Jepang Hadapi Resesi, RI Monitor Dampak ke Investasi dan Ekspor

Pemerintah akan terus memonitor dampak resesi di negara Jepang, terutama dari sisi investasi dan ekspor. Salah satu strateginya dengan fokus pada 12 negara ekspor prioritas.

Jepang Hadapi Resesi, RI Monitor Dampak ke Investasi dan Ekspor

Sejumlah negara maju saat ini menghadapi resesi secara teknikal seperti Jepang dan Inggris karena tingginya tingkat inflasi dan melemahnya permintaan domestik. Hal ini menjadi perhatian pemerintah, terutama terhadap dampak investasi dan ekspor Indonesia. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi dalam dua kuartal berturut-turut memberikan sinyal bahwa Jepang dan Inggris akan masuk ke dalam resesi secara teknikal.

"Meski demikian masih terlalu dini untuk menilai bahwa kedua negara tersebut akan memasuki kondisi resesi ekonomi," kata Airlangga dalam keterangan resmi, dikutip Senin (19/2).

Menurut National Bureau of Economic Research (NBER), resesi secara luas dapat diartikan sebagai penurunan signifikan dalam aktivitas ekonomi yang tersebar di seluruh ekonomi, berlangsung lebih dari beberapa bulan, dan biasanya terlihat dalam PDB riil, pendapatan riil, lapangan kerja, produksi industri, serta penjualan grosir-eceran.

Mencermati kondisi tersebut, Airlangga mengatakan, bahwa pemerintah akan terus memonitoring dampak transmisi perlambatan ekonomi global terhadap perekonomian nasional, khususnya di Jepang.

"Indonesia memiliki hubungan kerja sama yang baik dengan Jepang, seperti pada aspek investasi dan ekspor-impor. Jepang juga menjadi salah satu tujuan utama ekspor bagi Indonesia," kata dia.

Adapun ekspor utama Indonesia ke Jepang meliputi batubara, komponen elektronik, nikel dan otomotif. Ekspor Indonesia ke Jepang berada pada peringkat ke-4 dan mencapai US$ 18,8 miliar pada 2023.

Sementara Foreign Direct Investment Jepang ke Indonesia tahun 2023 juga berada pada peringkat ke-4 dengan total sebesar US$ 4,63 miliar. Meski Jepang hadapi perlambatan, ekonomi nasional dinilai masih menunjukkan resiliensi dengan capaian pertumbuhan yang solid.

Hal ini ditopang oleh permintaan domestik yang terus tumbuh dan dijaga dengan inflasi yang terkendali, Pemerintah tetap mengambil sejumlah langkah antisipatif terhadap risiko ekonomi global tersebut untuk menjaga perekonomian Indonesia tetap stabil.

Menko Airlangga Bentuk Satgas

Pemerintah juga telah menerbitkan Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 416 Tahun 2023 tentang Tim Pelaksana dan Kelompok Kerja Satuan Tugas Peningkatan Ekspor Nasional sebagai tindak lanjut Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Satgas Peningkatan Ekspor Nasional.

Hingga saat ini telah dibentuk enam Kelompok Kerja dalam satgas tersebut berdasarkan tugas dan kewenangannya masing-masing, diantaranya yakni Pokja 1 (Bidang Peningkatan Produktivitas dan Daya Saing Sumber Daya dan Industri Ekspor), Pokja 2 (Bidang Diplomasi, Promosi dan Pengembangan Pasar Ekspor).

Kemudian Pokja 3 (Bidang Simplifikasi, Sinkronisasi, dan Integrasi Proses Bisnis dan Layanan Ekspor), Pokja 4 (Bidang Pembiayaan Ekspor), Pokja 5 (Bidang Peningkatan Ekspor UMKM), serta Pokja 6 (Bidang Regulasi).

Meski Neraca Perdagangan Indonesia pada Januari 2024 masih melanjutkan tren surplus 45 bulan berturut-turut sebesar US$ 2,02 miliar yang didukung oleh kinerja sektor nonmigas sebesar US$ 3,32 miliar, namun kinerja sektor migas masih menunjukkan defisit sebesar US$ 1,30 miliar.

Hal tersebut menjadi salah satu fokus pemerintah, khususnya tim Satgas Peningkatan Ekspor Nasional. Untuk itu, masing-masing pokja saat ini tengah menyusun rencana kerja berupa quick win, rencana jangka pendek, jangka menengah, hingga jangka panjang guna mengatasi hal tersebut.

Di samping mengoptimalkan potensi pasar yang telah ditentukan tersebut, Satgas Peningkatan Ekspor juga tengah berfokus memperluas akses pasar dengan mendorong penyelesaian perundingan perjanjian khususnya Indonesia-EU CEPA.

Diikuti dengan peluang Indonesia masuk blok perdagangan The Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP), dan aksesi Indonesia menjadi anggota Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Fokus Ekspor ke 12 Negara Prioritas

Di tengah perlambatan ekonomi Jepang dan Inggris, pemerintah akan fokus untuk menggenjot ekspor nasional ke 12 negara prioritas. Kebijakan ini juga diharapkan dapat memperkuat neraca perdagangan, pertumbuhan ekonomi serta membuka pasar baru.

Airlangga Hartarto menyebut 12 negara ekspor prioritas tersebut, di antaranya Arab Saudi, Belanda, Brazil, Chile, Cina, Filipina, India, Kenya, Korea Selatan, Meksiko, UEA, dan Vietnam.

"Produk ekspor prioritas yang ditetapkan mulai dari ikan dan olahan ikan, sarang burung walet. Kemudian kelapa dan kelapa olahan, kopi dan rempah olahan, bahan nabati dan margarin, kakao, makanan olahan, bungkil dan pakan ternak," kata Airlangga.

Selanjutnya produk semen, kimia, karet dan produk dari karet, kulit dan produk dari kulit, pulp dan kertas, TPT dan alas kaki, logam mulia dan perhiasan, mesin-mesin, elektronik, otomotif, furnitur, serta mainan.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow