Blak-blakan Manajemen Bata di Kemenperin Usai Tutup Pabrik Sepatu di Purwakarta

Kemenperin telah memanggil manajemen PT Sepatu Bata usai perusahaan tutup pabrik. Apa kata mereka? #bisnisupdate #update #bisnis #text

Blak-blakan Manajemen Bata di Kemenperin Usai Tutup Pabrik Sepatu di Purwakarta

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah bertemu dan berdialog dengan Manajemen PT Sepatu Bata Tbk terkait dengan isu penutupan pabrik Sepatu Bata di Purwakarta. Dalam dialog tersebut, manajemen PT Sepatu Bata Tbk diwakili oleh para direksi yaitu Hatta Tutuko, Ahmad Danial, dan Prima Andhika Irawati yang diterima oleh Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif dan Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki (ITKAK) Adie Rochmanto Pandiangan.

Alasan Pabrik Tutup

Dari hasil dialog bersama Kemenperin, terungkap bahwa keputusan penutupan lini manufaktur atau produksi oleh manajemen Sepatu Bata berkaitan dengan strategi bisnis yang dilakukan dalam rangka refocusing pada lini penjualannya (store). Hal ini merupakan langkah perusahaan guna menghadapi persaingan industri sepatu di dalam negeri.

“Direksi menyampaikan, dalam rangka efisiensi dan memperhatikan trend pasar yang cepat dan bervariasi, maka PT Sepatu Bata Tbk fokus pada pengembangan produk dan desain yang memenuhi selera pasar,” ujar Adie dalam pertemuan yang berlangsung, Rabu (8/5).

PT Sepatu Bata Tbk menyampaikan, pabrik Purwakarta sebenarnya hanya bagian kecil dari keseluruhan bisnis perusahaan, demikian juga dari sisi produksi, masih sangat kecil jika dibandingkan dengan produsen sepatu lainnya. Karenanya, menurut manajemen, penutupan pabrik Purwakarta merupakan langkah paling realistis.

Perusahaan berpendapat, fokus pada bisnis retail penting untuk dilakukan dalam rangka mengembalikan kinerja bisnis dan penjualan yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami penurunan.

Dari data yang ada, pabrik Sepatu Bata sebelum penutupan hanya menyisakan 233 orang karyawan dan produksi yang hanya 30 persen dari kapasitas. Di sisi lain terjadi juga penurunan produksi di pabrik tersebut, dari sebelumnya 3,5 juta pasang pada tahun 2018, menurun menjadi 1,15 juta pasang di tahun 2023.

"Dampaknya PT Sepatu Bata Tbk mengalami peningkatan kerugian setiap tahun, terus menurunnya nilai aset, menurunnya ekuitas, serta liabilitas yang terus meningkat," ujar Adie.

Pegawai Produktif Dipekerjakan Lagi

Adie menyampaikan, PT Sepatu Bata Tbk berjanji strategi bisnis ini tetap menjamin produk yang dijual masih bersumber dari produsen dalam negeri yang selama ini bekerja sama dengan mereka, seperti PT Prestasi Ide Jaya dan enam pabrik lainnya. Diharapkan, strategi ini dapat meningkatkan penjualan, yang pada gilirannya akan meningkatkan juga produksi di tujuh pabrik tersebut.

Dengan strategi tersebut, meskipun terjadi penutupan pabrik, jumlah sepatu produksi dalam negeri yang dipasarkan oleh PT Sepatu Bata Tbk secara agregat tetap sama dan bahkan akan ditingkatkan.

"Selain itu, pekerja di usia produktif yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akan dialihkan ke pabrik sepatu lain di sekitar Purwakarta," kata Adie.

Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan PT Sepatu Bata Tbk menutup pabriknya di Purwakarta karena inefisiensi produksi dan produk yang tidak memenuhi selera konsumen, sehingga memilih untuk lebih fokus pada lini bisnis retail.

Kemenperin Catat Penjualan Bata Membaik

Sedangkan dari pandangan Kemenperin, langkah yang diambil oleh PT Sepatu Bata Tbk tersebut sebenarnya dianggap kurang tepat, karena saat ini kondisi industri sepatu nasional tumbuh terus dengan kebijakan pengendalian terhadap impor barang jadi (konsumsi) dan jaminan bahan baku.

Oleh karena itu, Kemenperin berharap setelah kondisi perusahaan membaik, suatu saat perusahaan bisa membuka kembali pabriknya di Indonesia dengan kapasitas yang lebih besar.

Kemenperin mencatat penjualan Bata melalui toko-toko yang dimilikinya dalam dua tahun terakhir cenderung mengalami perbaikan.

Sementara, Manajemen Bata menyampaikan bahwa merek di bawah naungan PT Sepatu Bata Tbk seperti North Star, Power, Marie Claire, Bubblegummers, dan Weinbrenner memang masih berada di hati konsumen serta preferensi yang cukup baik di mata konsumen.

“Kami melihat bahwa strategi ini penting bagi perusahaan, seperti halnya merek-merek besar sepatu global yang berfokus pada pengembangan produk dan merek.” kata Adie.

Adapun pemberlakuan Larangan dan Pembatasan (Lartas) untuk barang konsumsi alas kaki sesuai Permendag 36/2023 berikut perubahannya diharapkan oleh pemerintah akan melindungi pasar dalam negeri dari serbuan barang impor, sehingga penjualan produk dalam negeri akan terus tumbuh.

Adie mengakui kebijakan lartas yang diterapkan oleh Pemerintah seharusnya dianggap sebagai angin segar bagi industri dalam negeri untuk terus meningkatkan produksinya.

Catatan Kemenperin, kinerja industri kulit dan alas kaki pada triwulan I/2024 mengalami peningkatan, ditunjukkan oleh pertubuhan sebesar 5,9 persen (YoY), peningkatan ekspor sebesar 0,95 persen (YoY), dan penurunan impor hingga 1,38 persen (YoY), dan kinerja Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang terus mengalami kenaikan secara berturut-turut mulai bulan November 2023 hingga Februari 2024.

Apa Reaksi Anda ?

like

dislike

love

funny

angry

sad

wow