Siapa Pemilik Tupperware yang Kini Resmi Tutup di Indonesia?
KOMPAS.com – Para ibu rumah tangga di Indonesia akan kehilangan perlengkapan wadah plastik dan minuman berkulitas tinggi bermerek Tuppperware. Pasalnya, brand asal Amerika Serikat (AS) ini resmi tutup di Indonesia sejak beroperasi selama lebih dari 33 tahun (Tupperware bangkrut).
“Dengan berat hati, kami mengumumkan bahwa Tupperware Indonesia secara resmi telah menghentikan operasional bisnisnya sejak 31 Januari 2025. Keputusan ini adalah bagian dari langkah global perusahaan,” tulis manajemen Tupperware Indonesia di akun Instagram resminya, dikutip pada Minggu (13/4/2025).
Selama bertahun-tahun, Tupperware terus berjuang dari kerugian dan beban keuangan yang terus meningkat. Di sisi lain, penjualan perusahaan ini terus mengalami penurunan.
Bukan hanya di Indonesia,operasional Tupperware juga ditutup di hampir sebagian besar negara lainnya. Perusahaan induk Tupperware, Tupperware Brands Corporation, yang menaungi produk wadah penyimpanan makanan dan minuman dari plastik ini awalnya berhasil selamat dari kebangkrutan setelah sempat mengajukan bangkrut pada September 2024.
Baca juga: Setelah 33 Tahun, Tupperware Pamit dari Indonesia…
Sebagai produsen alat rumah tangga terutama peralatan dapur dan makanan, Tupperware harus bersaing sengit dengan kompetitornya yang menjual produknya jauh lebih murah.
Selain itu, produk perusahaan yang berbasis di Orlando Florida ini juga dianggap kurang bisa menarik minat para pembeli dari kalangan muda. Perusahaan pun sempat berupaya mencari pendanaan agar tetap bisa bertahan, namun kemudian memutuskan mengajukan perlindungan kebangkrutan.
Sejarah Tupperware
Dikutip dari laman resmi Tupperware Indonesia, pada awalnya, pendiri dan pemilik Tupperware adalah Earl Silas Tupper. Nama produknya diambil dari nama belakangnya.
Ia merupakan seorang pebisnis kelahiran Amerika Selatan tahun 1907, memprakarsai lahirnya produk berkualitas yang beberapa dekade kemudian dikenal dengan nama Tupperware.
Sejak usia 21 tahun, Tupper bekerja di sebuah perusahaan yang berfokus pada riset dan inovasi. Kariernya cukup lama di sana.
Selama bekerja di perusahaan tersebut, ia berhasil menemukan metode untuk memurnikan ampas biji hitam polyethylene (bahan dasar pembuat plastik) menjadi plastik yang fleksibel, kuat, tidak berminyak, bening, aman, ringan dan tidak berbau.
Baca juga: Akhir Kisah Tupperware, Pamit dari Indonesia Setelah 33 Tahun
Pada tahun 1938, Tupper keluar dari pekerjaannya dan mendirikan usaha plastik miliknya sendiri, Earl S Tupper Company dan mematenkan produknya dengan nama Poly-T.
Pada tahun 1946, Tupper turut memeriahkan pasar Amerika yang kembali bergairah pasca Perang Dunia II, dengan meluncurkan produk pertamanya yang segera disambut pasar dengan antusias, yaitu wadah penyimpan makanan Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler dengan merek Tupperware.
Bahan yang digunakan Tupperware diklaim memiliki kualitas terbaik, aman bagi kesehatan, serta ramah lingkungan. Produk Tupperware juga telah memenuhi ketentuan FDA, EFSA, dan FS.
Pemilik Tupperware
Dikutip dari CNN, saat ini pemegang saham dominan di Tupperware Brands Corp (pemilik Tupperware) adalah BlackRock Fund Advisors, The Vanguard Group, Millennium Management, Allspring Global Investments, dan puluhan investor lainnya dengan porsi saham bervariasi.
Di Indonesia, distribusi produk-produk Tupperware berada di bawah bendera PT Tupperware Indonesia yang berkantor pusat di Cilandak, Jakarta Selatan.
Meski brand ini berasal dari AS, sebagian produk Tupperware di Tanah Air juga diproduksi di dalam negeri.
Baca juga: Tupperware Batal Bangkrut, Ini Sebabnya
Selain produk wadah terkenalnya, hal lain yang populer dari Tupperware adalah strategi pemasarannya yang menggunakan skema multi level marketing (MLM).
Tupperware memperkenalkan Tupperware Home Party yang dikenal sebagai Tupperware Party sebagai salah satu cara penjualan yang unik, informatif dan menghibur.
Cara ini pertama kali diperkenalkan oleh Brownie Wise, seorang ibu rumah tangga yang merangkap jadi sales wadah makanan. Penjual dengan strategi ini terbilang sangat sukses, yang mana banyak perusahaan kemudian meniru strategi ini.
Secara sederhana, Tupperware Home Party adalah strategi penjualan di mana seorang penjual mengumpulkan banyak orang kemudian mengisinya dengan permainan, obrolan ringan, dan kegiatan non-formal yang menghibur lainnya.
Saat kegiatan berlangsung, maka sang penjual bisa sekaligus mengedukasi terkait keunggulan produk-produk Tupperware kepada calon pembelinya.
Baca juga: Tupperware Bangkrut dan Alasan Pelik di Baliknya
Dijual lewat arisan
Di Indonesia, strategi penjualan Tupperware Home Party kemudian diadaptasi menjadi kegiatan selayaknya arisan. Itu sebabnya, pelanggannya mayoritas dari kalangan ibu-ibu.
Di masa jayanya, diperkirakan hampir setiap 1,3 detik diselenggarakan Tupperware Party di seluruh dunia. Tupperware juga mengklaim selalu melahirkan produk baru berkualitas yang inovatif, unik dengan warna trendi dan menarik.
Selain Tupperware Home Party, pemasaran berjenjang atau MLM juga menjadi andalan pemasaran produk Tupperware. Di Tanah Air, Tupperware adalah salah satu pemain MLM terbesar dan terlama.
Dalam usaha marketing MLM Tupperware ini dibutuhkan mekanisme yang melibatkan banyak orang dengan tujuan untuk memperluas jaringan bisnis. Dengan semakin luasnya jaringan yang mereka bentuk maka akan semakin menambah keuntungan bagi marketing mereka.
Di mana pembeli produk Tupperware juga bisa menjadi pemakai sekaligus ikut bergabung menjadi tenaga pemasaranya. Mereka bisa mendaftarkan diri di agen mereka yang dinamakan Business Center atau Tuppershop.
Dengan status Tupperware bangkut secara global, maka pelanggannya di Indonesia bakal kesulitan mendapatkan produk wadah makanan yang terkenal dengan kualitasnya ini.
Baca juga: Sejarah Tupperware: Dulu Idola Ibu-ibu, Kenapa Sekarang Bangkrut?