Data Sirekap Hanya Alat Bantu, Bawaslu Beberkan Temuan Intimidasi Hingga Mobilisasi

Komisi Pemilihan Umum mulai mempublikasi formulir C1 dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang menampilkan perolehan suara per TPS. Sayangnya, data yang dipublikasikan banyak mengalami kesalahan input sehingga memicu spekulasi kecurangan di media sosial.

Data Sirekap Hanya Alat Bantu, Bawaslu Beberkan Temuan Intimidasi Hingga Mobilisasi

Komisi Pemilihan Umum mulai mempublikasi formulir C1 dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) yang menampilkan perolehan suara per TPS. Sayangnya, data yang dipublikasikan banyak mengalami kesalahan input sehingga memicu spekulasi kecurangan di media sosial.

Untuk diketahui, Sirekap sendiri bukan rekapitulasi hasil resmi pemilu 2024. Melainkan sebatas alat bantu untuk mempublikasikan hasil kepada masyarakat.

Adapun hasil resmi, tetap mengacu pada penghitungan manual yang digelar di kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga nasional. Namun tetap saja, kesalahan input berpotensi disalahpahami publik.

Mantan Ketua KPU Ilham Saputra berharap, KPU bisa segera menjelaskan ke publik. Sebab, hal itu bisa berdampak pada kepercayaan masyarakat pada pemilu.

“Agar publik tidak gaduh dan menginteprasi itu adalah kecurangan,” ujarnya kepada medis kemarin. Tak hanya menjelaskan, Ilham juga menilai perlu untuk memastikan kelalaian tidak lagi terjadi.

Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengakui ada kesalahan atau ketidaktepatan pada sejumlah hasil di Sirekap. Hal itu disebabkan oleh sistem konversi dari pembacaan gambar formulir yang diunggah tidak bekerja sempurna.

Namun dia menegaskan, secara sistem pihaknya juga telah mendeteksi kesalahan. Bahkan, jumlahnya melebihi yang tersebar di media sosial. “Sudah kami pantau dan termonitor itu tadi ada (salah konversi) di 2.325 TPS,” ujarnya di Kantor KPU RI kemarin.

Terhadap kesalahan tersebut, Hasyim memastikan akan segera diperbaiki. Dalam kesempatan itu, dia juga menilai ada sisi positif dibalik keluhan masyarakat terhadap Sirekap. Hal itu menunjukkan sistem dikenal publik.

Publikasi sirekap juga menjadi komitmen KPU untuk tidak menutupi data di semua TPS. “Enggak ada yang sembunyi-sembunyi, enggak ada yang dian-diam. Jadi kita publikasikan apa adanya,” kata Hasyim.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan, Sirekap memang sebatas alat bantu publikasi. Adapun hasil real count menggunakan rekapitulasi berjenjang dari desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi hingga nasional.

Namun Bagja mengingatkan, proses input data harus tetap hati-hati. Agar niat menyediakan alat bantu tidak menjadi persoalan. “Semoga alat bantu ini tak menjadi permasalahan,” ujarnya.

Keganjilan terhadap sistem Sirekap juga ditemukan oleh Chairman Lembaga Riset Keamanan SIber CISSREC Pratama D. Pershada. Temuannya berupa perbedaan jumlah suara yang dimasukkan ke sistem Sirekap di TPS 013 Kelurahan Kalibaru, Kecamatan Cilodong, Kota Depok, Jawa Barat. “Ada perbedaan suara antara C Hasil dengan yang masuk sistem Sirekap,” paparnya.

Tak hanya itu, beberapa data yang tampil dalam Sirekap berbeda dengan form C Hasil, seperti jumlah DPT dan jumlah suara sah. Yang lebih memprihatinkan adalah jumlah perhituangan suara pemilih presiden. Dimana jumlah suara capres nomor urut 2 menjadi 617 suara.

Padahal, dalam form C Hasil hanya mendapatkan 117 suara.

“Dilihat dari problemnya, sepertinya Sirekap dalam sistem entry data tidak memiliki fitur error checking,” paparnya.

Seharusnya, fitur error checking ini sangat mudah dimasukkan dalam pembuatan sistem. Sehingga, kesalahan memasukkan data secara sengaja atau tidak sengaja tidak dapat terjadi.

“Jika error checking disematkan dalam entry data, maka sistem akan menolak jika jumlah suara pemilihan presiden berada di atas jumlah suara sah,” terangnya.

Dia mengatakan, teknologi error checking itu teknologi yang sederhana atau mudah. Sehingga, seharusnya digunakan oleh KPU yang mengelola kegiatan sekelas pemilu. Sistem Sirekap ini bisa dibilang bodoh sekali. Karena teknologi sederhana tidak diterapkan.

“Ya, kalau yang membuat anak SD salah seperti ini biasa. Ini lembaga negara kesalahan teknologinya seperti itu,” jelasnya kepada Jawa Pos (grup Padang Ekspres, red).

Dengan itu maka bisa dapat disimpulkan bahwa keganjilan Sirekap ini bisa terjadi karena disengaja atau tidak disengaja. Dia mengatakan sistem Sirekap ini menggunakan teknologi android, yang handphone-nya milik anggota PPS.

“Bisa jadi handphone-nya tidak memiliki spesifikasi tinggi hingga foto buram. Hingga bacaannya berbeda. Tapi, seharusnya ini bisa diedit dengan disaksikan saksi dan Bawaslu,” tuturnya.

Temuan Bawaslu

Di sisi lain, (Bawaslu) telah menuntaskan pengawasan tahapan pemungutan dan penghitungan suara 14 Februari 2024. Hasilnya, Bawaslu menemukan 19 permasalahan, dengan rincian 13 pada pemungutan suara dan 6 lainnya dari penghitungan suara.

Salah satu permasalahan yang mengemukakan adalah ditemukannya intimidasi kepada pemilih. Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty mengatakan, kasus intimidasi terjadi di sejumlah TPS.

Dalam proses pemungutan terjadi di 2000-an TPS. “2.271 TPS didapati terjadi intimidasi kepada pemilih dan/atau penyelenggara pemilu di TPS,” ujarnya di Kantor Bawaslu RI Jakarta.

Kemudian, ada juga kasus mobilisasi untuk datang ke TPS. Hal itu terjadi di 2.632 TPS. Sementara dalam tahapan penghitungan suara, intimidasi juga terjadi di seribuan TPS. “1.473 TPS yang didapati adanya intimidasi terhadap penyelenggara,” tuturnya.

Sebaran kasus itu terjadi di banyak daerah. Antara lain di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Yogyakarta, hingga Riau.

Mobilisasi, lanjut dia, dilakukan oleh sejumlah unsur. Mulai dari tim sukses, peserta pemilu, hingga penyelenggara. Namun, dia titik membeberkan mobilisasi dilakukan untuk mencoblos calon yang mana.

Terhadap kasus itu, Bawaslu sudah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak untuk dapat mematuhi aturan. “Khususnya bebas dari intimidasi terhadap penyelenggara,” terangnya.

Selain intimidasi, kasus lain yang mengemukakan adalah terjadinya penggunaan hak pilih lebih dari satu kali. Itu dilaporkan ada di 2.413 TPS yang tersebar di banyak daerah.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow