Informasi Terpercaya Masa Kini

Konglomerat RI Ramai-ramai Pindahkan Aset ke Luar Negeri, Kas Negara Bisa Gigit Jari

0 20

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Fenomana segelintir konglomerat Indonesia yang diam-diam memindahkan dananya ke luar negeri bisa berimbas hilangnya setoran pajak ke kas negara.

Konsultan Pajak dari Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman memperkirakan, sebagian dari aset yang dimaksud kemungkinan besar berasal dari simpanan deposito dalam mata uang rupiah yang kemudian dikonversi ke dalam bentuk dolar Amerika Serikat atau dolar Singapura.

“Mata uang rupiah akhir-akhir ini sedang melemah, sehingga dengan jumlah uang yang sama dalam rupiah, daya belinya terus menurun. Untuk menghindari penurunan yang terus berlanjut, mereka memindahkan ke dolar AS atau mungkin dolar Singapura,” ujar Raden kepada Kontan.co.id, Minggu (13/4).

Baca Juga: Orang Kaya Indonesia Dikabarkan Pindahkan Kekayaan ke Luar Negeri, Ini Pemicunya

Menurutnya, langkah ini berpotensi mengurangi penerimaan negara dari Pajak Penghasilan (PPh) atas bunga deposito. Dengan asumsi tingkat bunga deposito sekitar 5% dan tarif PPh final atas bunga deposito sebesar 20%, potensi pajak yang hilang menjadi signifikan.

Raden menghitung, jika dana sebesar US$ 500 juta  dipindahkan ke luar negeri, dengan kurs Rp 16.000 per dolar AS, maka potensi PPh atas bunga deposito yang hilang bisa mencapai Rp 80 miliar.

“Jika angka uang yang ke luar negeri lebih besar lagi, pasti potensi PPh yang hilang akan semakin besar,” katanya.

Namun demikian, Raden menambahkan bahwa tidak semua bentuk kekayaan yang dialihkan otomatis berdampak pada penerimaan pajak. 

Baca Juga: Prabowo Gelar Pertemuan Dengan Para Konglomerat, Begini Efeknya ke Pasar Saham

Jika kekayaan yang dimaksud berasal dari saham perusahaan Indonesia, maka potensi PPh yang hilang bisa disebut tidak ada karena potensi PPh dari saham memang tidak ada.

Justru, kata Raden, potensi penerimaan PPh berasal dari transaksi penjualan saham. 

Jika sahamnya diperjualbelikan di bursa efek, maka PPh yang terutang 0,1% dari nilai transaksi. 

Sementara untuk transaksi di luar bursa, potensi penerimaan pajaknya bisa lebih besar atau bahkan tidak ada, tergantung apakah transaksi tersebut menghasilkan capital gain atau justru mengalami kerugian.

Baca Juga: Konglomerat Indonesia Diduga Larikan Aset ke Luar Negeri, Ini Kata Ekonom

Leave a comment