Faisal Basri Blak-blakan Kritik 3 Menteri Jokowi di Sidang Sengketa Pilpres: Mereka Hanya Baca Pidato Kenegaraan

Faisal Basri menanggapi kesaksian empat menteri Presiden Jokowi dalam sidang sengketa Pilpres 2024. Tiga di antaranya disebut hanya membaca pidato.

Faisal Basri Blak-blakan Kritik 3 Menteri Jokowi di Sidang Sengketa Pilpres: Mereka Hanya Baca Pidato Kenegaraan

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior Univesitas Indonesia Faisal Basri menanggapi kesaksian empat menteri kabinet Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam sidang sengketa Pilihan Presiden di Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu. Ia mengkritik tiga menteri dan memuji satu menteri yang bersaksi kala itu.

Faisal blak-blakan di acara podcast YouTube milik Bambang Widjojanto yang diunggah pada Sabtu, 13 April 2024 kemarin. Menurut Faisal, tiga menteri yang hadir dalam sidang memberi kesaksian layaknya seperti membacakan pidato kenegaraan.

Ketiga menteri yang dikritik Faisal adalah Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

“Secara umum, kecuali Bu Risma tidak membaca. Yang dua Menko dan satu menteri keuangan itu baca pidato kenegaraan saja. Semua bagus, keren sekaligus dia ingin menjawab dinamika persidangan. Makanya dijelaskan semua apa indahnya Indonesia ada perlindungan sosial segala macam, lah,” kata Faisal dalam dalam channel YouTube Bambang Widjojanto.

Dalam sidang itu, kata Faisal, tiga menteri yang disebutkan sebelumnya itu hanya menjelaskan betapa baiknya pemerintahan yang telah memberikan sesuatu kepada rakyat, di antaranya berupa bantuan sosial atau Bansos. Padahal yang dilakukan pemerintah selama ini memang menjalankan tugas mereka.

“Semua dikasih tahu betapa pemurahnya pemerintah itu, begitu-begitu, Bahkan sudah kami utarakan itu tugas negara yang inheren, ada namanya mekanisme pasar. Ada sistem jaminan sosial atau proteksi itu juga disampaikan. Namun mereka utarakan tidak menggunakan konteks akar permasalahan yang diungkap di Makhamah Konstitusi,” ujarnya.

Faisal menyinggung apa yang dikatakan Menteri Muhadjir Effendi dalam sidang sudah dianggap berlebihan, hingga sempat ditegur hakim. Pasalnya, saat itu Muhadjir menyebutkan mustahil hasil pemilu dipengaruhi oleh kunjungan Jokowi.

“Menteri ini enggak pantas jadi menteri kalau begini, Menko lagi. Karena dia harusnya menjadi pengawal, ‘Pak (Presiden) ini enggak bagus, ini enggak bisa, ini sudah out offside. Harusnya dia ingatkan,” tutur Faisal.

Ia juga menyayangkan sikap Muhadjir yang dalam persidangan tersebut malah bertindak seperti tim hukum pemenangan 02, Prabowo-Gibran. “Pokoknya menjustifikasi semua proses pemilu di Indonesia ini enggak ada masalah kok, termasuk dalam perspektif bansos gitu,” ujar Faisal.

Faisal juga mengkritik kesaksian yang diberikan Airlangga, Muhadjir dan Sri Mulyani karena tidak menjawab inti persoalan. Sebab, menurut Faisal, yang disampaikan tiga menteri itu semata-mata agar masyarakat menganggap mereka sebagai negarawan. “Padahal mereka pelaku politiknya. Muhadjir walau dia tidak partai kelihatannya sudah pelayan Presiden ya mirip-mirip Harmoko pas zaman Pak Harto,” ujarnya.

Ia pun meyayangkan para menteri itu tidak dibatasi waktu dalam memberikan kesaksian di sidang MK. “Ya jadi bersiasat dengan pidatonya kan panjang enggak dibatasi, padahal kita 5 menit, panjang bos kayak kuliah umum,” ujarnya.

Sementara itu, Faisal Basri memuji Menteri Sosial Tri Rismaharini yang jujur dalam persidangan. “Karena dia menyampaikan apa adanya,” ujarnya.

Dia menilai apa yang disampaikan Risma di sidang MK dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan DPR RI pada waktu lalu, dalam sidang MK berbeda jauh dan cenderung lebih halus.

“Beberapa waktu lalu lebih emosional. Bukan emosional emosian tapi dia curahkan ‘kok gini amat sih mbok ya yang sudah kita tata selama ini jangan dirusak lagi’, “ kata Faisal.

Faisal mengklaim Risma telah mencoba menata hakekat sistem sosial melalui transfer langsung dalam pendistribusian bansos supaya tidak ada politisasi. “Tidak ada upacara-upacara itu enggak pernah Bu Risma, kalau ada masalah baru dia turun ke bawah. Jadi di situ sebenarnya Bu Risma mencoba meng-counter atau tidak melakukan personalisasi bansos,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Faisal juga sempat geram dengan pernyataan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia yang meminta agar Risma juga turun ke lapangan, melakukan pembagian bansos sendiri. “Inilah yang saya geram sekali pada saudara Bahlil Menteri Investasi itu mengatakan ‘silakan saja kalau Bu Risma mau bagi-bagi bikin panggung sendiri’ , panggung ternyata untuk mereka bagi-bagi,” ujarnya.

“Event-event itu kan jadi Bansos secara umum sudah memengaruhi hasil pemilu dan itulah kemewahan yang dimiliki oleh penguasa dalam memobilisasi dana publik,” kata Faisal. Ia pun mengkritik pemberitaan pemberian bansos selama ini menstigma Presiden Jokowi sebagai sosok yang merakyat sehingga masyarakat buta soal kesalahan kepala negara tersebut.

Pilihan Editor: Ekonom Sebut MK Perlu Periksa Jokowi untuk Usut Politisasi Bansos

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow