Bagaimana AI Digunakan Israel Dalam Perang Melawan Hamas?

Israel menggunakan AI bernama Levander, yang disebut sebagai database untuk melakukan referensi silang terhadap data intelijen, dalam perang Gaza.

Bagaimana AI Digunakan Israel Dalam Perang Melawan Hamas?

KECERDASAN buatan atau artificial intelligence (AI) dijelaskan sebagai kemampuan komputer digital atau robot yang dikendalikan komputer dalam melakukan tugas-tugas yang umumnya dikerjakan oleh manusia. AI dilengkapi dengan karakteristik proses intelektual manusia, mulai dari kemampuan bernalar, penemuan makna, kemampuan generalisasi, hingga kemampuan untuk belajar dari pengalaman masa lalu (Britannica.com).

Di era digital seperti sekarang ini, AI semakin marak digunakan untuk mempermudah pekerjaan manusia. Salah satu AI yang paling sering digunakan adalah Chat GPT. Pengguna Chat GPT dapat mengajukan pertanyaan dan mendapatkan jawaban selayaknya bertanya ke sesama manusia.

Selain melakukan hal-hal dasar seperti menjawab pertanyaan, AI juga dapat dikembangkan dan digunakan untuk tujuan yang lebih rumit, bahkan termasuk dalam perang.

Baca juga: Israel Pakai AI Bernama Lavender untuk Identifikasi 37.000 Target Hamas

Baru-baru ini muncul laporan bahwa pengeboman oleh militer Israel di Gaza telah memanfaatkan teknologi database bertenaga AI. Teknologi AI ini dilaporkan telah membantu Israel mengidentifikasi target potensial yang ditemukan memiliki hubungan dengan Hamas.

Laporan itu dibuat seorang jurnalis di +972 Magazine dan Local Call, Yuval Abraham. Dia mendapat informasi dari enam perwira intelijen Israel yang pernah terlibat di militer selama perang Gaza dan terlibat juga dalam penggunaan AI tersebut. Laporan itu kemudian dibagikan secara eksklusif kepada The Guardian.

Keenam sumber itu semuanya mengaku bahwa AI yang dinamakan Lavender memainkan peran penting sepanjang perang melawan Hamas tersebut. Salah satu indikasi pentingnya adalah keberhasilannya dalam membantu Israel mengidentifikasi 37.000 pria Palestina yang memiliki hubungan dengan Hamas, seperti diakui oleh empat dari enam sumber.

Dua sumber mengatakan, selama minggu-minggu pertama perang, mereka juga diberikan izin untuk membunuh 15 hingga 20 warga sipil ketika serangan udara terhadap militan berpangkat rendah. Serangan-serangan itupun dilakukan menggunakan “bom bodoh” atau amunisi yang tidak terarah. Bom tersebut kemudian akan menghancurkan rumah-rumah, selain itu menewaskan semua penghuninya.

Menurut ahli konflik, jika Israel memang benar menggunakan bom bodoh untuk meratakan rumah ribuan warga Palestina dengan bantuan AI, wajar jika angka kematian dalam perang tersebut sangat tinggi.

Kementerian Kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas itu mengatakan, 33.000 warga Palestina tewas dalam konflik yang telah berlangsung sepanjang enam bulan tersebut. Data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa pada bulan pertama perang, sejumlah 312 keluarga telah kehilangan lebih dari 10 anggota keluarganya.

Ketika ditanya tentang laporan tersebut, tentara Israel membantah penggunaan AI untuk mengidentifikasi teroris. Meski begitu, tentang Israel tidak menyangkal bahwa teknologi tersebut memang ada.

Militer Israel mengatakan dalam pernyataannya bahwa operasinya sudah dilakukan berdasarkan hukum internasional. Tentara Israel menambahkan bahwa bom bodoh yang mereka gunakan adalah “persenjataan standar” yang digunakan oleh pilot dengan memastikan “tingkat presisi yang tinggi”.

Di sisi lain, tentara Israel mendeskripsikan Lavender sebagai database yang digunakan “untuk melakukan referensi silang terhadap sumber-sumber intelijen, guna menghasilkan lapisan informasi terkini mengenai operasi militer organisasi teroris. Ini bukanlah daftar operasi militer yang memenuhi syarat untuk diserang.”

“IDF (tentara Israel) tidak menggunakan sistem kecerdasan buatan yang mengidentifikasi pelaku teroris atau mencoba memprediksi apakah seseorang adalah teroris,” bunyi keterangan tersebut. “Sistem informasi hanyalah alat bagi analis dalam proses identifikasi target.”

Habsora

Lavender bukanlah AI pertama yang menyebabkan militer Israel jadi perhatian global. Pada Desember lalu, militer Israel juga sempat terikat dengan kontroversi lain terkait AI bernama Habsora.

Sebuah pernyataan singkat di situs IDF mengklaim bahwa mereka menggunakan sistem berbasis AI dalam perang melawan Hamas untuk mengidentifikasi “target dengan cepat”. Dengan Habsora, adapun tujuan akhir IDF yaitu menemukan keselarasan antara rekomendasi dari mesin dan identifikasi yang dilakukan secara manual oleh manusia.

Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi ini dilaporkan telah membantu IDF dalam membangun sebuah database yang berisikan data ribuan tersangka militan.

Baca juga: Usai Peringatan Biden, Israel Sebut Akan Izinkan Pengiriman Bantuan Sementara Lewat Gaza Utara

Bagaimana bentuk data yang ada dalam Habsora belum diketahui secara pasti. Tetapi, para ahli mengatakan bahwa sistem-sistem AI seperti itu biasanya menganalisis berdasarkan informasi yang didapatkan dari berbagai sumber, mulai dari rekaman drone, komunikasi yang disadap, data pengawasan, dan informasi yang diambil dari pemantauan pergerakan serta pola perilaku individu dan kelompok besar.

Sebelum ada Habsora, IDF seringkali menghadapi masalah kronis, salah satunya seperti kehabisan sasaran untuk diserang. Hal ini karena banyaknya petinggi Hamas yang dikabarkan menghilang ke dalam terowongan. Habsora memungkinkan IDF untuk menemukan dan menyerang kelompok operasi militer yunior yang lebih besar.

Seorang anggota IDF yang pernah bertanggung jawab dalam penentuan target di operasi Gaza mengatakan kepada +972 Magazine dan Local Call bahwa IDF dulu tidak pernah menargetkan anggota-anggota yunior Hamas. Seiring dengan perkembangan konflik, IDF kini tidak lagi memandang pangkat ketika menyerang.

“Anggota Hamas yang tidak berstatus penting tinggal di rumah-rumah di Gaza. Jadi mereka menandai rumah itu dan mengebom rumah itu serta membunuh semua orang di sana,” kata anggota IDF tersebut.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow