Dulu Berapi-api Kritik Jokowi,Melki Sedek Bicara Usai Dinyatakan Terbukti Berbuat Asusila Memalukan

- Dulu berapi-api kritik Jokowi, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Nonaktif Melki Sedek Huang kini menghadapi persoalan tuduhan melakukan perbuatan asusila. Meski dinyatakan terbukti melakukan perbuatan memalukan tersebut, Melki Sedek Huang tak tinggal diam. Melki Sedek Huang keberatan atas pernyataan Rektorat UI yang menyebut dirinya terbukti melakukan kekerasan seksual. Pernyataan Rektorat UI...

Dulu Berapi-api Kritik Jokowi,Melki Sedek Bicara Usai Dinyatakan Terbukti Berbuat Asusila Memalukan

TRIBUN-MEDAN.com - Dulu berapi-api kritik Jokowi, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Nonaktif Melki Sedek Huang kini menghadapi persoalan tuduhan melakukan perbuatan asusila.

Meski dinyatakan terbukti melakukan perbuatan memalukan tersebut, Melki Sedek Huang tak tinggal diam.

 Melki Sedek Huang keberatan atas pernyataan Rektorat UI yang menyebut dirinya terbukti melakukan kekerasan seksual.

Pernyataan Rektorat UI tersebut tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Indonesia Nomor 49/SK/R/UI/2024, yang ditandatangani Rektor UI Ari Kuncoro, pada 29 Januari 2024.

"Saya menyampaikan keberatan atas Keputusan Rektor UI tersebut," kata Melki, dalam keterangannya, pada Rabu (31/1/2024).

Terkait hal itu, Melki mempersoalkan transparansi proses investigasi yang dilakukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UI.

Sepanjang proses investigasi dilakukan Satgas PPKS UI selama kurang lebih satu bulan, Melki mengaku hanya dipanggil sebanyak satu kali oleh Satgas PPKS UI.

Adapun dalam pemanggilan tersebut, kata Melki, dia dimintakan keterangan atas kasus yang melibatkannya.

"Sehingga saya tidak pernah menyampaikan keterangan apa pun lagi ataupun mengetahui proses-proses investigasi yang ada di dalam Satgas PPKS UI hingga dikeluarkannya Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024, pada 29 Januari 2024 lalu," ucap Melki.

Selain itu, Melki juga menyebut terdapat kejanggalan dalam proses investigasi yang dilakukan Satgas PPKS UI.

Setelah pemanggilannya yang pertama, pada 22 Desember 2023 lalu, Melki mengharapkan adanya pemanggilan lanjutan ataupun informasi yang diberikan kepadanya mengenai perkembangan proses investigasi.

Namun, pemanggilan itu tak kunjung tiba untuknya. Sehingga, Melki menilai, ia tidak diberi ruang untuk memvalidasi bukti-bukti yang ada.

"Sebagai tertuduh, bukankah saya seharusnya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi mengenai proses dan investigasi yang ada demi pencarian kebenaran yang adil?" tuturnya.

Melki mengaku memahami bahwa perspektif korban merupakan hal yang penting untuk menjaga nama baik korban.

"Namun, bukankah saya pun memiliki hak dan nama baik? Selama proses yang ada, saya merasa tak mendapatkan hak-hak tersebut, terlebih dalam hak untuk tidak dianggap bersalah sampai hadir putusan yang sah," jelas Melki.

Guna mengupayakan keadilan baginya, Ketua BEM UI Nonaktif itu menyatakan akan mengajukan pemeriksaan ulang.

Untuk diketahui, berdasarkan diktum ketujuh dalam Keputusan Rektor UI Nomor 49/SK/R/UI/2024 tersebut, Melki diperkenankan untuk meminta pemeriksaan ulang yang harus diajukan paling lambat 14 hari sejak diterimanya Keputusan Rektor UI tersebut jika Keputusan tersebut dianggap tidak adil.

"Sehingga, saya akan tetap mematuhi dan menjalankan upaya-upaya yang menurut aturan diperbolehkan," tegasnya.

Diberitakan sebelumnya, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Melki Sedek Huang dinyatakan terbukti melakukan kekerasan seksual.

Hal tersebut sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Rektor Universitas Indonesia Nomor 49/SK/R/UI/2024, yang ditandatangani Rektor UI Ari Kuncoro, pada 29 Januari 2024.

"Bahwa Saudara Melki Sedek dengan Nomor Pokok Mahasiswa 1906363xxx terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan hasil pemeriksaan, alat bukti, serta keterangan pihak terkait yang telah dihimpun oleh Satgas PPKS UI," demikian dikutip dari salinan SK Rektor Nomor 49/SK/R/UI/2024 yang diterima Tribunnews.com, pada Rabu (31/1/2024).

Pihak Rektorat UI memberikan sanksi administratif terhadap Melki, berupa skorsing akademik selama satu semester.

Adapun selama masa skorsing tersebut, Melki dilarang menghubungi, melakukan pendekatan, berada dalam lokasi berdekatan, dan/atau mendatangi korban.

Selain itu, Melki juga dilarang aktif secara formal maupun informal dalam organisasi dan kegiatan kemahasiswaan pada tingkat program studi, fakultas, dan universitas serta berada di lingkungan kampus Universitas Indonesia.

"Selama masa skorsing, Pelaku wajib mengikuti konseling psikologis, sehingga Pelaku diperkenankan hadir/berada di lingkungan kampus Universitas Indonesia hanya pada saat harus menghadiri sesi-sesi konseling/edukasi tentang kekerasan seksual yang dilaksanakan secara khusus dengan tatap muka langsung di kampus Universitas Indonesia," demikian amar putusan SK Rektor UI tersebut.

Nantinya, laporan hasil konseling yang telah dilakukan Pelaku menjadi dasar bagl Rektor Universitas Indonesia (UI) untuk menerbitkan surat keterangan bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi yang dikenakan.

Kepala Humas Universitas Indonesia Amelita Lusia menyampaikan, dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 disebutkan bahwa pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS), Pemimpin Perguruan Tinggi membentuk Satuan Tugas (Satgas) di tingkat Perguruan Tinggi.

Ia mengatakan, UI sudah memiliki Satgas PPKS yang menjalankan tugas sesuai dengan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Pasal 34, dan menangani laporan Kekerasan Seksual melalui mekanisme yang diatur pada Pasal 38, yakni dimulai dari penerimaan laporan, pemeriksaan, dan penyusunan kesimpulan dan rekomendasi, pemulihan, dan tindakan Pencegahan keberulangan.

Amelita juga menuturkan, rekomendasi dari Satgas PPKS selanjutnya ditetapkan dengan Keputusan Pemimpin Perguruan Tinggi.

"Demikian pula pada kasus ini, untuk melaksanakan fungsinya terkait penanganan kekerasan seksual di lingkungan UI, Satgas PPKS UI mengeluarkan rekomendasi sanksi administratif yang ditetapkan dengan Keputusan Rektor," ucap Kepala Humas Universitas Indonesia Amelita Lusia, saat dihubungi Tribunnews.com melalui pesan singkat, pada Rabu (31/1/2024).

Selain itu, Eks Wakil Ketua BEM UI Shifa Anindya Hartono juga membenarkan adanya penetapan sanksi terhadap Melki.

"Benar, per 29 Januari 2024," kata Shifa, saat dihubungi Tribunnews.com, pada Rabu (31/1/2024).

DULU Berapi-api kritik Jokowi

BEM UI membuat kritik terhadap Jokowi terkait langkahnya jelang Pemilu 2024.

Kritik tersebut diunggah melalui akun Instagram BEM UI, @bemui_official, pada Sabtu (20/5/2023).

BEM UI mencontohkan Jokowi berpihak pada salah satu capres menjelang Pemilu 2024.

Jokowi juga dikritik lantaran mengantar salah satu capres menggunakan pesawat kepresidenan yang dianggap melanggar UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Tak hanya itu, BEM UI juga mengkritik Jokowi yang mengundang enam ketua parpol ke Istana Negara pada 2 Mei 2023.

Menurut BEM UI, hal tersebut membuat Istana Negara sebagai tempat berkembangnya dinasti kekuasaan partai koalisi pemerintah.

"Dalam konteks ini, Jokowi menjadikan Istana Negara sebagai panggung bagi lahir dan berkembangnya dinasti kekuasaan partainya," tulis BEM UI dikutip Tribunnews.com, Selasa (23/5/2023).

Di sisi lain, konten tersebut tidak hanya diunggah di Instagram, tetapi juga di akun Twitter BEM UI.

