Informasi Terpercaya Masa Kini

Aksi Licik Riva Siahaan Cs saat Mengoplos Pertamax,Ternyata Pakai Dana Ilegal dan Mark Up

0 9

TRIBUN-MEDAN.com – Modus licik PT Pertmina Patra Niaga untuk mengoplos RON 92 (Pertamax) dengan RON 90 (Pertalite) diungkap Kejaksaan Agung. 

RON 92 tersebut ternyata dioplos memakai dana ilegal Pertamina 13 hingga 15 persen untuk proses pengoplosan. 

Hal itu diungkapkan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar saat konferensi pers di Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (26/2/2025) seperti dimuat Kompas.com.

Pengoplosan RON 92 dilakukan di terminal dan perusahaan milik anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid, yaitu tersangka Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR). 

Pengoplosan ini terjadi di terminal PT Orbit Terminal Merak yang dimiliki bersama-sama oleh Kerry dan tersangka GRJ. 

Pihak Pertamina yang terlibat dalam pengoplosan yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga, Maya Kusmaya dan VP Trading Operation PT Pertamina Patra Niaga, Edward Corne.

“Kemudian, tersangka MK memerintahkan dan atau memberikan persetujuan kepada EC untuk melakukan blending produk kilang pada jenis RON 88 dengan RON 90 agar dapat menghasilkan RON 92 di terminal PT Orbit Terminal Merak milik tersangka MKAR dan tersangka GRJ atau yang dijual dengan harga RON 92,” ujar Abdul.

Selain itu, Kerry Ardianto disebutkan juga menerima keuntungan setelah Maya dan Edward menyetujui mark up atau penggelembungan harga kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan oleh tersangka JF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping.

Akibat mark up ini, PT Pertamina Patra Niaga harus mengeluarkan biaya atau fee senilai 13-15 persen secara melanggar hukum yang akhirnya memberikan keuntungan kepada tersangka MKAR dan tersangka DW.

Atas perbuatan sembilan tersangka ini, negara disebut mengalami kerugian hingga Rp 193,7 triliun.

Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka atas kasus tersebut, di mana empat di antaranya merupakan petinggi dari anak usaha atau subholding Pertamina. 

Keempatnya yakni Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan (RS); Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi (YF); Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin (SDS); dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono (AP). 

Sedangkan, tiga broker yang menjadi tersangka yakni MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim; dan GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Sebelumnya, dalam rapat dengan komisi XII DPR, PT Pertamina Patra Niaga mengakui adanya proses penambahan zat aditif pada BBM jenis Pertamax sebelum didistribusikan ke SPBU, Rabu (26/2/2025). 

“Di Patra Niaga, kita terima di terminal itu sudah dalam bentuk RON 90 dan RON 92, tidak ada proses perubahan RON. Tetapi yang ada untuk Pertamax, kita tambahan aditif. Jadi di situ ada proses penambahan aditif dan proses penambahan warna,” ujar Pelaksana Tugas Harian (Pth) Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra. 

Ega menekankan bahwa proses injeksi tersebut adalah proses umum dalam industri minyak. Tujuannya utamanya adalah untuk meningkatkan kualitas produk. 

“Meskipun sudah dalam RON 90 maupun RON 92, itu sifatnya masih best fuel, artinya belum ada aditif,” ucap Ega. 

Namun, Ega memastikan bahwa penambahan zat aditif yang dilakukan, bukan berarti terjadi pengoplosan Pertamax dengan Pertalite. “Ketika kita menambahkan proses blending ini, tujuannya adalah untuk meningkatkan value daripada produk tersebut,” kata Ega. 

“Jadi best fuel RON 92 ditambahkan aditif agar ada benefitnya, penambahan benefit untuk performance dari produk-produk ini,” sambungnya. 

Selain itu, lanjut Ega, setiap produk yang diterima Pertamina telah melalui uji laboratorium guna memastikan kualitas BBM tetap terjaga hingga ke SPBU. 

“Setelah kita terima di terminal, kami juga melakukan rutin pengujian kualitas produk. Nah, itu pun kita terus jaga sampai ke SPBU,” ungkap Ega. 

Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar mengungkapkan peran dari Riva Siahaan yang membuat Dirut PT Pertamina Patra Niaga itu menjadi tersangka.

Abdul Qohar mengatakan, Riva Siahaan bersama dengan Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, SDS, dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, AP, bersama-sama memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan dengan cara melawan hukum.

“Riva Siahaan bersama SDS, dan AP memenangkan DMUT/broker minyak mentah dan produk kilang yang diduga dilakukan secara melawan hukum,” kata Abdul Qohar dalam keterangan persnya, Senin (24/2/2025) malam.

Tak hanya itu, Riva Siahaan juga berperan melakukan pembelian produk Pertamax, tapi sebenarnya ia hanya membeli produk Pertalite yang harganya lebih rendah.

Kemudian produk Pertalite ini di-blending atau dioplos untuk dijadikan produk Pertamax.

Abdul Qohar pun menegaskan bahwa perbuatan Riva Siahaan ini tidak diperbolehkan dan bertentangan dengan ketentuan hukum yang ada.

“Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, Riva kemudian melakukan pembelian untuk produk Pertamax (Ron 92).”

“Padahal sebenarnya, hanya membeli Pertalite (Ron 90) atau lebih rendah.”

“Kemudian, Pertalite tersebut di-blending di Storage/Depo untuk menjadi Ron 92. Dan hal tersebut tidak diperbolehkan atau bertentangan dengan ketentuan yang ada,” terang Abdul Qohar.

(*/ Tribun-medan.com)

Baca berita TRIBUN MEDAN lainnya di Google News

Ikuti juga informasi lainnya di Facebook, Instagram , Twitter dan WA Channel

Leave a comment