu Berteman

Namun, sejak perang Hamas-Israel dimulai, Washington secara signifikan memperkuat postur militernya di wilayah itu. AS memindahkan sekitar 1.200 anggota militer, bersama ribuan lainnya ke dalam kelompok kapal induk Angkatan Laut dan Unit Ekspedisi Marinir yang beranggotakan sekitar 2.000 orang.

Di beberapa tempat, termasuk Irak dan Suriah, kehadiran militer AS tumpah tindih dengan kehadiran Iran dan sekutunya.

Saat ketegangan di kawasan meningkat, baiklah kita lihat di mana Iran dan sekutunya hadir, serta di mana pasukan AS ditempatkan, dan di mana pula kedua pihak melakukan operasi militer sejak dimulainya perang Israel-Hamas:

Irak

Teheran memiliki pengaruh signifikan terhadap beberapa milisi Syiah yang terkait erat dengan Korps Garda Revolusi Islam Iran. Hal ini termasuk Kataib Hizbullah, Harakat al-Nujaba, dan Kata’ib Sayyid al-Shuhada.

Sejak perang Israel-Hamas dimulai, muncul sebuah kelompok baru yang menamakan dirinya Perlawanan Islam di Irak (IRI). Kelompok itulah yang mengaku bertanggung jawab atas penyerangan Tower 22 di Yordania hari Minggu lalu.

Menurut Washington Institute for Near East Policy (WINEP), sebuah lembaga think thank, IRI merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan operasi semua milisi yang didukung Iran di Irak. Tujuannya untuk memungkinkan berbagai milisi Irak menyerang pasukan AS di Irak dan Suriah tetapi mengaburkan pelaku sebenarnya.

Para ahli mengatakan, beberapa kelompok, seperti Kataib Hizbullah, lebih bertanggung jawab kepada pihak berwenang di Teheran dibandingkan kepada pemerintah di Bagdad. US Office of the Director of National Intelligence yakin kelompok itu memiliki anggota hingga 10.000 orang. Irak juga merupakan rumah bagi Organisasi Badr yang didirikan Garda Revolusi serta Asaib Ahl Al-Haq.

Kelompok-kelompok yang didukung Iran telah melakukan puluhan serangan terhadap pasukan AS di Irak sejak perang di Gaza dimulai, yang dibalas AS dengan serangan udara. Akhir pekan lalu, personel AS terluka dalam serangan rudal balistik di Pangkalan Udara Al-Asad di Irak. Itu merupakan kedua kalinya rudal balistik digunakan untuk menargetkan pasukan AS dan koalisi di negara tersebut sejak 7 Oktober.

Hingga tahun 2008, pada puncak perang Irak, AS memiliki 160.000 tentara di negara itu. Saat ini, sekitar 2.500 pasukan dikerahkan di beberapa pangkalan, termasuk Erbil AB, Al-Asad AB, dan pangkalan JOC-I (Union III) di Bagdad.

Khawatir negaranya akan menjadi ajang perang regional, Perdana Menteri Irak bulan ini mengatakan bahwa Baghdad sedang mencari jalan keluar dari koalisi pimpinan AS. AS telah menekankan bahwa militernya hadir di negara tersebut atas undangan pemerintah.

Suriah

Iran mempunyai kehadiran langsung di Suriah, di mana Pasukan Quds, unit elite Garda Revolusi yang menangani operasi luar negeri, dikerahkan setelah pemberontakan tahun 2011 untuk mendukung rezim Presiden Suriah, Bashar al-Assad. Anggota pasukan itu bertugas sebagai penasihat militer dan bertempur di garis depan untuk Assad, bersama milisi yang didukung Iran.

Suriah juga menjadi tuan rumah bagi Brigade Zainabiyoun dan Fatemiyoun, milisi Syiah yang terkait dengan Garda Revolusi yang diyakini merekrut petempur dari Afghanistan dan Pakistan.

Sementara itu, AS memiliki 800 anggota pasukan di Suriah sebagai bagian dari misi berkelanjutan untuk mengalahkan ISIS. Sebagian besar tentara AS ditempatkan di tempat yang oleh para pejabat militer disebut sebagai “Kawasan Keamanan Suriah Timur,” di mana AS mendukung Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang anti-rezim. Mereka berada di timur laut negara itu. Ada juga pasukan AS di Suriah bagian tenggara, di mana AS mendukung Syrian Free Army, yang juga menentang rezim Bashar al-Assad. Rezim Assad menganggap AS sebagai penjajah.

Pasukan AS di Suriah semakin sering diserang oleh kelompok-kelompok yang didukung Iran dalam beberapa pekan terakhir.

Yordania

Pasukan AS tewas di Tower 22, sebuah pangkalan AS di timur laut Yordania dekat perbatasan dengan Suriah. Pasukan AS berada di sana sebagai bagian dari misi pemberian nasihat dan bantuan untuk Yordania. Para pejabat AS mengatakan, pesawat tak berawak ditembakkan oleh militan yang didukung Iran dan tampaknya berasal dari Suriah.

Kelompok Perlawanan Islam di Irak mengatakan dalam sebuah pernyataan di Telegram bahwa mereka telah menyerang empat pangkalan di sepanjang perbatasan Yordania, termasuk tiga di Suriah.

Yordania menampung sekitar 3.000 tentara AS. Sebagai sekutu lama AS dan penerima  bantuan militer AS, pangkalan udara Yordania seperti Pangkalan Udara Muwaffaq Salti di Azraq, telah menjadi kunci bagi misi intelijen, pengawasan, perolehan target, dan pengintaian AS di Suriah dan Irak, di mana Washington memerangi ISIS.

Libanon

Lebanon merupakan rumah bagi kekuatan paramiliter paling kuat di Timur Tengah, yaitu  Hizbullah yang didukung Iran. Hizbullah merupakan salah satu proksi regional Iran yang paling efektif.

Kelompok itu memiliki basis utama di perbatasan Israel-Lebanon dan telah melancarkan aksi baku tembak dengan Israel sejak perang Gaza dimulai. Hizbullah dekat dengan Hamas.

Meskipun jumlah pasti persenjataan kelompok Islam Syiah itu tidak diketahui, para ahli memperkirakan mereka memiliki antara 150.000 dan 200.000 rudal, serta roket dan mortir. Ratusan rudal tersebut “memiliki presisi tinggi dan sangat destruktif”. Demikian menurut penilaian Institute for National Security Studies di Tel Aviv.

Pemimpin Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah, mengklaim kelompoknya memiliki 100.000 petempur, termasuk tentara aktif dan cadangan. Iran diyakini sebagai pemasok senjata utama Hizbullah.

Yaman

Inti dari konflik proksi antara Iran dan AS saat ini adalah pemberontak Houthi di Yaman, yang telah meningkatkan serangannya terhadap kapal-kapal kargo di Laut Merah. Kelompok itu mengatakan, serangan tersebut merupakan balasan terhadap Israel terkait perang di Gaza.

Kelompok itu saat ini menguasai Yaman utara, dan terlibat dalam pertempuran selama hampir delapan tahun dengan koalisi yang didukung AS dan Saudi sebelum sepakat untuk gencatan senjata tahun lalu.

Senjata-senjata Houthi sebagian besar dirakit dari komponen-komponen yang diproduksi Iran, yang diselundupkan ke Yaman dalam bentuk potongan-potongan. Namun kelompok tersebut kemudian melakukan modifikasi progresif yang menghasilkan perbaikan besar secara keseluruhan.

Militer AS menempatkan kapal perang di Laut Merah, di lepas pantai Yaman. Dari situ pasukan AS menyerang sasaran Houthi. Desember lalu, AS membentuk koalisi lebih dari 20 negara untuk menjaga lalu lintas maritim komersial di Laut Merah dari serangan Houthi.

Jalur Gaza dan Israel

Jalur Gaza yang terkepung merupakan rumah bagi kelompok militan Hamas, yang diyakini Israel memiliki sekitar 30.000 anggota pasukan sebelum perang Gaza dimulai. Hamas didirikan tahun 1987. Pada tanggal 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan terhadap Israel yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera 253 lainnya.

Iran telah membangun hubungan yang lebih dekat dengan kelompok tersebut dalam beberapa tahun terakhir. Berbeda dengan sekutu Teheran lainnya di kawasan itu, Hamas adalah organisasi Muslim Sunni, bukan organisasi Syiah seperti sekutunya yang lain.

Tidak ada bukti bahwa Iran mengetahui  rencana serangan pada 7 Oktober lalu dan Iran diyakini tidak memiliki pengaruh besar terhadap Hamas dibandingkan sekutunya yang lain di kawasan. Namun AS percaya, Iran secara historis telah memberikan hingga 100 juta dolar per tahun dalam bentuk dukungan gabungan kepada kelompok militan Palestina, termasuk Hamas dan Jihad Islam Palestina (PIJ), kelompok militan lain yang berbasis di Gaza.

Di sisi lain perbatasan, Israel adalah penerima bantuan militer AS terbesar. Washington telah menyumbang lebih dari 130 miliar dolar bantuan sejak berdirinya negara Yahudi tersebut tahun 1948.

Negara-negara Arab Teluk dan Turki

Meskipun perang Israel-Hamas belum meluas ke negara-negara di Teluk Arab, beberapa negara di kawasan tersebut merasa terancam karena mereka pernah menjadi sasaran kelompok-kelompok yang terkait dengan Iran sebelumnya. Arab Saudi dan Uni Emirat Arab diserang Houthi masing-masing pada tahun 2019 dan 2022.

Negara-negara Teluk yang menjadi sekutu AS juga merupakan rumah bagi penempatan pasukan AS terbesar di dunia. AS memiliki sekitar 13.500 pasukan di Kuwait. Itu merupakan kehadiran militer AS terbesar di kawasan tersebut. Hanya Jerman, Jepang, dan Korea Selatan yang menampung lebih banyak pasukan AS dibandingkan Kuwait.

Kehadiran militer AS terbesar kedua di kawasan ini di Qatar, Negara itu menampung sekitar 10.000 pasukan AS di Pangkalan Udara Al-Udeid, pangkalan militer AS terbesar di Timur Tengah yang juga merupakan rumah bagi US Central Command’s Forward Headquarters dan Combined Air Operations Centre.

Bulan ini AS secara diam-diam mencapai kesepakatan untuk memperpanjang kehadiran militernya selama 10 tahun lagi di pangkalan tersebut.

Qatar menjalin hubungan dengan Hamas. Hamas memiliki kantor politik di Doha sejak 2012.

Lebih dari 2.700 tentara AS ditempatkan di Pangkalan Udara Prince Sultan di Arab Saudi, sementara UEA menampung 3.500 personel militer AS di Pangkalan Udara Al Dhafra, yang merupakan rumah bagi Gulf Air Warfare Center.

Pusat kehadiran militer AS lainnya ada di Bahrain, yang menjadi tuan rumah Komando Pusat Angkatan Laut AS dan merupakan markas Armada Kelima Angkatan Laut. Turki menampung 1.465 anggota militer AS di pangkalan udara Incirlik.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow