Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Kaum migran asal Asia Tengah di Rusia semakin dimusuhi sejak ditangkapnya 7 warga etnis Tajik sebagai tersangka serangan teror di Moskwa.

Dampak Penembakan Konser Moskwa, Etnis Tajik Alami Rasialisme di Rusia

Penulis: Maria Katamadze/DW Indonesia

MOSKWA, KOMPAS.com - Calon penumpang taksi di Rusia dikabarkan belakangan ini sering menanyakan latar belakang etnis pengemudi taksinya.

"Apakah Anda orang Tajik? Jika iya, batalkan pesanannya!" Komentar bernada pedas semacam itu belakangan sering didengar pengemudi taksi sejak serangan teror di Crocus City Hall, Moskwa, pekan lalu.

Serangan itu sendiri menelan 143 korban jiwa. Sejauh ini, aparat keamanan telah menahan setidaknya 11 orang, termasuk tujuh tersangka yang berasal dari etnis minoritas Tajik.

Baca juga: Putin Tak Berencana Kunjungi Keluarga Korban Penembakan Konser Moskwa

Kelompok ISIS-K atau ISIS Khorasan mengaku bertanggung jawab atas tragedi tersebut.

Latar belakang tersangka pelaku teror memicu perdebatan di Rusia soal longgarnya aturan keimigrasian. Akibatnya, tren xenofobia menguat terhadap migran asal Asia tengah yang bekerja di Rusia, terutama warga Tajik.

Peringatan perjalanan untuk migran Asia Tengah

Usai teror di Moskwa, komunitas Tajik mulai saling memperingatkan satu sama lain agar tidak meninggalkan rumah di malam hari, menurut laporan Baza, sebuah outlet media Rusia

Pekan ini, sejumlah negara Asia Tengah, seperti Kirgistan, merilis peringatan perjalanan kepada warganya agar tidak bepergian ke Rusia.

Meskipun xenofobia telah lama menghantui komunitas Asia Tengah di Rusia, banyak warga Tajik yang khawatir keadaan akan semakin memburuk.

Alisher, seorang petugas pemadam kebakaran beretnis Tajik di Saint Petersburg, mengatakan kepada DW bahwa setelah teror ISIS-K, dia mulai sering dirundung orang tak dikenal di jalan.

"Suatu kali mereka menanyakan etnis saya dan apakah saya mendukung teroris. Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya adalah warga negara Rusia tanpa aksen apa pun, dan mereka meninggalkan saya sendirian. Saya berada di sini secara sah, tetapi mereka yang berada di sini secara ilegal akan sangat takut dideportasi," kata Alisher.

Kanal Telegram kaum ultranasionalis Rusia dibanjiri hasutan tindak kekerasan terhadap migran dan menyarankan agar warga Asia Tengah dan seluruh keluarga mereka dideportasi.

Sebelum serangan, Abdullo, seorang warga negara Tajikistan penjual buah di salah satu pasar Moskwa mengatakan, kadang-kadang dia menerima pesan xenofobia di media sosial. Tapi setelah tragedi Jumat lalu, pesan kebencian semakin berhamburan.

"Mereka mengancam dan memaksa saya agar meninggalkan Rusia. Tapi saya tidak menganggapnya serius karena saya tidak bisa mendapatkan kehidupan yang baik di kampung halaman saya di Tajikistan,” katanya.

Baca juga: Penembakan Massal Konser Moskwa, Apakah Band Picnic Sengaja Jadi Sasaran?

Serangan fisik terhadap warga Tajik di Rusia

Pelecehan terhadap warga Asia Tengah juga tidak hanya terjadi secara verbal, tetapi juga dalam bentuk fisik. Di Blagoveshchensk, di wilayah Timur Jauh Rusia, misalnya, sebuah kafe yang dikelola oleh warga negara Tajikistan dibakar.

Dalam insiden lain di Kaluga, sebuah kota yang terletak 200 kilometer dari Moskwa, tiga warga Tajikistan dipukuli oleh orang tak dikenal.

Sabtu lalu, sekelompok warga Kirgistan yang baru tiba di bandara ditahan untuk pemeriksaan. Kantor berita negara Rusia RIA Novosti melaporkan, pengawasan terhadap pendatang asing memang akan diperketat.

Edward Lemon, pakar Asia Tengah dan profesor riset di Texas University, menilai masyarakat Rusia cenderung memandang kawasan Asia Tengah sebagai daerah terbelakang, meski adanya upaya untuk "membudayakan" wilayah terluar di era Uni Soviet.

"Media dan influencer nasionalis menggambarkan orang-orang Asia Tengah sebagai bangsa yang tidak berpendidikan, berpotensi menjadi penjahat dan teroris," kata Lemon. Akibatnya, "mereka menghadapi marginalisasi dan rasisme setiap hari."

Bagaimana masa depan migran Asia Tengah di Rusia?

Kebanyakan migran dari Asia Tengah datang untuk bekerja di Rusia sebagai sopir taksi, petugas kebersihan, dan pekerja konstruksi. Menurut Institut Penelitian Demografi di Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, pada 2023 lebih dari 3 juta migran Tajikistan tinggal di Rusia.

Temur Umarov, peneliti di Carnegie Rusia, berpendapat bahwa serangan tersebut akan berdampak terhadap kehidupan sehari-hari kaum migran.

Dia meragukan, Rusia bersedia menghentikan arus migran karena perekonomian yang sangat bergantung pada pasokan tenaga kerja murah dari Asia Tengah.

"Saya rasa situasi ini tidak mungkin diubah karena tidak ada cukup warga Rusia pada usia tertentu yang mampu menggantikan 5–6 juta pekerja migran setiap tahunnya, mengingat situasi demografis yang semakin buruk. Akan menjadi keajaiban, jika Rusia mampu mengusir migran dan menggantikannya dengan orang Rusia,” pungkas Umarov.

Baca juga: Apa Dasar Rusia Tuding Ukraina Terlibat Serangan di Konser di Moskwa?

Artikel ini pernah dimuat di DW Indonesia dengan judul Etnis Tajik Hadapi Gelombang Rasisme Usai Teror di Moskow.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow