Akankah Perekonomian Membaik usai BI Turunkan Suku Bunga Acuan?
Bank Indonesia (BI) secara mengejutkan menurunkan suku bunga acuan (BI 7 Days Repo Rate/BI7DRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,75 persen. Sementara itu, suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility juga dipangkas 25 bps menjadi masing-masing 5,0 persen dan 6,5 persen.
“Keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen, terjaganya nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental untuk pengendalian inflasi dalam sasarannya, dan perlunya upaya untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Januari 2025 di Kantor BI, Jakarta Pusat, Rabu (15/1/2025).
Sebelum memutuskan untuk memangkas suku bunga acuan, BI telah melihat dinamika yang terjadi di aras nasional dan global sejak beberapa bulan belakangan. Ada dua jenis dinamika yang diamati BI, yaitu indikator ekonomi nasional dan global serta dinamika kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Bank Sentral AS, The Federal Reserve alias The Fed.
“Itu dari bulan ke bulan berkaitan nomor 2 ini kejelasannya. Itu yang kemudian mendasarkan kepada kami ada ruang, ada [yang bisa] kita manfaatkan. Tapi, karena kejelasan arah pemerintah AS, khususnya setelah terpilihnya Trump dan juga arah Fed Fund Rate [FFR], kami ikuti dari bulan ke bulan. Bulan-bulan sebelumnya ketidakpastian masih gede,” jelas Perry.
Beranjak ke Januari, ketidakpastian kebijakan di AS masih tetap ada. Namun, BI bisa menakar arah kebijakan Presiden AS terpilih, Donald J. Trump, khususnya yang terkait dengan defisit keuangan negara yang sepertinya bakal berada di level 7,7 persen dan seberapa besar dampak defisit tersebut kepada kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS (US Treasury).
Kemudian, kebijakan FFR pun telah terlihat. Pada 2025, dari sebelumnya diprediksi bakal melakukan penurunan hingga 75 bps, hanya akan menjadi 50 bps.
“Sekarang, kami sudah mulai paham, kemungkinan Fed Fund Rate hanya sekali 25 bps. Itu sudah kami hitung,” imbuh dia.
Di dalam negeri, tingkat inflasi yang menjadi cerminan daya beli masyarakat juga sudah memasuki tren inflasi rendah, bahkan jauh dari target BI yang sekitar 2,5 ± 1 persen. Nilai tukar rupiah saat ini juga relatif stabil dan sejalan dengan nilai fundamentalnya ke depan.
Tak kalah penting, berdasar perhitungan BI, pertumbuhan ekonomi nasional tetap terjaga stabil di level 5 persen. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik di sepanjang 2025 akan berada di kisaran 4,7-5,5 persen.
“Oleh karena itu, this is the timing untuk menurunkan suku bunga supaya bisa menciptakan growth story yang lebih baik atau mendorong pertumbuhan untuk menciptakan pertumbuhan. Jadi, penurunan suku bunga sekarang dari sisi global masih ada ketidakpastian kebijakan AS dan Fed Fund Rate, namun sudah mulai jelas. Dalam negeri inflasi rendah, rupiah stabil,” terang Perry.
Perry juga berharap penurunan suku bunga acuan serta operasi moneter tersebut bisa mendorong likuiditas di perbankan dapat semakin tebal. Sehingga, ia mampu untuk mendorong realisasi penyaluran kredit dan menumbuhkan ekonomi nasional lebih tinggi lagi.
“Dengan penurunan suku bunga, operasi moneter, kita juga akan ekspansi likuiditas, menambah likuiditas di perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit,” kata Perry.
Baca juga: BI Tetapkan Suku Bunga Acuan Januari 2025 5,75%, Turun 25 Bps
Langkah Mengejutkan BI memang punya cukup ruang untuk menurunkan suku bunga acuan, tapi dengan revisi ekspektasi bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga hanya dua kali pada 2025—lebih sedikit ketimbang ekspektasi sebelumnya yang sebanyak empat kali.
Dari dalam negeri, sejak pertengahan Desember 2024-Januari 2025, modal asing keluar dari Indonesia mencapai 0,75 miliar dolar AS. Kondisi ini membuat rupiah melanjutkan depresiasi, mencapai Rp16.195 per dolar AS pada 9 Januari 2025 alias turun 2,11 persen dari level bulan sebelumnya sebesar Rp15.860 per dolar AS.
“Sementara itu, tingkat inflasi Indonesia pada akhir tahun 2024 turun ke titik terendah sejak tahun 1958. Terlepas dari rekor inflasi yang rendah ini, kami melihat bahwa Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga BI tidak berubah di level 6 persen pada pertemuan Dewan Gubernur pertama di tahun 2025, untuk mencegah rupiah melemah lebih lanjut,” tulis Seri Analisis Makroekonomi Rapat Dewan Gubernur BI Januari 2025 yang dirilis Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), dikutip Jumat (17/1/2025).
Chief India and Indonesia Economist HSBC Global Research, Pranjul Bhandari, menilai langkah BI memangkas suku bunga acuan sebagai langkah mengejutkan. Apalagi, 38 forecaster yang disurvei oleh Bloomberg, memperkirakan bahwa BI akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 6 persen.
“Kami memperkirakan akan ada pemangkasan suku bunga pada kuartal ini, tetapi tidak pada hari Rabu,” kata Pranjul dalam keterangannya, dikutip Jumat (17/1/2025).
Penurunan suku bunga tersebut mengejutkan karena sejak awal tahun, rupiah terus terdepresiasi terhadap dolar AS. Sedangkan, untuk menstabilkan rupiah, BI akan menahan bahkan menaikkan suku bunga acuan jika kondisi rupiah terlalu lemah.
“Dalam beberapa waktu terakhir, BI bahkan menaikkan suku bunga dua kali [masing-masing pada April 2024 dan Oktober 2023] saat rupiah melemah, tetapi lebih kuat dari saat ini,” tambahnya.
Terlepas dari itu, HSBC Global Research memperkirakan bahwa pemangkasan suku bunga acuan akan terjadi sebanyak dua kali pada kuartal II-2025. Dus, suku bunga acuan akan menjadi 5,25 persen.
“Menurut kami, pelonggaran moneter ini secara strategis akan membuat suku bunga acuan sedikit lebih tinggi dari tingkat sebelum pandemi. Mengingat nilai tukar yang lebih fluktuatif selama beberapa tahun terakhir,” kata Pranjul.
Baca juga: Daya Beli Lesu, Masihkah Tanggal Diskon di 2025 Menggiurkan?
Mendorong Kredit dan Konsumsi Di balik penurunan BI7DRR, revisi ke bawah proyeksi ekonomi RI 2025 dari kisaran 4,8-5,5 persen menjadi 4,7-5,5 persen merupakan cerminan pelemahan permintaan domestik dan global. Pertumbuhan kredit pada Desember 2024 tercatat sebesar 10,39 persen secara tahunan (year on year/yoy) dengan investasi sebagai pendorong utama. Karena itu, penurunan suku bunga acuan yang secara historis bertujuan mendorong aktivitas kredit diharapkan dapat mendukung konsumsi dan investasi.
“BI menargetkan pertumbuhan kredit 2025 di kisaran 11-13 persen. Kebijakan pendukung, seperti pemotongan giro wajib minimum (RRR) dan pembelian obligasi pemerintah, meningkatkan likuiditas perbankan, memperkuat kapasitas penyaluran kredit,” ujar Chief Economist PermataBank, Josua Pardede, saat dihubungi Tirto, Jumat (17/1/2025).
Sementara itu, penurunan suku bunga dinilai berpotensi mendorong biaya kredit lebih murah sehingga akan meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, biaya pendanaan yang lebih rendah juga dapat merangsang investasi di sektor riil, terutama dengan fokus pada proyek-proyek infrastruktur dan sektor prioritas lainnya.
“Meski suku bunga lebih rendah dapat mendorong pelemahan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek, hal ini dapat meningkatkan daya saing ekspor. Tetapi, juga berisiko meningkatkan biaya impor bahan baku,” jelas Josua.
BI dan pemerintah harus pula memitigasi tantangan yang mungkin terjadi, mulai dari konsumsi rumah tangga dan investasi yang diperkirakan tumbuh lambat karena over capacity di sektor produksi domestik. Selain itu, risiko kredit bermasalah alias non-performing loan (NPL) juga tetap perlu dikelola, terutama di sektor-sektor tertentu yang sensitif terhadap perubahan suku bunga.
Lebih lanjut, tantangan yang juga perlu dipertimbangkan adalah proyeksi defisit transaksi berjalan yang meningkat 1,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2025. Pasalnya, ia dapat memperbesar risiko tekanan eksternal.
BI juga harus mempertimbangkan arah kebijakan The Fed dan dinamika pasar global untuk menjaga stabilitas. Terakhir, transmisi kebijakan moneter ke sektor riil seringkali membutuhkan waktu lebih lama karena tantangan struktural di pasar tenaga kerja dan sektor keuangan.
“Jadi, secara keseluruhan, penurunan suku bunga BI diharapkan dapat mendorong pertumbuhan kredit dan ekonomi dengan meningkatkan konsumsi serta investasi. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada stabilitas makroekonomi dan dukungan kebijakan struktural,” sambung Josua.
Sementara itu, Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menilai bahwa pemangkasan suku bunga acuan akan memberikan dampak positif dan mendongkrak penyaluran kredit, utamanya di sektor produktif, yang kemudian dapat mendorong kebutuhan ekspansi bisnis maupun juga konsumsi masyarakat.
Pada saat yang sama, beban utang masyarakat juga akan teringankan karena kebijakan moneter yang ditempuh BI itu akan tertransmisikan ke perbankan. Sehingga, suku bunga kredit bank juga sudah seharusnya akan mengalami penurunan.
“Kita berharap dampaknya tentu positif, ya. Bagi para pelaku bisnis, kalau beban hutangnya turun, tentu diharapkan juga ada cash yang tersedia untuk kebutuhan ekspansi [usaha] atau juga kebutuhan lainnya. Begitu pula dengan konsumen seperti kita-kita ini,” jelas Myrdal kepada Tirto, Jumat (17/1/2025).
Myrdal mengakui bahwa transmisi penurunan suku bunga acuan oleh perbankan baru akan terjadi setidaknya enam bulan setelah kebijakan penurunan suku bunga acuan ditetapkan. Meski begitu, saat bank-bank telah memangkas suku bunga kredit, aktivitas ekonomi dinilai akan ikut terdorong.
“Jadi, tidak hanya berpaku pada pembiayaan yang mahal, tapi ada cash shifting atau perpindahan cash dari yang seharusnya biaya utang lebih mahal, menjadi beban utang yang lebih murah. Ini harusnya positif, setidaknya untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi kita,” tambah Myrdal.
Menanggapi turunnya suku bunga acuan BI, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, meminta agar perbankan di Indonesia dapat segera mentransmisikan kebijakan itu. Menurutnya, menurunkan suku bunga kredit perlu dilakukan untuk kembali mendorong kinerja sektor riil melalui kredit usaha.
“Tingkat suku bunga diharapkan cost of fund perbankan bisa menurunkan tingkat suku bunga dan tingkat suku bunga [ini diharapkan] agar sektor riil bisa berjalan,” kata dia saat ditemui awak media di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (16/1/2025).
Baca juga: Daya Beli Tertekan, Harga Pangan Kian Menggila