Setelah itu, ternyata konten yang diunggah di akun BEM UI menjadi trending dan mulai saat itulah peretasan terjadi.

Ketua BEM UI Nonaktif Melki Sedek Huang menjelaskan kronologi peretasan akun Twitter tersebut.

"Hari ini, Minggu, 21 Mei 2023, telah terjadi tindakan peretasan terhadap media sosial twitter milik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI)."

"Hal ini terjadi setelah akun Twitter BEM UI berada pada trending setelah mempublikasikan unggahan tweet dengan judul 'Jokowi Milik Parpol, Bukan Milik Rakyat'," kata Melki dalam keterangan tertulis yang diterima Tribunnews.com.

Baca juga: Melki Sedek Huang Buka Suara Soal Dugaan Pelecehan Seksual: Saya Yakin tak Pernah Melakukan Hal Itu

Melki mengatakan setelah konten tentang Jokowi tersebut trending, ternyata akun Twitter yang berada di seluruh gawai anggota BEM UI ter-log out dengan sendirinya.

"Setelah unggahan tersebut, pada Minggu malam, secara tiba-tiba seluruh akun Twitter BEM UI ter-log out dari seluru gawai yang ada dan hingga kini belum bisa kembali untuk masuk," tuturnya.

Melki mengungkapkan, hingga Senin (22/5/2023) malam, akun Twitter BEM UI belum dapat diakses oleh para anggota.

"Kami sudah melakukan semua upaya dan otentikasi, tapi masih belum bisa diakses sampai saat ini," ujarnya.

Ditanya apakah BEM UI menduga pihak yang meretas akun Twitter berasal dari lingkaran Jokowi, Melki enggan untuk menjawab secara gamblang.

Namun dirinya meyakini, pihak yang melakukan peretasan adalah yang tidak suka dengan kritik dari BEM UI.

"Karena keterbatasan kami yang minim akses, sulit bagi kami untuk tahu pelaku peretasan ini. Tapi, kami meyakini ini dilakukan oleh orang yang tidak suka dengan kritik yang dilakukan BEM UI," tukasnya.

Baca juga: Ketua BEM UI Melki Sedek Kena Kasus Dugaan Pelecehan, Kini Nasibnya Sudah Dinonaktifkan

Kendati demikian, Melki menegaskan pihaknya tidak takut meski adanya peretasan setelah mengunggah konten kritik terhadap Jokowi.

Menurutnya, peretasan ini semakin membuat BEM UI bahwa kritik yang dilakukan adalah hal tepat.

"Kami BEM UI sekali lagi menegaskan, upaya pembungkaman apapun terhadap kami, tidak akan membuat kami menjadi takut dan terdiam. Justru upaya penekanan ini menjadikan kami semakin yakin bahwa kami berada di jalan perjuangan yang tepat," tegasnya.

Kritik Putusan MK

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Melki Sedek Huang menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan batas usia capres-cawapres seakan hendak mempertontonkan kuatnya relasi keluarga dan politik dinasti.

"Hari ini kita malah dipertontonkan dengan putusan yang sangat erat kaitannya dengan relasi keluarga, yang sangat erat kaitannya dengan politik dinasti, dan sangat erat kaitannya dengan inkonstitusional," kata Melki dalam konferensi pers di depan Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Melki berbicara demikian, lantaran Ketua MK Anwar Usman merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan paman dari Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.

Terlebih sebelum putusan dibacakan, Gibran digadang maju sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.

Sehingga, putusan MK dinilai kental relasi keluarga dan cara untuk memuluskan politik dinasti Jokowi.

Selain itu, Melki menegaskan bahwa putusan soal batas usia capres-cawapres semestinya bukan domain MK sebagai lembaga yudikatif, melainkan ranah dari legislatif selaku pembuat undang-undang.

Baca juga: Mahfud MD Disindir Terlambat Mundur, Drajad Wibowo Singgung Sikap Oposisi saat Masih Jabat Menteri

"Kita mengetahui betul bahwa putusan batas usia harusnya bukan menjadi domain, bukan ranah yudikatif di MK, ia adalah ranah legislatif selaku pembuat undang-undang," terangnya.

Berkenaan dengan ini pula, Melki  kala itu mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk melantangkan gelombang penolakan terhadap putusan MK.

(*/TRIBUN-MEDAN.com)

Sumber:Tribunnews.com

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram dan Twitter    

Berita viral lainnya di Tribun Medan

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow