Komando Pertahanan Israel Ingin Belanja Besar-besaran,Siagakan 200 Mesin Tempur di Gaza

- Operasi pasukan Israel di Gaza berpotensi akan terus berlanjut setelah invasi di Rafah. Belum lama ini, dunia kembali dikejutkan dengan serangan besar-besaran tentara Israel di Rafah. Serangan mematikan tersebut menewaskan 67 warga, belum ditambah puluhan lainnya luka-luka termasuk anak-anak. Di sisi lain, kabar rencana penguatan pasukan termasuk pertahanan datang dari kubu Israel. Kementerian Pertahanan Israel berencana membeli...

TRIBUNNEWS.COM  - Operasi pasukan Israel di Gaza berpotensi akan terus berlanjut setelah invasi di Rafah.

Belum lama ini, dunia kembali dikejutkan dengan serangan besar-besaran tentara Israel di Rafah.

Serangan mematikan tersebut menewaskan 67 warga, belum ditambah puluhan lainnya luka-luka termasuk anak-anak.

Di sisi lain, kabar rencana penguatan pasukan termasuk pertahanan datang dari kubu Israel.

Kementerian Pertahanan Israel berencana membeli lebih dari 200 kendaraan lapis baja untuk dikerahkan dekat perbatasan dengan Jalur Gaza.

Sebuah pernyataan mengatakan pihaknya akan menghabiskan 150 juta shekel (41 juta dollar Amerika) arau senilai Rp 642 miliar untuk menyediakan kendaraan lapis baja ke kota-kota perbatasan Gaza dan Tepi Barat.

“Membeli kendaraan lapis baja untuk kelompok keamanan lokal merupakan komponen penting dalam memperkuat keamanan kota-kota perbatasan di garis depan,” kata komandan pertahanan Yaniv Walfer, dikutip dari AA.

Namun, tidak ada rincian yang diberikan tentang di mana Israel berencana membeli kendaraan tersebut.

Adapun, Israel telah melancarkan serangan mematikan di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas yang dilakukan kelompok Palestina, Hamas, pada 7 Oktober.

Setidaknya 28.473 warga Palestina tewas dan 68.146 orang terluka, sementara kurang dari 1.200 warga Israel diyakini tewas dalam serangan Hamas.

Perang Israel di Gaza telah menyebabkan 85 persen penduduk wilayah tersebut mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan, sementara 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.

Baca juga: Imbas Pembantaian Rafah, Pengadilan Belanda Larang Pemerintah Pasok Senjata ke Israel: Tolak Banding

Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional.

Dalam keputusan sementara pada bulan Januari, pengadilan PBB memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.

Geger Pasokan Senjata

Serangan Israel ke kamp pengungsi Rafah di Jalur Gaza selatan telah menewaskan 67 warga Palestina dan melukai puluhan lainnya.

Teror mematikan ini menjadi sorotan internasional, satu di antaranya adalah datang dari belahan Eropa.

Beberapa jam setelah Israel melakukan pembantaian Rafah, pemblokiran pasokan senjata untuk Israel diperintahkan kepada Pemerintah Belanda.

Pada Senin (12/2/2024), Pengadilan Belanda memerintahkan pemerintahan untuk memblokir ekspor semua suku cadang jet tempur F-35 ke Israel.

Hal ini terkait dengan kekhawatiran pelanggaran hukum internasional dalam gencarnya pemboman di Jalur Gaza.

“Tidak dapat disangkal bahwa terdapat risiko yang jelas bahwa suku cadang F-35 yang diekspor digunakan untuk melakukan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional,” bunyi pernyataan Pengadilan Belanda, seperti diberitakan Independent.

Selanjutnya, Pengadilan meminta pemerintah mematuhi putusan tersebut dalam waktu tujuh hari.

Juga menolak permintaan pengacara pemerintah untuk menangguhkan perintah tersebut saat mengajukan banding ke Mahkamah Agung.

Adapun, Rafah, yang berbatasan dengan Mesir, adalah tempat perlindungan terakhir bagi 1,4 juta warga Palestina, yang melarikan diri dari serangan militer Israel di bagian utara Jalur Gaza.

Pengadilan banding Belanda mengatakan kemungkinan besar F-35 digunakan dalam serangan di Gaza, sehingga menimbulkan korban sipil.

Sementara, kasus terhadap pemerintah Belanda diajukan pada bulan Desember lalu oleh beberapa kelompok hak asasi manusia, termasuk Oxfam yang berafiliasi dengan Belanda.

Baca juga: Serangan Israel di Rafah Tewaskan Puluhan Orang, 2 Tawanan Bebas

Kelompok hak asasi manusia berpendapat, pengiriman pemerintah Belanda “berkontribusi terhadap pelanggaran hukum humaniter yang berskala luas dan serius oleh Israel”.

Keputusan sebelumnya dari pengadilan yang lebih rendah tidak memerintahkan pemerintah untuk menghentikan ekspor.

Dikatakan bahwa negara mempunyai kebebasan yang besar dalam mempertimbangkan isu-isu politik dan kebijakan dalam memutuskan ekspor senjata.

Hal ini ditolak oleh pengadilan banding yang mengatakan bahwa kekhawatiran politik dan ekonomi tidak mengalahkan risiko pelanggaran hukum perang.

Belanda memiliki salah satu dari beberapa gudang regional suku cadang F-35 milik AS, yang kemudian didistribusikan ke negara-negara yang memintanya, termasuk Israel dalam setidaknya satu pengiriman sejak Oktober tahun lalu.

Untuk diketahui, lebih dari 28.000 warga Palestina telah dibunuh oleh Israel dalam empat bulan, menurut pejabat kesehatan Gaza, sebagai serangan balasan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan.

Militan Hamas membunuh 1.200 orang dan menculik sedikitnya 250 sandera selama serangan tersebut, menurut penghitungan Israel.

Israel membantah melakukan kejahatan perang dalam serangannya di Gaza, dan mengatakan pihaknya berupaya membatasi korban sipil.

Invasi Rafah

Israel melancarkan serangan udara di kota Rafah di Gaza selatan, menewaskan puluhan orang, menurut para pejabat kesehatan, dilansir Aljazeera.

Ada laporan yang berbeda mengenai jumlah korban tewas setelah serangan dini hari pada hari Senin (12/2/2024).

Kantor berita AFP melaporkan bahwa serangan tersebut menewaskan 52 orang.

Reuters melaporkan bahwa sedikitnya 67 orang tewas.

Kedua media tersebut mengutip pejabat kesehatan di Gaza.

Serangan Israel menghantam 14 rumah dan tiga masjid di Rafah, menurut pejabat Palestina.

Rekan Al Jazeera Arab melaporkan setidaknya 63 orang tewas dalam serangan terhadap masjid.

Sementara pernyataan pers dari Hamas menegaskan bahwa lebih dari 100 orang tewas di kota itu.

“Israel secara resmi terus menargetkan warga sipil dan mengalihkan perang ke Rafah untuk mendorong penduduk mengungsi akibat pemboman,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina dalam sebuah pernyataan yang dirilis di X.

“Pembantaian pendudukan baru-baru ini adalah bukti validitas peringatan internasional dan ketakutan akan dampak buruk dari perluasan perang ke Rafah,” tambah kementerian tersebut.

Baca juga: Pemukim Israel Tinggalkan Gaza Pada 2005, Sekarang Mereka Mau Kembali: Awalnya Cuma Bikin Tenda

2 tawanan dibebaskan

Militer Israel atau IDF mengatakan pihaknya telah sukses menyerang sejumlah sasaran di distrik Shaboura di Rafah.

IDF juga mengumumkan bahwa mereka juga telah menyelamatkan dua tawanan yang dibawa oleh Hamas pada tanggal 7 Oktober lalu.

Para pejabat militer mengatakan para tawanan itu, yang bernama Fernando Simon Marman dan Louis Har, berada dalam kondisi baik.

Sementara itu, Hamas memperingatkan bahwa serangan darat Israel di Rafah akan merusak perundingan untuk membebaskan sisa tawanan kelompok tersebut di Gaza.

Namun, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada hari Senin berjanji untuk terus melanjutkan serangan.

“Hanya tekanan militer yang berkelanjutan, hingga kemenangan penuh, yang akan menghasilkan pembebasan semua sandera kami,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Serangan terbaru di Rafah ini terjadi ketika Israel sedang bersiap melancarkan serangan besar-besaran, yang dikhawatirkan oleh lembaga bantuan akan mengakibatkan banyak korban sipil di wilayah terakhir yang relatif aman di Gaza.

Sekitar 1,4 juta warga Palestina, atau lebih dari separuh penduduk Gaza, memadati Rafah untuk menghindari pemboman Israel.

Hamas mengutuk Israel atas serangan tersebut.

Hamas menyebut serangan tersebut adalah perluasan ruang lingkup pembantaian yang dilakukan terhadap rakyat Palestina.

“Serangan tentara pendudukan Nazi terhadap kota Rafah malam ini... yang telah merenggut nyawa lebih dari seratus orang sejauh ini, dianggap sebagai kelanjutan dari perang genosida dan upaya pemindahan paksa yang dilakukan terhadap rakyat Palestina,” kata kelompok tersebut dalam siaran pers.

Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada hari Minggu (11/2/2024) memperingatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk tidak melancarkan serangan terhadap Rafah tanpa rencana yang kredibel dan dapat dilaksanakan untuk menjamin keselamatan warga sipil.

Netanyahu menjanjikan perjalanan yang aman bagi warga Palestina di Rafah.

Tetapi nyatanya, ketidakjelasan mengenai rencana evakuasi memicu kekhawatiran bahwa warga Palestina mungkin akan terdorong ke Semenanjung Sinai di Mesir, yang memicu ketegangan dengan Kairo.

Netanyahu pada hari Minggu mengatakan kepada Fox News bahwa ada banyak ruang di utara Rafah.

"Di situlah kami akan mengarahkan mereka," katanya, tanpa menentukan dengan jelas bagian Gaza mana yang aman untuk evakuasi.

(Tribunnews.comm/ Chrysnha, Tiara Shelavie)

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow