Kisah Adi Latif Mashudi, Petani Milenial Blora yang Sempat Kerja di Korea Selatan (Bagian 2)

Dengan modal Rp 900 juta, Adi meninggalkan Korea dan membangun pertanian hidroponik di Blora.

Kisah Adi Latif Mashudi, Petani Milenial Blora yang Sempat Kerja di Korea Selatan (Bagian 2)

BLORA, KOMPAS.com - Kisah inspiratif kali ini datang dari seorang pemuda bernama Adi Latif Mashudi, yang saat ini menekuni dunia pertanian hidroponik di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, setelah sebelumnya mencari modal usaha dengan bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di Korea Selatan.

Pria asal Desa Ngiyono, Kecamatan Japah, itu menceritakan awal mula dirinya dapat bekerja di Negeri Gingseng tersebut.

Semua bermula saat Adi duduk di bangku kelas dua SMK Pelita Japah.

Baca juga: Kisah Adi Latif Mashudi, Tinggalkan Korea Selatan Saat Bergaji Puluhan Juta Rupiah demi Jadi Petani di Blora (Bagian 1)

"Waktu itu memang ada program pendidikan bahasa Korea gratis dan pada awalnya saya enggak ada niatan untuk ke Korea, hanya mengisi jam kosong karena masih ada waktu untuk belajar mengikuti kursus tersebut," ucap Adi, saat ditemui Kompas.com, di Agrowisata Petik Buah Girli Smart Ecosystem Farming miliknya yang berada di Desa Sumberejo, Kecamatan Japah, Kabupaten Blora, Kamis (25/4/2024).

Selama tiga minggu mengikuti program pendidikan bahasa Korea, pengetahuan Adi kian terbuka, mulai dari potensi pekerjaan hingga fasilitas yang didapat saat berada di Korea.

"Meskipun sedikit tertarik tetapi misi saya ingin kuliah," kata dia.

Karena ingin kuliah, Adi sempat mengikuti dan mendapatkan beasiswa ETOS pada tahun 2015.

Namun, karena pertimbangan adanya biaya-biaya lainnya selama kuliah, Adi dilarang dan tidak mendapatkan izin dari orangtuanya.

"Rencana kuliah saya korbankan saya kemudian melamar kerja 5 perusahaan tetapi tidak ada yang menerima," ujar dia.

Pria berusia 27 tahun tersebut kemudian diarahkan oleh sekolah bahasa Korea untuk mengikuti kursus bahasa Korea di Kabupaten Pati.

Pada tahun 2015, Adi mengikuti kursus bahasa korea dan seharusnya berangkat ke Korea pada tahun 2016.

Akan tetapi pada tahun 2016, tidak ada ujian untuk berangkat ke Korea.

Baca juga: RSUD dr R Soetijono Blora Luncurkan “Si Sedap”, Bupati Arief: Lakukan Terus Inovasi dan Terobosan Layanan kesehatan  

"Jadi, ditunda lagi setahun," kata dia.

Selama masa penundaan itu, dirinya mendapatkan kepercayaan dari lembaga kursus tersebut untuk mengelola asrama, koperasi, jadi tukang panen ayam, hingga diangkat jadi staf kantor.

"Kemudian sampai akhirnya 2017 saya lulus," ujar dia.

Pada saat akan berangkat ke Korea, pihak lembaga kursus menggratiskan biaya kepada Adi.

"Sebenarnya kejutan juga karena harusnya saya membayar Rp 35 sampai Rp 40 juta, waktu itu saya sudah menabung ya dari pihak LPK itu, pada akhirnya saya tidak dikenakan biaya apapun, jadi ya sudah semua digratiskan, kemudian sampailah di Korea Selatan," ujar dia.  

Bekerja dan kuliah di Korea

Selama bekerja di Korea sejak 23 Desember 2017, Adi tinggal di Kota Gyeongju, bertugas sebagai operator produksi untuk perusahaan pembuat sparepart mesin cuci LG.

"Dengan gaji perbulan estimasi Rp 30 sampai Rp 35 juta," kata dia.

Tak hanya bekerja, Adi juga membangun relasi dengan menempuh pendidikan sarjana di Universitas Terbuka yang bekerja sama dengan salah satu universitas di Korea Selatan.

"Waktu itu kampusnya di Yeungnam University, setiap hari Minggu kuliah ke sana, bukan hal mudah karena saya kerja dua shift, yaitu malam dan siang, dan itu rolling seminggu sekali, dan jam kerja wajib itu 12 jam," kata dia.

"Jadi, yang paling berat itu adalah ketika masuk kerja malam Minggu jam 8 malam berangkat jam 8 pagi pulang, kemudian kita langsung ke kampus. Nah, itu proses yang saya alami selama belajar di Korea Selatan sampai lulus, kemudian saya lulus tahun 2022," imbuh dia.

Baca juga: Perampok Bersenjata Api yang Gasak Toko Emas di Blora Masih Buron

Selama kuliah, pria kelahiran 25 April 1997 itu aktif di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Unit Kegiatan Mahasiswa Universitas Terbuka (UKM UT), hingga menjadi ketua Pengurus Cabang Istimewa Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (PCI IPNU) Korea Selatan.

"Kemudian karier terakhir saya di sana sebagai marbot masjid, ketua takmir masjid di sana, dan alhamdulillah diberi kesempatan untuk bisa memindahkan masjid yang semula di basemen kemudian bisa naik ke lantai dua, nah itu proses akhir 2021 sampai awal 2022," ujar dia.

Menunaikan ibadah Haji dari Korea Selatan

Selama berada di Korea, Adi juga sudah mampu beribadah haji menggunakan kuota dari Korea Selatan, tanpa menunggu waktu bertahun-tahun lamanya.

"Kalau haji dari Korea itu relatif lebih cepat, karena kuotanya lebih banyak daripada yang daftar, termasuk saya daftar dua minggu sebelum berangkat, enggak harus menunggu bertahun-tahun," terang dia.

Pulang jadi petani 

Setelah modal usaha didapat, gelar sarjana diperoleh, ibadah haji telah ditunaikan, Adi mengaku tidak ada alasan lagi untuk tetap berada di Korea.

Baca juga: Dibutakan Dendam, Suami Siri di Semarang Tusuk Istri di Rumah Majikan

"Jadi, saya sudah kehabisan alasan untuk tetap bertahan di Korea, selain hanya mempertahankan ketakutan saya, jadi ketakutan saya bagaimana nanti kalau saya gagal di Indonesia, pada akhirnya selama proses haji itulah saya memohon petunjuk yang pada akhirnya saya dituntun dan saya mantapkan diri untuk memutuskan 'oke, saya pulang ke Indonesia'," ujar dia.

Dirinya kemudian pulang ke Indonesia pada 22 Juli 2023 untuk kemudian menggeluti dunia pertanian hidroponik dengan modal keseluruhan sekitar Rp 900 juta.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow