Informasi Terpercaya Masa Kini

Kontroversi Foto Jadi Ghibli Pakai AI yang Bikin Dunia Animasi Heboh

0 18

KOMPAS.com – Media sosial tengah diramaikan oleh tren unik: foto-foto yang disulap menjadi animasi bergaya Studio Ghibli, studio animasi legendaris asal Jepang.

Karakteristik visual yang khas dari studio ini kini hadir dalam berbagai unggahan Instagram dan X (dulu Twitter), lengkap dengan suasana magis ala film-film besutan Hayao Miyazaki.

Namun, bukan seniman digital atau animator yang berada di balik karya-karya ini, melainkan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dari chatbot ChatGPT buatan OpenAI.

Hanya dengan memasukkan perintah tertentu, pengguna bisa mengubah foto biasa menjadi karya dengan nuansa khas Ghibli.

Baca juga: Pakai Prompt Ini di ChatGPT untuk Bikin Foto ala Studio Ghibli yang Viral

Meski terlihat menarik, tren ini justru memicu perdebatan panas. Pasalnya, gaya visual Studio Ghibli dinilai sangat unik dan lekat dengan sang pendiri, Hayao Miyazaki, yang masih aktif berkarya di industri animasi.

Banyak yang menilai, meniru gaya ini—bahkan oleh AI sekalipun—merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak cipta.

Miyazaki sendiri sudah pernah menyuarakan pendapat kerasnya mengenai animasi yang dibuat dengan AI. Dalam sebuah wawancara dengan NHK pada 2016, ia menyebut bahwa animasi berbasis AI adalah “penghinaan terhadap kehidupan itu sendiri”.

Baca juga: Pendiri Studio Ghibli Pernah Kritik Keras soal AI

Reaksi publik pun terbelah. Beberapa menyuarakan kekhawatiran bahwa penggunaan AI untuk meniru gaya Ghibli adalah pelanggaran serius terhadap hak kekayaan intelektual.

Seorang pengguna X bernama John Koch, misalnya, menegaskan bahwa gaya visual Studio Ghibli dibangun dari proses kreatif bertahun-tahun, dan penggunaannya oleh AI sangat tidak dapat diterima.

Nada serupa disuarakan oleh pengguna X lainnya, Farizkey. Ia mengaku resah melihat betapa mudahnya AI menghasilkan gambar ala Ghibli, yang menurut dia membuat karya seni yang penuh cinta itu menjadi terkesan “murah.”

Namun, tak sedikit pula yang bersikap lebih longgar. Pengguna X bernama Prandium, misalnya, berpendapat bahwa selama gambar-gambar tersebut tidak dimonetisasi, maka sah-sah saja dibuat dan dibagikan.

Lalu, bagaimana sebenarnya regulasi yang berlaku?

Jika menilik hukum di negara asal Studio Ghibli, Jepang, Undang-Undang Hak Cipta yang direvisi pada 2018 memberikan kelonggaran.

Pasal 30-4 menyatakan bahwa konten berhak cipta dapat digunakan untuk analisis, penelitian, pelatihan, dan pengembangan AI, selama tujuannya adalah mendukung inovasi teknologi.

Bahkan, regulasi ini tak mengharuskan adanya izin dari pemegang hak cipta untuk penggunaan tersebut, selama masih dalam koridor pelatihan AI.

Namun, tidak dijelaskan apakah hasil dari pelatihan tersebut boleh digunakan untuk kepentingan pribadi maupun komersial.

Artinya, secara legal, banyak perusahaan dapat menggunakan konten berhak cipta dari Jepang untuk melatih AI mereka dan bahkan mendapatkan keuntungan dari hasilnya.

Baca juga: Selain Foto ala Ghibli, Foto ala Muppet dan Lego Juga Bisa Dibikin dengan ChatGPT

Meski demikian, para ahli hukum memperingatkan bahwa hasil akhir dari pelatihan AI bisa menimbulkan masalah hukum. Jika gambar yang dihasilkan sangat menyerupai karya yang sudah ada, maka potensi pelanggaran hak cipta tetap terbuka.

Profesor hukum dari Universitas Cornell, James Grimmelmann, menegaskan bahwa pelatihan AI mungkin sah, tetapi jika hasilnya menyerupai karya berhak cipta, itu bisa menjadi ilegal.

Hal senada disampaikan oleh Pam Samuelson dari Universitas California Berkeley, yang menyebut bahwa meski pelatihan bisa dianggap sebagai “penggunaan wajar,” hasilnya tetap bisa memicu gugatan hukum jika terlalu mirip.

Evan Brown, pengacara kekayaan intelektual dari firma Neal & McDevitt, menambahkan bahwa gaya visual sendiri belum tentu dilindungi secara eksplisit oleh hukum hak cipta.

Maka, secara teknis, OpenAI tidak serta-merta melanggar hukum hanya karena menghasilkan gambar bergaya Ghibli melalui ChatGPT.

Meski begitu, pertanyaan yang lebih besar menurut Brown adalah: apakah pengambilan konten dari internet untuk melatih AI itu sendiri merupakan bentuk pelanggaran hak cipta?

Menanggapi kontroversi ini, perwakilan OpenAI menyatakan bahwa ChatGPT tidak akan meniru gaya dari seniman individu yang masih hidup. Namun, AI tetap mengizinkan pembuatan karya dalam gaya umum yang lebih luas, seperti “Ghibli-style.”

Sikap Hayao Miyazaki terhadap AI pun tetap keras. Dalam sebuah demonstrasi teknologi AI pada 2016, ia menyaksikan animasi makhluk tanpa kepala yang dibuat oleh algoritma.

Ia menyebut animasi tersebut “menyedihkan” dan mencerminkan kurangnya pemahaman terhadap nilai kehidupan dan seni.

“Saya tidak akan pernah menerapkan teknologi seperti ini dalam karya saya,” ujarnya saat itu, dikutip KompasTekno dari NHK, Rabu (2/4/2025).

Saat ini, peraturan tentang AI dan hak cipta masih berada di wilayah abu-abu. Namun, satu hal jelas: tren foto bergaya Ghibli lewat ChatGPT telah membuka perdebatan besar mengenai pentingnya perlindungan hak cipta di era teknologi yang berkembang pesat.

Baca juga: Di Ghibli, Ada Keping Humanisme yang Tercerahkan lewat Film Animasi

Leave a comment