Dosen Filsafat UGM Komentari Pernyataan Cak Imin Soal Etika Lingkungan Saat Debat Cawapres

Pada debat cawapres Cak Imin menyinggung landasan permasalahan lingkungan harus menerapkan etika lingkungan. Begini kata dosen etika lingkungan UGM.

Dosen Filsafat UGM Komentari Pernyataan Cak Imin Soal Etika Lingkungan Saat Debat Cawapres

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Filsafat Universitas Gadjah Mada (UGM), Lailiy Muthmainnah mengungkapkan, etika lingkungan merupakan salah satu turunan etika terkait relasi alam dan manusia.

Jika mengacu dalam debat kedua, etika lingkungan yang disampaikan oleh Muhaimin Iskandar atau Cak Imin kepada Gibran Rakabuming berkaitan dengan tata kelola sumber daya. Etika lingkungan pun menjadi landasan penting para pemangku kebijakan bertindak atau memutuskan regulasi.

“Etika lingkungan menjadi hal yang penting sebagai landasan seseorang melakukan pembangunan,” ucap Lailiy Muthmainnah kepada Tempo.co pada Selasa, 23 Januari 2024.

Saat ini, Indonesia menekankan salah satu prinsip etika lingkungan berupa antroposentrisme yang diterapkan tidak sesuai dengan makna utama. Para pemimpin Indonesia melihat alam sebagai alat untuk mencapai keinginan tertentu. Padahal, alam dapat menunjang kebutuh manusia. Salah satu cara pemerintah menunjukkan sikap antroposentrisme adalah penerapan hilirisasi yang juga kerap disebutkan dalam debat cawapres kemarin.

“Ketika mengambil sumber daya dengan cara eksploitatif dan tidak dihitung secara tepat, seperti hilirisasi, akan membawa pada kerugian,” ujar Dosen Etika Lingkungan UGM itu.

Namun, dalam pembangunan, etika lingkungan juga memerlukan tata kelola yang baik. Etika lingkungan akan membawa pada pola pikir terkait relasi yang ideal melakukan tata kelola terhadap alam. Sebab, alam juga memiliki hak untuk hidup lebih lama. Dengan prinsip-prinsip etika lingkungan, alam dilihat bukan lagi sebagai alat, melainkan untuk keberlangsungan hidup manusia. Akibatnya, alam tidak lagi dieskploitasi secara berlebihan. Jika dieksploitasi sebagai alat pemuas keinginan, alam juga akan menghancurkan manusia.

“Misalnya, saat debat cawapres kemarin, hilirisasi nikel sempat dibahas, tetapi penerapannya merusak lingkungan, kondisi sosial, dan ekonomi masyarakat setempat,” ujar Lailiy.

Lebih lanjut, Dosen Filsafat Politik UGM ini juga mengungkapkan, secara ideal, etika lingkungan perlu diterapkan pada setiap generasi. Namun, selain berpegang pada etika lingkungan, seseorang juga perlu mengamalkan nilai-nilai yang ada secara konsisten. Pada pengamalan etika lingkungan, konsistensi tidak hanya berwujud dalam tindakan, tetapi pada kebijakan. Jika ingin konsisten menjaga marwah etika lingkungan berkelanjutan, perlu mengutamakan undang-undang terkait perlindungan lingkungan dalam pembangunan.

Meskipun akhirnya Indonesia akan terjebak dalam antroposentrisme, pemerintah perlu melakukan upaya untuk mengendalikannya. Pola pikir etika lingkungan harus tetap terjaga demi menjaga pembangunan berkelanjutan di Indonesia, termasuk dalam kebijakan.

Pemerintah perlu menerapkan aturan hukum tertulis yang memberikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan. Tidak hanya itu, etika lingkungan dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan juga perlu diterapkan oleh setiap pihak dengan cara mengubah mindset. Dengan begitu, setiap orang memahami esensi dari etika lingkungan yang menjadi landasan pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

Sebelumnya, Cak Imin menyinggung Proyek Giant Sea Wall (tanggul Jakarta) yang menurutnya tidak bisa menyelesaikan masalah. “Tidak hanya mengandalkan Proyek Giant Sea Wall yang tidak mengatasi masalahnya. Kita harus sadar bahwa krisis iklim harus dimulai dengan etika, sekali lagi, etika. Etika lingkungan,” ujarnya.

Pilihan Editor: Serukan Tobat Ekologis, Ini Arti Gagasan yang Disampaikan Cak Imin Saat Debat Cawapres

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow