Imbas Serangan di Rafah Palestina, Israel Makin Dapat Tekanan Internasional

Imbas serangan ke Kota Rafah Palestina, Israel kini menghadapi tekanan internasional yang terus meningkat untuk menyetujui gencatan senjata.

Imbas Serangan di Rafah Palestina, Israel Makin Dapat Tekanan Internasional

GAZA, KOMPAS.com - Imbas serangan ke Kota Rafah Palestina, Israel kini menghadapi tekanan internasional yang semakin meningkat pada Selasa (13/2/2024).

Dunia internasional berharap agar Israel segera menyetujui gencatan senjata dengan kelompok Hamas.

Dijadwalkan, Direktur CIA William Burns berada di Kairo pada Selasa hari ini untuk putaran baru perundingan mengenai gencatan senjata yang dimediasi Qatar.

Baca juga: Bertemu Presiden AS, Raja Yordania Serukan Gencatan Senjata Penuh di Gaza

Tujannya untuk menghentikan sementara pertempuran dengan imbalan Hamas dapat membebaskan para sandera Israel.

Rencana kunjungannya terjadi setelah Amerika Serikat dan PBB memperingatkan Israel agar tidak melakukan serangan darat ke Rafah tanpa rencana untuk melindungi warga sipil.

Sebab, ada lebih dari satu juta warga Palestina yang terjebak dan tinggal di Rafah. Para pengungsi mengatakan tidak punya tempat lagi untuk pergi.

"Ke mana pun kami pergi, selalu ada pemboman, korban meninggal, dan korban luka," kata Iman Dergham, seorang pengungsi perempuan Palestina, dikutip dari AFP.

Raja Yordania dorong gencatan senjata

Dalam kunjungannya ke Gedung Putih hari Senin (12/2/2024), Raja Yordania Abdullah II mendorong gencatan senjata penuh untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama empat bulan.

"Kami tidak bisa membiarkan serangan Israel terhadap Rafah. Hal ini pasti akan menghasilkan bencana kemanusiaan lainnya," kata raja yang negaranya menampung banyak pengungsi Palestina.

"Kita tidak bisa berdiam diri dan membiarkan hal ini terus berlanjut. Kita memerlukan gencatan senjata yang permanen sekarang. Perang ini harus diakhiri," tegas dia.

Setelah menolak persyaratan gencatan senjata Hamas pekan lalu, Israel melakukan serangan dini hari di Rafah pada hari Senin kemarin yang dapat membebaskan dua sandera.

Baca juga: 2 Rudal Houthi Yaman Sasar Kapal Kargo di Laut Merah

Namun dari serangan Israel tersebut telah menewaskan sekitar 100 orang di Rafah Palestina.

Netanyahu memuji operasi semalam untuk membebaskan Fernando Simon Marman, (60), dan Luis Har (70), sebagai operasi yang "sempurna".

Namun Kementerian Luar Negeri Palestina mengatakan kematian puluhan warga Gaza merupakan "pembantaian".

Misi penyelamatan yang jarang terjadi di bawah serangan udara besar-besaran ini terjadi beberapa jam setelah Netanyahu berbicara dengan Presiden AS Joe Biden.

Israel mendapat banyak pertentangan terhadap rencana serangan besar di Rafah.

Namun Netanyahu menentang tekanan dari sekutu utama dan pendukung militer AS, dan bersikeras bahwa kemenangan penuh tidak dapat dicapai sampai batalion terakhir Hamas di Rafah dilenyapkan.

Saat bertemu dengan unit yang membebaskan kedua sandera, Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant pada hari Senin mengatakan akan ada operasi lanjutan dan berjanji untuk melihat Gaza dihancurkan.

"Menurutku, waktunya tidak lama lagi," kata dia.

Baca juga: 1 Tewas dan 5 Orang Terluka akibat Penembakan di Stasiun Bawah Tanah AS

Tak ada tempat aman di Rafah

Rafah kini telah menjadi tempat perlindungan terakhir bagi lebih dari separuh penduduk Gaza yang terpaksa tinggal di kamp-kamp sementara di perbatasan Mesir.

Tetapi, para pengungsi mulai menghadapi wabah hepatitis dan diare, serta kelangkaan makanan dan air.

Netanyahu mengatakan Israel akan memberikan jalan yang aman bagi warga sipil yang mencoba meninggalkan negaranya.

Akan tetapi, pemerintah asing dan kelompok bantuan serta warga Gaza bertanya-tanya ke mana warga Palestina akan pergi.

"Saat ini, tidak ada tempat yang aman di Gaza," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.

Ketika ditanya tentang misi evakuasi, dia mengatakan PBB tidak akan menjadi pihak yang melakukan pemindahan paksa.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk memperingatkan bahwa sejumlah besar warga sipil kemungkinan akan terbunuh atau terluka dalam serangan penuh Israel ke Rafah.

Jika terjadi serangan di Rafah, maka bantuan kemanusiaan yang memasuki Gaza akan sulit.

"Di sini hampir terjadi kelaparan, kami hampir kehabisan tepung di wilayah utara," ujar seorang pria di Beit Lahia, Gaza utara.

Baca juga: Ketua DPR AS Tolak RUU Bantuan Ukraina yang Diajukan Senat

"Kami bahkan tidak dapat menemukan makanan dan minuman untuk anak-anak," tutur dia.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow