Informasi Terpercaya Masa Kini

Timothy Ronald: Orang Kaya Nggak Ada yang Beli Nyicil, Karena Nyicil Itu Sistem yang Diciptakan Untuk Orang Menengah

0 2

Timothy Ronald adalah salah satu pengusaha muda berbakat asal Indonesia yang namanya semakin dikenal di dunia bisnis dan keuangan. 

Ia merupakan pendiri Akademi Crypto, sebuah platform edukasi yang fokus memberikan pengetahuan tentang investasi kripto. 

Selain itu, Timothy juga aktif sebagai investor dan konten kreator, khususnya di bidang edukasi finansial. 

Gaya bicaranya yang agak blak-blakan tapi penuh makna membuat dia punya banyak pengikut setia, terutama dari kalangan generasi muda yang mulai melek investasi.  

Sebuah video dari akun TikTok @majalah18pless (nama akunnya agak aneh) menampilkan pernyataan Timothy yang cukup menggelitik banyak orang. 

Dalam video tersebut, Timothy mengungkapkan pandangannya soal kebiasaan mencicil barang, seperti mobil atau kebutuhan lainnya. 

Ia mengatakan bahwa orang kaya nggak ada yang beli nyicil. Menurutnya, sistem cicilan itu sebenarnya dirancang untuk kelas menengah supaya tetap “terjebak” dalam siklus utang.  

Seperti biasanya, banyak yang setuju, tapi tidak sedikit juga yang merasa pernyataan ini perlu dipikirkan lebih dalam. Yuk, kita bahas lebih lanjut isi pernyataan Timothy!

Dalam videonya, Timothy Ronald menjelaskan bahwa orang kaya cenderung membeli barang secara tunai alias cash, bukan dengan cara mencicil. Kenapa begitu? 

Menurut dia, cicilan itu sebenarnya bukan strategi keuangan yang bikin untung, tapi malah jadi jebakan untuk kelas menengah. 

Orang kaya nggak perlu mencicil karena mereka sudah punya uang lebih dari cukup untuk langsung bayar. 

Sementara itu, kelas menengah sering kali merasa “mampu” membeli sesuatu karena ada pilihan cicilan. 

Padahal, menurut Timothy, sistem cicilan itu dirancang untuk membuat mereka terus bergantung pada utang.  

Kenapa cicilan dianggap jebakan? 

Timothy bilang, kelas menengah yang sering mencicil jadi terjebak dalam siklus utang yang nggak ada habisnya. 

Contohnya, mereka mencicil mobil atau gadget mahal dengan asumsi bahwa gaji bulanan bisa menutupi pembayaran cicilan tersebut. 

Tapi kenyataannya, dengan inflasi yang terus berjalan dan kenaikan harga barang, daya beli mereka justru menurun. 

Gaji yang stagnan tidak cukup untuk menutupi kebutuhan lain, apalagi kalau ada pengeluaran mendadak. 

Alhasil, mereka jadi lebih fokus untuk “nutup utang” daripada mengembangkan aset atau meningkatkan kekayaan.  

Untuk menggambarkan situasi ini, Timothy menggunakan analogi hamster di roda. 

Kelas menengah itu seperti hamster yang terus berlari di roda tanpa henti. Mereka kerja keras setiap hari, tapi hasilnya hanya untuk menutupi cicilan dan kebutuhan bulanan. 

Nggak ada kemajuan yang berarti dalam hidup mereka, karena penghasilan yang didapat habis begitu saja untuk bayar utang, beli kebutuhan, atau sekedar bertahan hidup.  

Timothy juga menyebut bahwa sistem ekonomi saat ini memang dirancang untuk mempertahankan posisi kelas menengah agar tetap “di bawah.”

Caranya melalui inflasi dan berbagai kebutuhan yang terus bertambah harganya. 

Misalnya, biaya PCR di masa pandemi yang bisa mencapai ratusan ribu, harga masker yang naik tajam, dan kebutuhan lain yang mendadak jadi wajib. 

Orang menengah terus diperas penghasilannya sampai nggak punya ruang untuk menabung atau berinvestasi.  

Jadi, inti pandangan Timothy adalah:  

Orang kaya beli cash, orang menengah tergoda cicilan.Cicilan itu sistem jebakan yang membuat orang menengah susah naik kelas.  Inflasi dan pengeluaran wajib jadi alat untuk “memeras” kelas menengah. Kelas menengah jadi seperti hamster yang terus kerja keras tapi nggak kemana-mana.  

Menurut Timothy, kalau terus seperti ini, kelas menengah nggak akan pernah keluar dari lingkaran utang. 

Mereka harus sadar dan mulai mengelola keuangan lebih cerdas supaya nggak terus-terusan jadi “target” sistem ini.

Pernyataan Timothy Ronald soal cicilan sebagai “jebakan” kelas menengah ini tergantung keadaan kita sehari-hari, ada yang relevan ada juga yang tidak. 

Tapi kalau dipikir-pikir, siapa sih yang tidak tergoda cicilan? 

Apalagi zaman sekarang, hampir semua barang—dari mobil, gadget, sampai alat elektronik kecil seperti vacuum cleaner—bisa dibeli dengan skema cicilan. 

Promonya pun sangat menggoda, ada yang sampai mengiming-imingi bunga 0%. Tapi apa benar itu solusi, atau justru membuat masalah baru?  

Banyak orang kelas menengah yang akhirnya “terjebak” gaya hidup konsumtif gara-gara cicilan ini. Misalnya, mereka merasa mampu beli mobil baru atau gadget canggih karena ada skema cicilan. 

Padahal, saat dicicil, total harga barangnya jadi lebih mahal karena ada biaya admin atau bunga terselip. 

Akhirnya, uang yang seharusnya bisa dialokasikan untuk hal produktif (seperti investasi atau dana darurat) malah habis untuk bayar utang.  

Maksud dari pernyataan Timothy ini sepertinya untuk menegaskan bahwa kelas menengah sering stuck di tempat. Mereka nggak bisa naik kelas jadi orang kaya karena terlalu sibuk bayar cicilan. 

Sistem ini membuat mereka seperti hamster yang terus lari di roda, kerja keras setiap bulan, tapi nggak punya sisa penghasilan untuk menabung atau investasi. Dalam jangka panjang, ini membuat mereka sulit untuk mencapai kebebasan finansial.  

Lalu bagaimana dengan inflasi? 

Apa yang Timothy bilang soal inflasi itu 100% nyata. Harga barang dan kebutuhan terus naik, tapi gaji orang rata-rata stagnan. 

Harga rumah, bahan makanan, atau biaya pendidikan terus melonjak, sementara cicilan juga terus berjalan. Ini membuat kelas menengah semakin tertekan dan hanya bisa “survive,” bukan berkembang.  

Pandangan ini menarik karena membuat kita berpikir ulang soal kebiasaan finansial kita sendiri. Kadang, cicilan dianggap solusi praktis, tapi sebenarnya malah jadi beban. 

Apakah kita benar-benar butuh barang itu, atau kita hanya tergoda dengan promo cicilannya?

Selain itu, topik ini juga relevan karena menyentuh pola hidup generasi sekarang yang sering fokus pada konsumsi ketimbang investasi.  

Pernyataan Timothy ibarat sebuah kaca pembesar yang memperjelas realitas ekonomi. 

Ia tidak hanya menunjuk pada masalah utang, tetapi juga memperlihatkan bagaimana sistem ekonomi beroperasi dan mengapa kelas menengah rentan terhadap godaan cicilan. 

Hal ini menjadi pelajaran berharga, tidak hanya untuk saat ini, tetapi juga sebagai bekal finansial di masa depan.

Leave a comment