Informasi Terpercaya Masa Kini

Hadapi Berbagai Tekanan Ekonomi, Asosiasi Logistik Sarankan 5 Hal Ini ke Pemerintah

0 14

JAKARTA, KOMPAS.com – Sepanjang kuartal I/2025, Institut Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) melihat bahwa perekonomian Indonesia terus menerus menghadapi beragam tekanan, baik dari sisi eksternal yang berasal dari ketidakpastian penurunan suku bunga global The Fed, maupun dari sisi internal yang terus mengalami tekanan pada pelemahan nilai tukar rupiah.

Terbaru, Indonesia juga terimbas tarif dagang yang dikenakan oleh AS sebesar 32 persen, di mana hal ini berdampak pada ekspor Indonesia ke AS.

Chairman ALFI Institute sekaligus Pengusaha Senior Yukki Nugrahawan Hanafi melihat bahwa perekonomian tahun 2025 tidak akan mudah dan dapat berdampak pada penurunan pertumbuhan PDB nasional.

Baca juga: KAI Logistik Layani Pengiriman Hewan Peliharaan, Ini Ketentuannya

“Tarif perdagangan yang dikenakan AS ke berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, ujungnya akan memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya dari kontribusi porsi ekspor. Sebab, ekspor Indonesia ke AS secara rata-rata berkontribusi pada 10 persen total ekspor Indonesia. Apalagi, sebelum tarif dagang berlaku, tekanan terhadap ekonomi Indonesia juga sudah terjadi akibat berbagai faktor internal seperti gelombang PHK, pelemahan nilai tukar, atau capital outflow,” ujarnya dalam siaran persnya, Senin (7/4/2025).

Yukki menilai, dengan melihat berbagai tekanan eksternal global dan internal domestik, maka pemerintah Indonesia perlu segera mengambil langkah strategis untuk melakukan penguatan, khususnya dari sisi konsumsi domestik yang selama ini terbukti menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

Sepanjang tahun 2025 ini, ALFI melihat bahwa faktor konsumsi domestik tertekan, yang ditandai dengan melandainya daya beli masyarakat dan deflasi yang terjadi pada Januari dan Februari lalu, dibandingkan dengan dua bulan pertama tahun sebelumnya.

“Padahal konsumsi domestik mengambil porsi lebih dari 50 persen sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Yukki.

Meskipun pemerintah telah mempersiapkan tim negosiasi dengan Amerika Serikat, Yukki melihat bahwa berbagai pendekatan secara komprehensif wajib dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi pertumbuhan ekonomi nasional.

Pihaknya pun merekomendasikan kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah.

Pertama, penguatan diplomasi ekonomi yang bisa dilakukan dengan penguatan hubungan bilateral dengan Amerika Serikat, serta melakukan penunjukan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.

“Kemudian juga bisa membuka pangsa pasar baru untuk negara-negara non-konvensional untuk mencari alternatif pasar serta mendorong penyelesaian Kesepakatan Free Trade Agreement dengan Uni Eropa (FTA EU-CEPA),” katanya.

Rekomendasi kedua adalah memperkuat daya saing nasional dengan melakukan deregulasi aturan perizinan yang sangat mudah untuk menangkap peluang relokasi ekspor dari negara-negara yang dikenai tarif lebih tinggi dari Indonesia (misalnya Vietnam, Kamboja, Laos).

Rekomendasi ketiga adalah penerapan kebijakan fiskal dengan memastikan evaluasi dan pengurangan kebijakan-kebijakan yang non-urgensi dan berdampak langsung terhadap stabilitas fiskal, misalnya melakukan reevaluasi implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) serta memberikan stimulus fiskal dan kemudahan pembiayaan bagi pelaku usaha pada sektor yang terdampak langsung oleh tarif dagang Amerika Serikat.

Baca juga: Perbaikan Logistik Nasional untuk Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Rekomendasi selanjutnya adalah menarik investasi dan percepatan hilirisasi dengan melakukan persiapan reformasi struktural agar menarik investasi yang mendorong hilirisasi pada sektor-sektor strategis selain mineral dan batubara, seperti hilirisasi perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan.

Rekomendasi terakhir adalah menjaga daya beli dan mendorong konsumsi domestik dengan menyediakan stimulus bagi peningkatan belanja konsumen untuk mendorong masyarakat kelas menengah berbelanja.

Kemudian, penciptaan lapangan kerja baru melalui stimulus pada sektor-sektor yang memiliki efek pengganda tinggi, seperti manufaktur, makanan dan minuman, teknologi, serta UMKM, serta menyediakan subsidi atau insentif pajak penghasilan bagi masyarakat kelas menengah.

“Dengan besarnya pasar domestik dan demografi penduduk yang produktif, pemerintah perlu memperkuat daya beli dan konsumsi domestik agar menjaga pertumbuhan nasional tidak tergerus ketidakpastian tekanan eksternal. Kami melihat China juga telah melakukan reorientasi kebijakan ekonomi yang bertumpu kembali pada konsumsi domestik mereka,” pungkas Yukki.

Baca juga: Efisiensi Logistik KAI Dorong Lonjakan Distribusi Batu Bara Tembus 13,3 Juta Ton pada Kuartal I-2025

Leave a comment