Mengenal Jasa Family Office, Dulu Dipopulerkan Rockefeller, Kini akan Dikembangkan Luhut
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana pengembangan layanan Family Office di Indonesia disebut sudah mendapatkan sinyal lampu hijau oleh Presiden Prabowo Subianto. Hal itu diungkapkan oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan.
Sebelum disahkan secara resmi, Luhut kini tengah membentuk tim bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Luhut berharap, dalam beberapa bulan ke depan, progres dari tim tersebut bisa dilaporkan ke Prabowo untuk mendapatkan persetujuan.
“Presiden sudah memberikan go ahead saat bertemu di Istana waktu itu. Jadi, secara teknis kami laporkan ke Presiden nanti,” ujar Luhut di Jakarta, Rabu (13/3/2025).
Sebetulnya, apa itu Family Office?
Family Office adalah layanan penasihat manajemen kekayaan atau wealth management yang melayani individu atau keluarga super kaya raya. Family Office didesain untuk mengelola kebutuhan investasi dan keuangan dari keluarga kaya. Sehingga, bisa menjaga aset kekayaan yang ada sekaligus menumbuhkannya sehingga bisa dirasakan oleh lintas generasi keluarga tersebut.
Sejarah Family Office
Dikutip dari paparan Deloitte, cikal bakal Family Office modern berawal di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1800-an. Saat itu, terjadi revolusi industri yang memicu raksasa-raksasa industri di AS.
Pada 1838, keluarga JP Morgan mendirikan House of Morgan untuk mengelola aset keluarga.
Kemudian, pada 1882, JD Rockefeller dikenal menjadi pendiri Family Office tunggal perdana di AS. Kekayaannya pada saat kematiannya di tahun 1937 mencapai 1,4 miliar dolar AS. Angka itu setara dengan 255 miliar dolar AS pada saat ini.
Keluarga kaya lainnya seperti Cargenies dan Vanderbilts kemudian muncul pada awal abad ke-20. Mereka mengikuti jejak Rockefeller untuk membangun Family Office.
Pada 1970-an, perbankan swasta di Amerika Serikat semakin banyak menawarkan layanan yang bisa dikustomisasi. Konsep Multi-Family Office pun berkembang. Artinya, Family Office tak lagi hanya terdiri atas satu keluarga tapi bisa juga beberapa keluarga kaya.
Kemudian, pada 1990-an banyak bisnis yang didirikan setelah Perang Dunia II dimonetisasi setelah pemiliknya meninggal dunia. Hal ini secara signifikan meningkatkan jumlah Family Office di AS.
Booming teknologi pada awal 2000-an juga memunculkan miliuner baru. Ini juga kemudian menambah jumlah Family Office.
Butuh Aset Berapa untuk Membuat Family Office?
Tidak ada angka minimal yang pasti untuk bisa membuat Family Office. Akan tetapi, standar industri menyatakan bahwa untuk membuat Family Office dibutuhkan aset paling tidak 100 juta dolar AS (Rp 1,6 triliun). Alasannya, angka itu dinilai sebagai jumlah yang diperlukan untuk memberikan skala ekonomi yang cukup dalam mengembangkan investasi.
Sebelumnya, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan tim pembentukan family office antara pihaknya dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan bekerja mulai hari ini, Kamis (13/3/2025). (Baca juga: Family Office Disetujui Presiden, Luhut: Tim Pembentukan Mulai Kerja Hari Ini)
“Tim bekerja mulai besok. Tim kami bekerja dengan timnya Pak Menko Perekonomian Airlangga Hartarto,” kata Luhut di Jakarta, Rabu (13/3/2025).
Menurutnya, tim pembentukan family office dari sisi DEN telah bekerja selama enam bulan terakhir. Tim DEN menerima masukan dari berbagai pelaku terkait, salah satunya adalah investor Amerika Serikat (AS) Ray Dalio.
Dalam beberapa bulan ke depan, Luhut bakal melaporkan perkembangan pembentukan family office kepada Presiden Prabowo Subianto. Dia mengaku sudah mendapatkan sinyal persetujuan dari presiden.
“Presiden sudah memberikan go-ahead saat bertemu di Istana waktu itu. Jadi, secara teknis kami laporkan ke presiden nanti,” tambahnya.
Gagasan soal family office dilontarkan Luhut saat menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) pada Kabinet Indonesia Maju di bawah pemerintahan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).
Wacana itu ia sampaikan kepada para delegasi World Water Forum (WWF) ke-10 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, pertengahan Mei 2024.
Pada awal tahun 2025, Luhut menyebut bakal mengajukan ke Presiden Prabowo Subianto untuk mulai menjalankan family office pada Februari 2025.
Ketua DEN pun menyebut akan menyusun insentif yang lebih kompetitif dibanding negara sejawat, termasuk Malaysia.
“Mereka kasih insentif yang sangat kompetitif. Kita juga harus. Kalau tidak, kita kalah,” katanya lagi.
Merespons pernyataan Luhut kala itu, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengatakan pihaknya masih mengkaji insentif yang sesuai untuk program family office yang telah diwacanakan sejak tahun lalu.
Thomas menyebut pihaknya akan merujuk pada standar di luar negeri agar insentif yang diberikan bisa lebih kompetitif. Dalam konteks itu, Kemenkeu akan turut melibatkan Dewan Ekonomi Nasional (DEN).
Wamenkeu Thomas pun menegaskan regulasi perlu disusun dengan matang agar bisa memberikan kepastian hukum.