Penambang Nikel Ungkap Efek Samping Jika Smelter PT GNI Tutup
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) mengungkap efek samping yang akan dialami oleh industri hulu nikel jika salah satu perusahaan smelter nikel terbesar di Indonesia, PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI) di Morowali Utara, Sulawesi Tengah tutup total.
Dewan Penasihat APNI Djoko Widajatno mengatakan dari sisi penambang, penutupan smelter akan mendorong penambang mencari alternatif smelter lain untuk mengolah bijih nikel mereka.
“Jika PT GNI mengalami pengurangan produksi atau penutupan operasional, Indonesia memiliki sejumlah smelter nikel lainnya yang tersebar di berbagai lokasi, seperti PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Sulawesi Tengah dan PT Halmahera Persada Lygend di Maluku Utara,” ungkap Djoko saat dihubungi Kontan, Minggu (23/02).
Djoko juga menjelaskan bahwa pada umumnya, bukan hanya karena adanya penutupan smelter, pengalihan pasokan bijih nikel ke smelter lain dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kapasitas produksi smelter, biaya transportasi, dan kesesuaian kualitas bijih nikel dengan spesifikasi smelter.
Baca Juga: Berpotensi Tutup Smelter, AP3I Ungkap PT GNI Perlu Selesaikan Kewajiban ke Pekerja
“Oleh karena itu, penambang perlu melakukan evaluasi dan koordinasi dengan smelter tujuan untuk memastikan kelancaran proses pengolahan bijih nikel mereka,” tambahnya.
Meski terdapat beberapa alternatif bagi penambang, APNI mengatakan jika terjadi penutupan smelter maka hal ini akan menghambat proses hilirisasi nikel di Indonesia.
“Smelter seperti PT GNI berfungsi sebagai pengolah bijih nikel menjadi produk setengah Tanpa smelter, bijih nikel mentah harus diekspor, mengurangi potensi nilai tambah yang dapat diperoleh dalam negeri,” tambahnya.
Ia juga menambahkan, penutupan smelter PT GNI akan berdampak negatif pada perekonomian daerah sekitar. Dengan keberadaan smelter menurut Djoko telah mendorong terciptanya lapangan kerja bagi ribuan orang dan mendorong pertumbuhan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di sekitar lokasi operasional.
“Penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk mempertimbangkan dampak-dampak tersebut dalam pengambilan keputusan terkait operasional smelter nikel di Indonesia,” kata dia.
Baca Juga: Penambahan Golongan Prioritas dalam UU Minerba Buka Potensi Perlambatan Hilirisasi
Sebelumnya, dalam laporan Bloomberg, Kamis (21/02) PT GNI disebut telah memangkas produksi smelter mereka hingga berpotensi tutup total.
Keadaan ini terjadi beberapa bulan setelah perusahaan induknya di China, Jiangsu Delong Nickel Industry Co Ltd yang dikenal sebagai raksasa baja tahan karat, mengalami kebangkrutan.
Perusahaan yang memiliki kapasitas smelter hingga 1,9 juta ton Nickel Pig Iron (NPI) per tahun ini, juga dilaporkan telah menunda pembayaran kepada pemasok nikel lokal hingga tidak dapat memperoleh bijih nikel.
Adapun, pabrik pemurnian yang diresmikan pada 2021 lalu itu berpotensi menghentikan produksi jika situasi seperti ini terus berlanjut.